Sejak diumumkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Agustus 2019 hingga UU 3 tahun 2022 tentang IKN disahkan dan berlaku pada awal 2022 ini, mereka merasa belum mendapatkan penjelasan dan kepastian akan nasib mereka baik lahan rumah maupun pertanian atau ladang yang jadi ibu kota baru.
Mereka merasa jika tidak ada kepastian hukum, bisa saja sewaktu-waktu akan diambil alih oleh negara jika tak jelas alas hak mereka. Padahal kampung ini tercatat sudah lama didiami warga, terutama masyarakat adat Pasir Balik.
Kepala adat masyarakat Balik di Kampung Sepaku Lama, Sibukdin, mengatakan mereka telah berada di wilayah itu jauh waktu, bahkan sebelum negara RI merdeka dan perusahaan konsesi masuk ke sana.
Oleh karena itu, pihaknya khawatir kehadiran IKN akan menghilangkan hak-hak lahan pertanian dan pemukiman mereka, karena selama ini hanya diakui sebagai bagian dari kawasan budi daya kehutanan (KBK). Padahal menurutnya mulai orang tua mereka menggarap lahan tak ada kehutanan berkegiatan di lahan mereka.
"Status tanah KBK itu yang membingungkan," kata warga RT 3, Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku tersebut.
"Harapan kita tanah ini bisa di APL (Areal Penggunaan Lain). Ini kan ada PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang gratis," ucap Sibukdin.
Sibukdin mengatakan sejauh ini belum ada komunikasi atau sosialisasi kepada kepala kampung ataupun kepala-kepala adat di Kecamatan Sepaku.
"Belum ada [sosialiasi]. Kalau dengan kami mungkin tidak ada, tapi kalau dengan pembesar kami anggaplah tingkat kabupaten-provinsi, mereka setuju semua kan, tapi mereka tidak tahu kondisi masyarakat di sini" ujar Sibukdin di dekat ladangnya, Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, 12 Maret 2022.
Senada pula, Kepala adat di Kelurahan Pemaluan, Jubain, mengatakan sejak awal pengumuman IKN, pihaknya belum mendapatkan penjelasan kepastian soal nasib mereka. Jubain yang sehari-hari memenuhi kehidupan keluarganya berladang mengaku lahan garapannya sudah disebutkan petugas masuk ke dalam KIPP IKN.
"Yang ditetapkan pemerintah yang IKN itu, di dalamnya masih ada lahan-lahan kami. Mungkin ada sekitar 200 hektare lah [perkebunan warga adat Pemaluan] yang direncanakan peta IKN itu. Bukan baru kami, bisa dikatakan turun menurun kami di situ. Tapi kami tidak tahu, kok bisa tiba-tiba lahan itu masuk. Entah itu dari perusahaan kah, entah dari pihak pemerintah kami tidak tahu," ujar Jubain di rumahnya, Pemaluan, Minggu (13/2/2022).
Ia menuturkan ketika ada program sertifikasi lahan dari pemerintah, setelah pengukuran rumahnya yang berada di RT 2 Pemaluan itu, dirinya meminta sekalian juga diukurkan kebunnya kepada petugas dari BPN.
"Kata orang BPN ini sudah masuk ke IKN, waktu itu kita mau urus juga [sertifikat untuk kebun] dan minta tolong diukur, ternyata tidak bisa karena katanya sudah masuk peta IKN itu," kata dia.
"Jangan disebut kami tidak ada [lahan], kami tidak pernah diajak berunding atau sosialiasi ditempatkannya ibu kota ini," imbuhnya.
Seorang warga Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Marice, menerangkan rata-rata warga di kampungnya itu lahannya masuk kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan konsesi.
"Batas HGU itu dekat. Sekitar 150 meter dari rumah kami. Saya punya tanah juga sudah masuk sebagian HGU," ujar Marice, warga adat suku Balik di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku.
Menurut warga RT 2 Kelurahan Pemaluan itu, selama ini para kepala adat di wilayah Sepaku pun seolah dilupakan begitu saja untuk diajak berunding oleh pemerintah terkait IKN. Padahal, sambungnya, setelah diumumkan jadi IKN wara-wiri mobil rombongan pejabat baik sekelas pemerintah daerah hingga pusat bukan hal aneh di daerah tersebut.
"Bapak kan kepala [suku] Balik kan, itu enggak pernah dilibatkan," kata Marice. Ia adalah kerabat dari Jubain yang merupakan Kepala Adat di Pemaluan.
"Di sini hari-hari menteri-menteri itu lewat, mobil-mobil pelat merah lewat itu. Tapi enggak pernah dilibatkan masyarakat di sini," imbuhnya.
Dia berharap para pejabat itu mau juga mendengarkan keluhan atau apa yang diinginkan warga-warga di Sepaku, terutama mereka yang rumah dan lahan garapannya mungkin akan terdampak karena status HGU atau KBK tersebut.
Belakangan, setelah melantik kepala dan wakil kepala Badan Otorita IKN pada 10 Maret 2022, Jokowi kembali dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke Sepaku. Dalam kunker itu, dia pun dijadwalkan akan berkemah di bakal kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN baru yang akan bernama nusantara itu antara 13 dan 15 Maret 2022.
Sebelumnya Jokowi sempat pula dijadwalkan berkemah di IKN pada Februari lalu, namun urung karena sejumlah kunker dibatalkan imbas gelombang tiga Covid-19 karena varian omicron.
Belakangan, Jokowi akhirnya jadi berkemah di bakal IKN Nusantara pada 14 Maret 2022. Selain itu, dia pun mengundang 33 gubernur se-Indonesia untuk hadir di sana mengikuti prosesi Kendi Nusantara setelah melantik kepala dan wakil kepala otorita IKN, Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe pada 10 Maret lalu.
Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) akan memiliki luas sekitar 6.671 hektare di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Adapun daerah di Sepaku yang beririsan dengan KIPP itu adalah Desa Bukit Raya, Desa Bumi Harapan, dan Kelurahan Pemaluan. Hal itu tercantum dalam UU 3/2022 tentang IKN yang disepakati pemerintah dan DPR jadi undang-undang pada 18 Januari 2022.
Merujuk peta Delienasi Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Negara yang terdapat pada Lampiran II UU 3/2022, KIPP IKN mencaplok sebagian besar wilayah Kecamatan Sepaku, dan sebagian kecil Kabupaten Kukar.
Luas kawasan IKN itu mencapai sekitar 56.180 hektare yang akan dikembangkan dengan metode forest city.
"Harusnya mereka memerhatikan kami di sini, karena yang terdampak jelas itu kami di sini. Kami dari nenek moyang belum pernah pindah dari sini, tapi kami dilangkahi. Sebelum trans (transmigrasi) pun ibaratnya orang tua-tua kita sudah di sini," keluh Yati Dahlia, warga adat Balik di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku.
"Seakan-akan kami tidak ada, tidak ada masyarakatnya di sini, yang terasa jelas dampaknya jelas kami," imbuhnya.
Intinya, kata dia, jaminan apa yang diberikan serta janjinya bagi masyarakat penduduk, khususnya warga adat di Sepaku.
"Intinya seperti itu jaminan mereka, atau janjinya seperti apa bagi masyarakat di sini. Saya enggak butuh yang dari sebelah sana, saya enggak butuh yang minta bangunan istana di sana. Kami enggak butuh istana di sini, kami enggak akan tinggal di istana," katanya.
 Yati Dahlia kesehariannnya juga aktif mengelola Sanggar Budaya Pasir Balik Uwat Bolum di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kab Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 12 Februari 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Hampir senada, Ketua RT 1 di Kelurahan Sepaku, Asri Rapih, mengatakan ia bersama para warga bukannya tidak berusaha untuk mendapatkan status atas hak mereka, baik di permukiman maupun lahan garapan. Namun, negara tak bisa mengeluarkan hal tersebut dengan alasan kawasan RT 1, 2, dan 3 di Kelurahan Sepaku itu masuk kawasan budidaya kehutanan.
