Badan Geologi Perbarui Radius Bahaya Erupsi Gunung Merapi
Badan Geologi Kementerian ESDM memperbarui radius bahaya Gunung Merapi yang berada di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.
Perubahan radius bahaya didasarkan pada data termutakhir hasil evaluasi aktivitas Gunung Merapi per 26 Januari 2022. Perubahan radius bahaya Gunung Merapi itu terjadi pada sektor selatan - barat daya jadi maksimal 5 dan 7 kilometer.
Sektor tersebut meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 kilometer. Kemudian Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh 7 kilometer, di mana rekomendasi sebelumnya hanya berjarak 5 kilometer saja.
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menyatakan potensi bahaya dari aktivitas Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya.
"Dengan menggunakan data topografi terbaru, hasil pemodelan menunjukkan apabila kubah lava barat daya longsor secara masif maka akan menimbulkan awan panas guguran ke Sungai Bedog, Bebeng, dan Krasak sejauh maksimal 6,3 kilometer, dan ke Sungai Boyong sejauh 3,9 kilometer," tulis Eko dalam laporannya, Rabu (26/1).
Sementara pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro radius bahaya sejauh maksimal 3 kilometer dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak.
Lihat Juga : |
Hasil pemantauan Badan Geologi, kubah lava tengah kawah dan barat daya terus tumbuh dengan laju rata-rata 5 ribu meter kubik per hari dan 10 ribu meter kubik per hari. Pada tanggal 20 Januari 2022 kubah tengah kawah terhitung sebesar 3.007.000 meter kubik dan barat daya 1.670.000 meter kubik.
Hasil analisis data drone dan kamera DSLR menunjukkan kondisi kedua kubah lava dan tebing-tebing puncak dan sekitarnya masih stabil. Guguran lava atau rockfall (RF) dan awan panas guguran (APG) saat ini bersumber di bagian kiri atas kubah lava barat daya yang merupakan pusat ekstrusi magma. Perubahan topografi di hulu-hulu sungai sektor barat daya akibat penumpukan material guguran dan awan panas.
"Perubahan topografi lereng akibat aktivitas erupsi berpengaruh kepada potensi bahaya guguran dan awan panas berikutnya. Untuk itu perlu dilakukan pemutakhiran penilaian bahaya guguran dan awan panas menggunakan data topografi terbaru," ucap Eko.
Peningkatan deformasi secara intensif terjadi pada periode akhir April - akhir Agustus dimana laju pemendekan jarak tunjam sektor barat laut (BAB-RB1) mencapai 14 centimeter per hari. Sampai dengan saat ini deformasi masih terjadi dengan laju berkisar 0,1-0,5 centimeter per hari.
Intensitas data pemantauan seismik internal (VT dan MP) dan deformasi dalam fase erupsi ini cukup signifikan namun tidak meningkat secara menerus. Ekstrusi magma diperkirakan masih akan berlangsung dengan tipe erupsi cenderung bersifat efusif.
"Status aktivitas ditetapkan dalam tingkat 'Siaga' (Level 3)," tegas Eko.
Badan Geologi mengimbau masyarakat agar tak beraktivitas di daerah potensi bahaya tersebut di atas dan mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) DIY, Jateng, Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten agar menindaklanjuti perubahan potensi ancaman erupsi Merapi yang terjadi saat ini dalam upaya mitigasi bencana. Termasuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim dan beraktivitas dalam KRB III.
(kum/kid)