Anggota DPR: Ekstradisi Singapura Bisa Ditolak Jika Merugikan
Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto, menyatakan bahwa pihaknya bisa saja menolak meratifikasi perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura jika terbukti merugikan kepentingan Indonesia.
Menurutnya, pihaknya akan meratifikasi bila hasil pembahasan nantinya menunjukkan bahwa perjanjian tersebut membawa kemanfaatan bagi Indonesia.
"Jika ada kepentingan Indonesia yang dirugikan atas perjanjian ekstradisi dan juga perjanjian lain yang menyertainya seperti beberapa waktu yang lalu, DPR pasti akan menolak meratifikasi," kata Didik kepada wartawan, Kamis (27/1).
Dalam konteks kepentingan negara yang lebih besar dan dalam rangka penguatan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, dia menjelaskan pemberlakuan perjanjian ekstradisi idealnya mampu memperkuat pemberantasan tindak pidana, termasuk korupsi.
Menurut Didik, DPR harus mengedepankan kepentingan nasional sebelum melakukan meratifikasi perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura
"DPR pasti akan proper dan hati-hati dalam mengambil suatu keputusan," ujar politikus Demokrat tersebut.
Didik menambahkan, pihaknya akan mencermati secara utuh dan detail dalam pembahasan perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura nantinya.
Sebelumnya, Indonesia dan Singapura menandatangani sejumlah kesepakatan. Dua di antaranya adalah perjanjian ekstradisi dan pengambilalihan ruang kendali udara (FIR) di Natuna.
Selama ini, Singapura menjadi surga pelarian buronan korupsi Indonesia. Hal itu disebabkan kedua negara belum kunjung menyepakati perjanjian ekstradisi.
Ekstradisi adalah proses pemulangan seorang tersangka atau terdakwa yang ditahan negara lain kepada negara asal untuk menjalani proses hukum.
Berdasarkan Konvensi Wina 1969, ratifikasi merupakan tindakan internasional di mana negara tertentu menyatakan kesediaannya untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional.
Untuk mengesahkan perjanjian dengan negara lain, menurut UU Perjanjian Internasional dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XVI/2018, DPR perlu melakukan pengesahan atau ratifikasi dalam bentuk Undang-undang.
Terutama, terkait perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly optimistis DPR bakal segera meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut.
"Kami akan mengajukan ke Presiden membuat Surpres (Surat Presiden) ke DPR agar segera ditindaklanjuti. Tugas berikutnya adalah untuk segera meratifikasi," kata Yasonna dalam wawancara bersama CNNIndonesia TV, Rabu (26/1).
"Saya melihat sejak perjanjian diteken, ada respons positif masyarakat sangat terlihat. Medsos media, saya kira teman-teman di DPR juga sudah mengantisipasi dan sudah akan semangat dengan ini. Saya percaya itu," ucap Yasonna.
Dia yang juga politikus PDIP itu meminta publik tak berprasangka buruk terhadap perjanjian dengan Singapura itu.
Baca halaman selanjutnya.