"Jadi bikin bingung kami apalagi dengan ada IKN ini ndak tahu statusnya lahan kami gimana, rumah-rumah ini, kampung pertama. Ya itu sudah, kampung pertama malah justru yang tidak dipedulikan sama pemerintah, " kata dia, di teras rumahnya di wilayah yang dikenal masyarakat sekitar sebagai kampung Sepaku Lokdam itu, Sabtu (12/2/2022) petang.
"Kalau sudah di-APL-kan kan kita ngerti berarti sudah milik kami sendiri sudah," imbuhnya.
 Ketua RT 01 Kelurahan Sepaku Asri Rapih saat berbincang di teras rumah warga milik Amiludin (tengah), Sabtu (13/2/2022). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Keluhan yang disampaikan Asri pun senada dengan yang diutarakan Harmansyah. Menurutnya masyarakat di sana berpikir, 'mengapa negara tidak memperjelas status lahan bagi warga', di mana kampung dan lahan garapan mereka sudah ada sejak zaman dulu turun temurun.
"Dari zaman dulu sudah ada memang orang-orang di sini. Sebelum negara merdeka sudah ada kampung ini," kata warga di kampung Sepaku lama tersebut.
Tokoh masyarakat Paser di Kelurahan Pemaluan, Syahdin, mengaku tak habis pikir sejak IKN diumumkan mereka selaku warga yang punya kampung tak pernah diajak bicara. Pun, sambungnya, melalui kepala adat atau kepala kampung masing-masing.
"Mestinya kami, paling tidak pengurus kampung - pengurus adat di sini dibicarakan dulu," kata Syahdin.
Syahdin mengatakan apabila ada kepastian mengenai lahan mereka di Sepaku tersebut, mereka pun mungkin dengan tangan sangat terbuka menerima IKN. Apalagi, sambungnya, bila itu berujung pada kemajuan anak-anak Sepaku ke depannya.
"Untuk apa itu ibu kota dipindah, tapi kita enggak menikmati," katanya, "Bagi kami yang lahannya tak mau dijual, janganlah diganggu. Kalau dijual juga bisa beli tanah lagi di mana kami harga sudah naik-naik. Janganglah kami disuruh pindah, anak cucu kami juga berhak menikmati ini jadi ibu kota nanti."
Buka halaman selanjuntnya...
Nasib kepastian lahan bagi warga adat di Sepaku itu pun menjadi perhatian anggota DPRD PPU.
Ketua Fraksi PKB di DPRD PPU Irawan Heru Suryanto menilai seharusnya pemerintah memberikan hak-hak atas lahan permukiman dan pertanian masyarakat adat yang memang sejak dahulu bermukim dan bertani secara turun temurun di wilayah itu.
"Jujur saja kita harus mengaca kepada statement Jokowi. Kalau ada lahan masyarakat yang berada di dalam kawasan HGU harus dilepaskan untuk kepentingan masyarakat," ujar Irawan Heru saat ditemui CNNIndonesia.com, Kamis (17/2) di Penajam.
Sebenarnya, kata Irawan, meskipun itu disebut tanah negara, namun dalam undang-undang pokok agraria bahwa warga yang pertama membuka lahan itu memiliki hak.
"Orang yang membuka lahan itu tidak boleh dilepaskan haknya, kalau menurut undang-undang," tegas Irawan.
Di satu sisi, dia menilai persoalan sosial yang muncul di masyarakat di lingkar inti IKN tesebut tak lepas dengan rencana pemindahan yang terlihat terburu-buru.
"Hanya konsepnya ya pindah ibu kota deh. Kalau ada persoalan lain, sosial nanti dulu lah," ucap Irawan.
Selain itu, selaku pemilik wilayah administratif eksisting, ia mengatakan baik pihak Pemkab maupun DPRD PPU juga tak terlalu dilibatkan dalam pembicaraan pemindahan ibu kota ke kawasan tersebut.
"Jangankan masyarakat bawah yang tidak dilibatkan. Pemerintah daerah dan DPRD saja tidak pernah diajak untuk membicarakan IKN ini," katanya. "Ini seolah-olah pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah dan DPRD tinggal terima beres saja."
