LIPUTAN KHUSUS

Euforia Kemenangan Taliban Menjalar ke Indonesia

Michael Josua | CNN Indonesia
Jumat, 31 Des 2021 08:10 WIB
Dari 364 teroris yang ditangkap pada 2021, 174 di antaranya anggota Jamaah Islamiyah. Mereka ditangkap pada Agustus bertepatan dengan kemenangan Taliban.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid tahu betul bagaimana jaringan teroris menarik simpati, karena dulu dia sering ikut pengajian di pesantren milik Abu Bakar Ba'asyir (CNN Indonesia/ Michael Josua)

Kabar kemenangan kelompok Taliban menduduki pucuk pemerintahan Afghanistan turut menjadi bahan ceramah sejumlah tokoh di Indonesia yang dianggap radikal oleh aparat.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencermati ada potensi semangat kemenangan Taliban itu menjalar dan menjelma menjadi suatu pergerakan di luar kendali pemerintah.

Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid tahu betul bagaimana penganut paham radikal mengglorifikasi kemenangan Taliban itu hingga menjadi terdengar agung dan ampuh menggerakkan pengikutnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sudah yakini bahwa kemenangan Taliban itu akan berdampak, akan menstimulan, akan meresonansi, akan memotivasi baik itu jaringan radikal ataupun terorisme," ujar Nurwakhid kepada CNNIndonesia.com.

Lihat Juga :

Kemenangan Taliban itu kemudian menjadi alat propaganda untuk menyebarkan paham radikal ke masyarakat. Padahal, kata Nurwakhid, narasi yang disampaikan tak selalu benar dan telah dimanipulasi.

"(Narasi berkembang) Al Qaeda bekerja sama dengan Taliban mampu merebut kekuasaan. Maka kita pun akan mampu kalau kita bersatu, kalau kita solid. Kan gitu (narasinya), memotivasi," tambahnya.

Bukan tanpa alasan Nurwakhid meyakini hal itu. Dia sendiri mengaku pernah terdoktrin oleh ceramah yang ia dapat dari Ponpes Islam Al Mukmin Ngruki milik Abu Bakar Ba'asyir. Padahal, saat itu dirinya merupakan perwira polisi aktif dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) dan bertugas sebagai Kapolsek di Banjarsari, Solo.

Dalam hal Taliban kini, salah satu narasi yang digelorakan ialah para kombatan di Afghanistan itu merupakan pasukan dari Timur yang akan membawa panji hitam bertuliskan syahadat putih --mengibaratkan kemenangan umat Islam saat ini.

Ceramah itu kemudian disebarkan lewat platform media sosial yang mudah untuk diakses dan kemudian menjadi konsumsi khalayak luas. Propaganda tersebut diharapkan dapat membangkitkan sel-sel tidur radikalisme.

"Ceramah yang dilakukan jaringan teroris misalnya kayak ceramahnya Abu Rusydan. Jaringan Jamaah Islamiyah toh itu, dan sudah ditangkap. Kemudian, untuk kelompok radikal ceramahnya kayak yang ustaz-ustaz menamakan dirinya ustaz akhir zaman," kata Nurwakhid.

Diketahui, penangkapan terduga teroris banyak dilakukan terhadap anggota Jamaah Islamiyah. Dalam riwayatnya, Jamaah Islamiyah punya hubungan yang kurang baik dengan Taliban.

Pada 1990-an, Jamaah Islamiyah terafiliasi dengan kelompok mujahidin Afghanistan. Mereka menguasai pucuk pemerintahan setelah mengalahkan Rusia. Belakangan, Taliban muncul dan menggulingkan pemerintahan yang dipimpin kelompok mujahidin Afghanistan.

Terlepas dari itu, Nurkhawid menarik garis besar bahwa siapapun kelompok Islam yang perjuangannya menginspirasi akan berujung pada propaganda pembenaran glorifikasi. Tak peduli latar belakang yang sebenarnya untuk membangunkan sel tidur terorisme.

Dalam catatan BNPT, Indeks Potensi Radikalisme pada 2020 masih berada pada angka 12,2 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Berdasarkan perhitungan kasar, masih ada sekitar 30-an juta orang yang dianggap oleh BNPT berpotensi masih berpegang pada pemikiran radikal. Sementara, jumlah anggota atau simpatisan jaringan teror di Indonesia ditaksir mencapai 17 ribu orang.

"Ini bisa sewaktu-waktu jadi lonewolf. Apalagi konten-konten dunia maya didominasi oleh konten-konten intoleran dan radikal," kata Nurkhawid.

(bmw/gil)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER