Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah menargetkan pembahasan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan (RUU TPKS) tuntas pada 5 April 2022. Sejumlah rangkaian pembahasan pun telah disusun oleh Baleg DPR bersama pemerintah untuk mengejar target tersebut.
Wakil Ketua Baleg DPR Abdul Wahid memaparkan bahwa RUU TPKS memiliki sebanyak delapan materi muatan yang secara garis besar mengatur sejumlah hal. Menurutnya, keberadaan RUU TPKS sedang sangat dinantikan oleh publik yang menantikan kehadiran negara dalam masalah kekerasan seksual.
"Saat ini, RUU TPKS sangat dinantikan masyarakat sebagai wujud keberpihakan negara terhadap permasalahan kekerasan seksual yang semakin banyak terjadi, dan untuk mengatasi kesulitan masyarakat untuk memperoleh keadilan hukum dengan perundang-undangan yang ada," kata Abdul dalam Rapat Kerja bersama Menteri PPPA, Anak Bintang Puspayoga, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia kemudian membeberkan delapan materi muatan RUU TPKS.
Pertama, pengaturan untuk menindak dan merehabilitasi pelaku, menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, mencegah segala bentuk kekerasan seksual, serta mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual.
Kedua, tindak pidana terkait pelecehan non fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, pemaksaan kontrasepsi yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya sementara waktu, pemaksaan kontrasepsi yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, eksploitasi seksual yang dilakukan oleh orang-per orangan, serta eksploitasi yang dilakukan oleh korporasi.
Ketiga, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana kekerasan seksual dilakukan menggunakan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain oleh RUU TPKS.
Kempat, hak korban terdiri dari penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban untuk menjamin hadirnya negara dalam pemulihan hak asasi korban.
Kelima, pencegahan, koordinasi antara lembaga terkait dan pengawasan agar tindak pidana kekerasan seksual tidak terjadi. Enam, peran serta masyarakat dan keluarga dalam upaya pencegahan dan pemulihan korban.
Ketujuh, pendanaan yang berasal dari APBN dan APBD. Kedelapan, pengaturan terkait pemantauan dan peninjauan UU yang dilakukan oleh DPR.
Abdul menambahkan RUU TPKS terdiri dari 12 bab dan 73 pasal. Bab yang terkandung di dalam RUU TPKS ialah ketentuan umum; TPKS; tindak pidana lain yang berkaitan dengan TPKS; penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
Hak Korban, keluarga korban, dan saksi; UPTD PPA; pencegahan, koordinasi, dan pemantauan; peran serta masyarakat dan keluarga; pendanaan; kerja sama internasional; ketentuan peralihan; serta ketentuan penutup.
(mts/ain)