 Lanskap wilayah Ibu Kota Negara (IKN). Kalimantan Timur. Minggu, 13 Februari 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim menyatakan geliat diskusi IKN ini hanya tinggi di tingkat media massa saja. Namun, informasi ke tingkat komunitas penduduk terdampak masih sangat minim dari pemerintah.
"Tingkat sosialisasi ke tingkat komunitas sama sekali enggak ada, mereka hanya menjadi penonton dalam proses pembentukan IKN ini," kata Seting saat dihubungi, 6 Maret 2022.
"Yang banyak kita dengar media saja yang banyak datang ke mereka, tim IKN-nya sendiri enggak ada."
Terpisah, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman mengatakan dalam undang-undang IKN, masyarakat adat hanya disinggung secara spesifik pada satu pasal saja, yakni pasal 21.
"Hanya Ada di pasal 21, tapi menurut saya itu pasal yang seadanya. Dan pasal itu tidak tahu bagaimana cara menterjemahkannya supaya itu secara operasional," ujar Arman kepada CNNIndonesia.com.
Isi pasal itu adalah: Penataan ruang, pertanahan dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 20 dilaksanakan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak- hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat dan nilai- nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal.
Budaya dan Jaminan Peningkatan SDM Lokal
Berbekal keinginan dan nasihat dari orang tua untuk melestarikan seni budaya Pasir Balik, warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Yati Dahlia pun merintis Sanggar Uwat Bolum.
"Uwat Bolum itu maksudnya membangun. Maksudnya membangun lagi, menghidupkan lagi budaya kita," ujar Yati Dahlia.
Saat ditanya perihal perasaannya Sepaku akan menjadi IKN, Dahlia menjawab keberatan karena itu berarti lahan-lahan peninggalan orang-orang tua, rumah-rumah mereka pun artinya bakal diambil negara juga.
Dia mengatakan sebagai bagian dari rakyat Indonesia, ya mereka pun tak bisa menutup mata untuk mendukung pemindahan IKN. Namun, ia mempertanyakan sebelum diputuskan pindah apakah sudah ada kajian mendalam mengenai potensi-potensi konflik dan jaminan kepastian bagi penduduk di wilayah IKN.
"Terus nanti ujung-ujungnya kayak di Jakarta... Masa nanti anak saya di lampu merah joget-joget ronggeng, bagaimana coba," katanya.
Bukan hanya itu, sambungnya, banyak pula situs-situs budaya peninggalan nenek moyang yang mungkin akan tergusur oleh proyek IKN.
"Situs-situs adatnya di situ, budayanya sejarahnya. Paling banyak di Sepaku lama," kata dia.
Selain itu pun, dia mempertanyakan rencana pemerintah untuk meningkatkan kapasitas SDM bagi anak-anak muda di Sepaku, serta kepastian lapangan pekerjaannya setelah lahan keluarga mereka kemungkinan diambil negara untuk kebutuhan IKN.
"Jadi yang kami butuh di sini itu masyarakatnya seperti apa, masyarakat muda mudinya, lapangan pekerjaan. Kita ga akan sanggup kalau dari luar yang S1-D3 masuk sini. Sedangkan masyarakat kami ini orangnya SMP, SMA, atau SMK saja," katanya.
Kekhawatiran serupa datang dari Marice di Pemaluan. Ia mengatakan apa yang diungkapnya itu pun umumnya sama dirasakan warga-warga di kampungnya tersebut.
"Sudah jadi bahan obrolan di sini kayak apa kita kalau nanti sudah diambil negara, sudah jadi IKN. sudah dimulai pembangunan, otomatis sudah ndak ada pekerjaan (di perusahaan konsesi maupun bertani/berladang)," kata Marice.
"Sementara anak kita ini masih panjang perjalanan [masa depan]," imbuhnya.
