Imbas maraknya manuver para pencari dan makelar tanah, pengumuman pindah ibu kota dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga telah berdampak naik berlipatnya harga lahan di wilayah IKN dan penyangganya, terutama di Kecamatan Sepaku.
"Harga tanah di depan [kawasan pinggir jalan negara, Sepaku] mungkin sudah naik berlipat-lipat kalau ada suratnya (sertifikat)," ujar Harmansyah, warga di Kampung Sepaku Lama, Kelurahan Sepaku, Minggu (13/2/2022) petang.
Makelar tanah atau mereka yang membantu mengurus jual beli lahan di Sepaku menjadi salah satu mata pencaharian baru setelah ada pengumuman IKN dari Jokowi. Salah satu warga di Desa Bukit Raya mengaku dirinya ketiban pulung dengan maraknya penjualan lahan usai Sepaku diumumkan jadi IKN.
Dia yang sehari-harinya berwira usaha itu mengaku tak menjadi makelar sebagai sampingan, tapi menjadi kepanjangan tangan untuk mengurus surat-surat yang diperlukan di Kecamatan Sepaku.
Kemudian ada pula pengakuan seorang warga lain yang tak mau diungkap identitasnya, di desa Bukit Raya mengaku membantu penjualan tanah sekitar dua hektare senilai Rp2,5 milar, yang lokasinya tak jauh dari lokasi pintu utama menuju wilayah titik nol IKN.
"Betul, pascapenetapan pengumuman Presiden setelah itu kita rasakan harga tanah melambung naik lima sampai 10 kali lipat dari harga sebelumnya," ujar Sekretaris Kecamatan Sepaku, Adi Kustaman, 18 Januari 2022.
Menurut data sampling transaksi tanah yang dikumpulkan Kecamatan Sepaku, kenaikan harga pada 2019 meningkat sekitar 500 persen hingga 1.000 persen bila dibandingkan dengan harga tanah pada 2017-2018 lalu.
"Sebelum diterapkan, 2017-2018 masih di harga itu Rp70 juta-Rp75 juta. Itu di kebun ya, kebun sawit produktif. Setelah diumumkan, mulai Rp300 juta-Rp500 juta per hektare (ha)," tutur Adi kala itu.
Namun, sambungnya, beberapa waktu terakhir warga mulai menahan diri menjual lahan. Apalagi kini setelah terbitnya pergub dan surat edaran dari BPN Kaltim.
Lihat Juga :![]() Laporan dari IKN Nusantara Cerita dari IKN: Jalan Mulus, Hotel Dadakan dan Aksi Para Spekulan |
Di satu sisi, penetapan IKN yang akan mengambil alih lahan konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di Kecamatan Sepaku kini menyisakan persoalan baru. Pasalnya di kampung Sepaku lama dan Pemaluan, Kecamatan Sepaku justru sebagian wilayah pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan warga masuk dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU).
Warga mengaku sudah sejak lama mereka meminta untuk dikeluarkan dari wilayah konsesi yang kini dimilki perusahaan, namun persoalan itu tak selesai hingga undang-undang IKN disahkan.
Sejumlah warga mengaku ketar ketir dengan kehadiran IKN. Mereka merasa jika tidak ada kepastian hukum maka bisa saja sewaktu-waktu akan diambil alih oleh negara jika tak jelas alas hak mereka.
Padahal kampung ini tercatat jauh sebelum merdeka sudah didiami oleh warga masyarakat adat Balik.
Kepala adat masyarakat Balik di Sepaku Lama, Sibukdin, mengaku ia dan juga warga-warga di sana mengaku heran perkampungan mereka tak juga diakui negara statusnya. Padahal, sambungnya, mereka sudah berada di sana jauh sebelum hutan dikuasai negara hingga hak konsesi diberikan kepada perusahaan.
"Sebelum ada perusahaan kita sudah di sini," tegas Sibukdin.
![]() |
Ia khawatir kehadiran IKN akan menghilangkan hak hak lahan pertanian dan pemukiman mereka karena berada di dalam kawasan.
"Harapan kita, tanah ini bisa di APL (Areal Penggunaan Lain). Ini kan ada PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang gratis. " ucap Sibukdin.
Menurutnya persoalannya sejak awal karena pemerintah tidak memperhatikan hak hak warga yang berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).
"Justru kampung yang berstatus kelurahan tidak mendapatkan sertifikat. Yang lain dapat (sertifikat) kami yang tidak dapat," ujar Sibukdin.
"Status tanah KBK itu yang membingungkan," protesnya.
Lihat Juga :![]() Laporan dari IKN Nusantara Gerak Cepat Periode Kedua dan Bayi IKN Bernama Nusantara |
Senada, kepala adat di Kelurahan Pemaluan Jubain, lahan-lahan penghidupan mereka pun masih berstatus hak guna usaha (HGU) dari negara. Ia berharap lahan-lahan perkebunan atau pertanian mereka yang masuk ke dalam peta IKN itu dikeluarkan untuk kehidupan mereka.
"Jadi yang ditetapkan pemerintah yang [kawasan inti] IKN itu ada lahan-lahan kami. Yang direncanakan peta IKN itu lah. Di situ itu bukannya baru kami ini. Kami bisa dikatakan sudah turun temurun di sini. Kami juga ndak tahu kenapa masuk ke dalam peta IKN itu, entah itu dari perusahaannya kah, entah pemerintah. Kami tak tahu," ujar warga yang bermukim di RT 2 Pemaluan itu.
![]() |
Baca halaman selanjutnya...