Komnas HAM Sentil Polisi dan PT GKP soal Warga Tolak Tambang Wawonii
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengingatkan agar pihak kepolisian tidak lagi melakukan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang di Roko-Roko Raya, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara lagi.
Taufan mengaku khawatir akan ada warga yang dikriminalisasi imbas bentrok warga penolak tambang dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) pekan lalu. Pasalnya, pada 2019, belasan warga terancam dipenjara karena dilaporkan oleh GKP. Sementara, kepolisian cenderung di pihak GKP.
"Jadi langkah sekarang itu pertama harus mendesak Polda supaya tidak melakukan kriminalisasi," kata Taufan saat ditemui, Rabu (9/3).
Kekhawatiran Taufan bertambah saat melihat video cekcok warga dengan Bos PT GKP yang viral. Dalam video itu, terlihat aparat kepolisan mendampingi PT GKP saat mengancam akan menangkap warga penolak tambang.
"Coba lihat video viral itu, malah di sampingnya. Walaupun masyarakatnya berani berani juga ya," ucapnya.
Menurutnya, sikap kepolisian itu penting. Kepolisian, kata Taufan tidak boleh berpihak pada PT GKP, melainkan harus menengahi.
Ia khawatir, jika kepolisian berpihak pada perusahaan, maka PT GKP akan kembali melakukan intimidasi seperti pada 2019.
"Dengan polda bersikap melunak begitu perusahaan ini tidak terlalu berani mengintimidasi. Makanya enggak jalankan sehingga proyek ini 3 tahun setop," ucapnya.
"Polisi jaga keamanan aja. Dia harus di tengah. Salah satunya jangan menangkap orang, mengkriminalisasi. kecuali ada yang bacok, kalau cuma menolak ya jangan dong," imbuhnya.
PT GKP Tak Patuh Rekomendasi
Selain itu, Damanik mengungkapkan PT Gema Kreasi Perdana tidak menjalankan rekomendasi Komnas HAM untuk mengedepankan negosiasi dengan warga yang menolak tambang.
Hal itu, kata Taufan terlihat dari intimidasi yang dilakukan oleh salah satu bos PT GKP. Dalam video yang viral, bos PT GKP mengancam akan melaporkan warga penolak tambang ke kepolisian.
Diketahui, Komnas HAM pernah melakukan penyelidikan terkait kasus penolakan pertambangan PT GKP pada 2019. Salah satu rekomendasinya, PT GKP harus mengedepankan negosiasi bukan intimidasi dalam menghadapi warga penolak tambang.
"Iya [tidak melaksanakan rekomendasi negosiasi]," kata Taufan.
Terkait itu, ia menyebut Komnas HAM akan menurunkan tim ke Wawonii pekan depan. Hal itu dilakukan untuk menindaklanjuti dugaan intimidasi yang dilakukan PT GKP dan penyerobotan lahan.
"Nah sekarang operasi lagi [PT GKP] dan melakukan intimidasi lagi. Ini Komnas HAM akan berangkat lagi ke sana," kata dia.
"Saya dengar Senin atau Selasa [pekan depan]. Kemarin mereka minta briefing ke saya," imbuhnya.
Diketahui, PT GKP sudah mendapat penolakan dari warga sejak 2019. Setidaknya, ada 27 warga yang dilaporkan oleh PT GKP karena menolak pertambangan dan dugaan pelanggaran hukum. Sebaliknya juga, warga telah melaporkan PT GKP ke polisi atas dugaan perusakan tanaman.
Belum lama ini, viral sebuah video yang memperlihatkan bos PT GKP sedang mengancam warga penolak tambang. Dalam video itu, PT GKP datang bersama apar kepolisian dan duduk di sampingnya.
"Ini siap ditahan, menghalangi-halangi aktivitas tambang, bawa sore ini ke Polda. Tangkap dia. Jangan ada yang ikut, siapkan borgol. Semua kita tangkap, tak ada ruang gerak," kata Bambang dalam video tersebut.
Sementara itu, Humas PT GKP Marlion SH membantah pihaknya telah meyerobot tanah warga Roko-Roko Raya, Pulau Wawonii atas nama La Dani untuk melakukan ativitas penambangan nikel.
Menurutnya, lahan yang disebut-sebut diserobot itu merupakan milik seorang warga bernama Wa Asinah. Lahan tersebut telah dibeli oleh pihak perusahaan secara resmi dengan pemiliknya yang sah.
"Lahan tersebut diperoleh dengan cara Jual Beli sah antara GKP dengan Ibu Wasasinah melalui pemerintah desa setempat dengan proses jual beli lahan yang resmi," kata Marlion dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/3).
"Di mana lahan tersebut sudah dibeli pada tanggal 22 November 2021 lalu, yang berlokasi desa Sukarelajaya RT03 RW03 Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, dengan luas lebih kurang 3.300 M2," imbuhnya.
Marlion juga menungkapkan, lahan yang diklaim oleh La Dani diduga tidak memiliki dasar hukum dan alas hak yang jelas sebagaimana diatur oleh pemerintahan desa setempat.
"La Dani sudah pernah dilaporkan oleh pihak pemilik lahan yang sah melalui kuasa hukumnya di Polda Sultra atas dugaan penyerobotan lahan," ucap dia.
"Penyerobotan lahan yang dimaksud di sini mengklaim lahan milik Wa Asinah, membuat Pagar-Pagar bambu dan Pondokan yang tidak jelas maksudnya. Serta menghalangi aktivitas perusahaan yang sudah jelas-jelas membeli lahan tersebut secara resmi dari ibu Wa Asinah," imbuhnya.
Terpisah, Wa Asinah mengatakan tanah seluas 3.300 M2 itu merupakan lahan warisan yang dia peroleh dari orang tuannya. Ia mengaku lahan itu sudah dibagi kepada enam saudarannya.
Lalu, kata Wa Asinah, ia menjual lahannya itu lantaran merosotnya harga mete pada tahun 2021 lalu.
"lahan tersebut saya jual kepada PT. GKP dengan luas sebesar 3.300 M2 pada 22 November 2021. Dimana PT.GKP langsung merealisasikan pembayaran tunai pada tanggal tersebut, Alhamdullilah dana pembelian lahan sangat membantu kami sekeluarga," ucap Wa Asinahalam keterangan tertulisnya.
(yla/dal)