 Salah satu makam leluhur Balik di Kampung Sepaku Lama yang nisannya terbuat dari kayu ulin, 12 Februari 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Saat dihubungi kembali pada 3 Maret 2022, Kepala adat di Kampung Sepaku Lama Sibukdin mengatakan belum ada juga koordinasi atau sosialiasi kepada masyarakat di sana.
Pun, saat Ketua DPR Puan Maharani berkunjung ke IKN pada Senin, 14 Februari 2022 silam. Dalam rombongan itu, Puan didampingi sejumlah pejabat pusat seperti Panglima TNi Jenderal Andika Perkasa dan Menteri PUPR Basuki Hadimulyono.
"Ndak ada, sama sekali ndak ada masyarakat dilibatkan," kata Sibukdin.
Juga kepala adat di Pemaluan, Jubain, mengonfirmasi lagi belum ada sosialiasi terkait lahan warga terdampak IKN di kampungnya.
"Sejauh ini enggak ada [sosialiasi ke warga], kita enggak tahu ke depannya bagaimana. Belum pernah ada informasi lagi soal itu," ujar Jubain saat ditelepon lagi pada 10 Maret 2022.
Harmansyah dan Rusli yang satu kampung dengan Sibukdin. Kelompok milenial suku Balik di Kampung Sepaku Lama itu berharap dari pemerintah proaktif menyosialisasikan rencana mereka soal IKN dan dampaknya pada mereka penduduk asli sana. Terutama, bagi kampung-kampung yang didefinisikan negara wilayahnya berada di dalam kawasan budidaya kehutanan.
"Menyambung pernyataan kepala adat sampai saat ini belum ada kepastian hitam di atas putih itu," ujar Rusli yang juga pengurus masjid Darul Ibadah di kampung Sepaku itu, Minggu (13/2/2022)
"Jaminan untuk masyarakat sini," sambung Harmansyah di saat yang sama, "Harapan kami seperti itu."
Baca halaman selanjutnya...
Sementara itu, dari pemerintah pusat mencoba meyakinkan bahwa masyarakat atau penduduk yang semula berada di Sepaku tak akan ditinggalkan.
Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) TNI Moeldoko menjanjikan mulai dari awal pembangunan sampai akhir nanti, sumber daya manusia yang ada di sana tidak boleh diabaikan. Ia menegaskan kehadiran IKN harus betul-betul menjadi faktor pengungkit yang memunculkan keunggulan SDM hingga menyerap tenaga kerja penduduk yang ada di wilayah tersebut.
"Sehingga mereka tidak hanya menjadi penonton, tapi berperan aktif di dalamnya, .sehingga mereka ikut berkontribusi besar di dalam proyek ini," katanya dalam kegiatan Beranda Nusantara: Menuju Ibu Kota Negara Baru, 23 Februari 2022.
Dia pun mengklaim budaya setempat agar tetap terjaga dengan baik, selain meningkatkan pembangunan SDM di sana menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bagi IKN.
"Yang lain adalah kebijakan afirmatif untuk masyarakat pembangunan IKN dan juga modernisasi, penting ini, agar tidak mengalienasi mereka. Jadi jangan sampai meminggirkan mereka," ujar mantan Panglima TNI itu.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan untuk mendukung proyek IKN, pemerintah pun mendorong akulturasi antara penduduk setempat dengan pendatang. Sehingga, sambungnya, harus disiapkan mental yang perlu juga didorong oleh para pemimpin di daerah Kaltim.
"Bagaimana mereka punya pikiran yang open mind, yang terbuka. sehingga bisa menerima, saya yakin itu bisa karena di kalimantan timur ini heterogenitasnya tinggi, secara kultural, mereka tinggi sekali," kata Suharso dikutip dari video saluran Youtube Bappenas bertajuk 'Ibu Kota Negara: Asa di Benuo Taka'.
"Jadi mereka tidak kemudian merasa terasingkan, itu dulu. Jangan sampai ada sesuatu yang baru, orang baru, kemudian mereka merasa, 'Wah kita ini akan didorong dan keluar'. Nah perasaan itu yang tidak boleh ada. Mereka harus siap dengan mental, come on anda datang dan mari bersama-sama membangun," imbuhnya.
