Pemecatan Terawan kini telah mendapat sorotan publik. IDI yang selama ini memilih diam diminta berbicara untuk menghindari spekulasi liar termasuk dugaan aroma politik dalam kasus ini.
Menurut pengamat politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, masyarakat luas ingin mengetahui apakah alasan pemecatan itu sesuai dengan surat yang tersebar luas.
"Mestinya IDI juga bersuara dong, menjelaskan kepada media. Persoalan itu kan bukan hanya persoalan Terawan tapi sudah persoalan publik," kata Ujang kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ujang berpendapat publik akan memprotes IDI jika pemecatan Terawan ini terkait pengembangan Vaksin Nusantara. Menurutnya, bagaimanapun vaksin tersebut dibutuhkan masyarakat.
Menurutnya, alasan pemecatan Terawan karena menjalankan metode cuci otak juga akan ditentang banyak pihak.
"Bos-bos saya kan jadi pasiennya Terawan, jadi saya tahu," ujar Ujang.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan IDI harus bisa membuktikan Terawan melanggar kode etik profesi. Ia mengingatkan pemecatan terhadap Terawan tak boleh berdasar kepentingan politis.
"Mestinya pemecatan itu jangan berkaitan dengan soal politik tapi berkaitan dengan persoalan etik. Kalau tidak ada pelanggaran lalu dipecat itu namanya politis," kata Ujang.
Ujang pun melihat latar belakang Terawan sebagai dokter militer bintang tiga menyulitkan IDI membuka suara ke publik meski surat pemecatan itu sudah diterbitkan. Menurutnya, latar belakang Terawan ini jelas membuat IDI merasa tidak enak.
"Tentu ini punya, mohon maaf, bargaining politik yang tinggi juga. Saya sih melihatnya seperti itu, punya akses dan lobi-lobi juga terhadap lembaga-lembaga lain dan sebagainya," kata Ujang.
Kesulitan semacam ini, kata dia, juga terlihat dalam konflik pada 2018. Saat itu, IDI menjatuhkan sanksi terkait metode cuci otak yang digagas Terawan karena dinilai melanggar etik kedokteran. Namun, sanksi itu urung diterapkan.
Sampai akhirnya pada 2019 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat Terawan sebagai menteri kesehatan. Hal ini membuat IDI tidak berani menindaklanjuti persoalan itu. Namun, setelah Jokowi mencopot Terawan, IDI kembali mengusut Terawan.
Ujang meminta IDI tak berpolitik terkait pemecatan Terawan. Jika memang pemecatan Terawan objektif berdasarkan aturan kode etik kedokteran, maka hal itu harus disampaikan ke publik secara transparan.
"Itu justru lebih bagus. Kita harus terbiasa membangun kejujuran itu," ujarnya.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Ketua MKEK IDI, Djoko Widyarto namun ia belum bisa berkomentar. Sementara itu Ketua Umum PB IDI baru, Adib Khumaidi belum mau merespons konfirmasi yang dilayangkan lewat pesan singkat.
Namun, anggota IDI James Allan Rarung membantah pihaknya berbuat sewenang-wenang terkait pemecatan Terawan. James mengklaim keputusan pemecatan ini sudah melalui proses panjang.
James menyebut sudah tiga kali mengundang Terawan untuk hadir dalam forum pembelaan terkait rekomendasi pemecatannya. Namun, yang bersangkutan selalu mangkir.
Ia berharap Terawan dapat hadir apabila diberikan kesempatan pembelaan diri sesuai Pasal 8 poin 4 Anggaran Rumah Tangga (ART) IDI. Sehingga, kata dia, semua pihak dapat tenang dan masalah bisa terselesaikan dengan baik.
"Perlu diketahui oleh semua pihak, termasuk masyarakat bahwa tidak ada perbuatan kesewenang-wenangan oleh IDI dalam kasus ini. Semuanya sudah melalui proses panjang," kata James.
(iam/fra)