Senada pula disampaikan Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara (IKN) Sidik Pramono yang menyatakan pemerintah akan menghormati posisi masyarakat adat di sana. Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai para penduduk, utamanya masyarakat adat itu akan direlokasi dan jaminan atas situs-situs budaya mereka, Sidik belum menjawab lebih lanjut.
"Tentu kita menghormati masyarakat adat yang di sana dihormati. Peran dan fungsinya, hak-haknya juga pasti akan dihormati, tetap dihormati," ujarnya saat dihubungi, 2 Maret 2020.
Sementara itu dari Penajam, Ketua Fraksi PKB DPRD PPU, Irawan Heru mengaku pula berharap penunjukan IKN itu akan menjadi momentum bagi para generasi muda di wilayah itu khususnya.
Irawan mengakui bahwa salah satu persoalan yang kini dihadapi Masyarakat Penajam adalah soal kualitas pendidikan. Untuk itu ia berharap dengan kehadiran IKN dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah PPU.
 Siswa SDN 02 Sepaku mengikuti upacara bendera. Kalimantan Timir, Senin 14 Februari 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Setelah melantik kepala dan wakil kepala badan otorita IKN, Bambang Susantono dan Dhony Rajajoe di Istana, Jakarta, pada 10 Maret 2022, Presiden Jokowi berpesan pada dua orang pilihannya itu. Ia meminta Bambang dan Dhony melibatkan masyarakat dalam pembangunan ibu kota negara baru. Ia ingin sekretariat khusus pembangunan IKN segera dibentuk.
"Saya harapkan nanti Otorita juga bisa untuk deputinya merekrut orang daerah sehingga keterlibatan masyarakat di daerah betul-betul kita libatkan," ucap Jokowi.
Berkaca dari hal tersebut, Bambang a berjanji bakal melibatkan warga lokal dalam proses pembangunan IKN Nusantara. Pemerintah, kata dia, akan membangun sejumlah lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi warga lokal, seperti melalui program vokasi, training, untuk meningkatkan keahlian mereka.
"Sehingga akan ada training-training, upskilling, dan reskilling jadi kita mengharapkan warga yang ada di [IKN] Nusantara tidak hanya menjadi penonton tapi menjadi partisipan aktif dalam pembangunan Nusantara," katanya saat ditemui di Tangerang, Banten, 11 Maret 2022.
Di satu sisi, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur mengkritisi soal para penduduk lokal, utamanya warga adat, yang suaranya tak didengarkan dari awal dalam perencanaan jelang penentuan IKN tersebut hingga kini. Bukan hanya masyarakat yang ada di ring 1 IKN, di Kecamatan Sepaku, mereka yang terdampak dari proyek tersebut di pesisir pun terancam kehidupannya selama pelaksanaan berjalan kelak.
"Ketika teman-teman turun ke lapangan, mereka [warga pesisir[ tak tahu lokasi mereka menjadi [terdampak] wilayah ibu kota baru. Daerah Mentawir, daerah Pantai Lango, pesisir Menwtawir itu masuk wilayah ibu kota (bagian pesisir)," kata Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohanna Tiko saat dihubungi, 3 Maret 2020.
"Itu kan PR besar. masyarakat Balik [di Sepaku] juga mengatakan, 'Kita tidak pernah dilibatkan soal itu, bagaimana ke depan?'," imbuhnya.
Selain itu, sambungnya, peraturan perundang-undangan tak begitu kuat melindungi hak masyarakat adat di Indonesia. Dia lantas menyinggung RUU Masyarakat Adat yang tak rampung-rampung juga dibahas di DPR sejak 2009 silam.
"Nah bagaimana mau ada cerita perlindungan, sementara legitimasi mereka, legalitas mereka secara undang-undang itu belum ada. Baru pake permen, baru dicantolkan di UU kehutanan nomor 41, itu pun sudah diubah dalam omnibus law," katanya.
"Apa yang menjadi dasar dari perlindungan mereka. Mau kemana mereka, seperti apa mereka [setelah ada IKN]?" ujar Yohanna.