Jejak Panjang Polemik Pemecatan Terawan, Menteri dan DPR Campur Tangan

CNN Indonesia
Jumat, 01 Apr 2022 08:13 WIB
Rekomendasi pemecatan dokter Terawan dari anggota IDI menuai polemik. Tak hanya Terawan dan IDI, DPR turut serta dalam perseteruan ini.
Ilustrasi. Perseteruan IDI dan Terawan belum berakhir
Jakarta, CNN Indonesia --

Polemik pemecatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kian panjang usai campur tangan DPR dan Menteri.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) sebelumnya menyampaikan putusan pemberhentian Terawan melalui Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh 25 Maret. Rekomendasi itu diakui telah berproses sejak 2013.

IDI baru-baru ini telah memberikan sinyal tegas atas hasil putusan MKEK soal pemberhentian Terawan. Organisasi profesi itu memiliki waktu 28 hari sejak putusan rekomendasi pemberhentian Terawan oleh MKEK pada 25 Maret lalu melalui sidang Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau peluang menolak [pemberhentian Terawan] tentu tidak ya. Karena kami menjalankan amanat mutlak Muktamar, dan hal ini akan kami diskusikan termasuk beberapa administrasi yang akan kami siapkan," kata Juru Bicara PB IDI untuk Sosialisasi Hasil Muktamar IDI Ke-31 Beni Satria saat ditemui CNNIndonesia.com di Kantor PB IDI, Jakarta Pusat, Kamis (31/3).

Menurut Beni, IDI sempat mendapatkan desakan terkait rekomendasi pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI. Desakan itu meminta IDI agar menolak putusan MKEK tersebut.

Ia menyatakan pihaknya mendapatkan pesan desakan dari sejumlah pihak yang tak ingin ia sebutkan. Namun Beni memastikan, tak ada anggota IDI yang mendapatkan desakan bersifat ancaman yang ekstrim.

"Desakan khusus untuk menganulir putusan tentu itu kami terima, baik dari japri by phone. Tetapi kami tetap menjelaskan bahwa bukan keputusan PB IDI, juga bukan keputusan pribadi ketua MKEK yang saat ini sedang menjabat," lanjutnya.

Beni melanjutkan, apabila memang banyak pihak yang menginginkan pembatalan pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI, maka harus ada forum baru yang disepakati bersama untuk membahas atau merevisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta tata laksana organisasi.

Poin Alasan Usulan Pemberhentian Terawan dari IDI

Rekomendasi pemberhentian Terawan diusulkan MKEK dengan lima faktor penyebab. Pertama, Terawan disebut belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi sesuai SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 sampai hari ini.

Kedua, Terawan disebut telah melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitian mengenai vaksin itu selesai.

Ketiga, Terawan bertindak sebagai Ketua dari Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) yang dibentuk tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan Tatalaksana dan Organisasi (ORTALA) IDI dan proses pengesahan di Muktamar IDI.

Keempat, Terawan menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 163/AU/Sekr PDSKRI/XII/2021 pada tanggal 11 Desember 2021, yang memuat instruksi 'kepada seluruh ketua cabang dan anggota PDSKRI di seluruh Indonesia agar tidak merespon ataupun menghadiri' acara PB IDI.

Dan kelima, Terawan mengajukan permohonan perpindahan keanggotaan dari IDI Cabang Jakarta Pusat ke IDI Cabang Jakarta Barat.

Nasib Izin Praktik Terawan Usai Pemberhentian

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria juga merespons pertanyaan publik soal nasib Surat Izin Praktik (SIP) Terawan pasca usulan pemberhentian. Beni kemudian menjelaskan bahwa sedari awal pemberian SIP merupakan kewenangan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan setempat.

Sementara IDI hanya berwenang mengeluarkan surat rekomendasi sebagai syarat pengajuan atau perpanjangan SIP dokter. Hal itu menurutnya telah termaktub dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Perlu dilihat kembali di dalam UU Praktik Kedokteran di pasal 37 dan pasal 38, jelas bahwa SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah. Jadi memang izin itu ranah dan domain pemerintah," kata Beni.

Di dalam UU Nomor 24 tahun 2009 Bab VII tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, Bagian Kesatu, Surat Izin Praktik. Dijelaskan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP.

Pasal 37 Ayat (1) menyatakan bahwa SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. Pada Ayat (2) kemudian dijelaskan bahwa SIP dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak tiga tempat.

Dan Ayat (3) menyebutkan bahwa satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik. Beni kemudian kembali mengingatkan bahwa pihaknya hanya memberikan surat rekomendasi sesuai yang tercantum dalam Pasal 38.

Yang menyebutkan, untuk mendapatkan SIP dokter maupun dokter gigi harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang masih berlaku. Kemudian mempunyai tempat praktik, dan juga memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

"Izin untuk sejawat kami [Terawan] ini masih tetap berlaku sampai 2025. Terkait kemudian pemerintah sikapnya seperti apa itu domainnya pemerintah. Tentu kami domainnya pembinaan etik yang bagi kami, dokter yang melanggar etik dengan bukti kuat kemudian kami rekomendasikan, tentunya ini yang harus menjadi pertimbangan pemerintah juga," jelasnya.

Adapun menyinggung peluang UU Praktik Kedokteran akan direvisi ke depannya, Beni mengaku tak mempermasalahkan itu lantaran ia menyerahkan kebijakan pembuatan UU kepada pemerintah. Hanya saja, ia memastikan bahwa prosedur yang dipakai IDI saat ini masih bersumber pada UU Nomor 29 Tahun 2004.

Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Putu Moda Arsana sebelumnya juga membeberkan dampak dari polemik rekomendasi MKEK soal pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI.

Putu menjelaskan, apabila seorang dokter final 'dipecat' dari IDI, maka dokter tersebut bakal kesulitan mengajukan perpanjangan SIP yang memerlukan rekomendasi dan surat keterangan dari IDI.

KKI, kata dia, hanya akan menerbitkan STR. Apabila seorang dokter memerlukan SIP, maka setidaknya harus memenuhi syarat, seperti STR hingga Sertifikat Kompetensi (Serkom) yang harus didapatkan seorang dokter melalui Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) dan dikeluarkan oleh Kolegium Dokter Indonesia.

Putu melanjutkan sesuai UU Nomor 29 tahun 2004, IDI memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi Satuan Kredit Profesi (SKP) yang bakal menjadi modal perpanjangan SIP. Dengan demikian, seorang dokter harus menjadi anggota IDI untuk mendapatkan SKP tersebut.

Menyinggung kasus Terawan, Putu memastikan STR Terawan hingga saat ini masih aktif. Adapun untuk SIP, apabila contohnya masa berlaku habis pada 2025, maka masih ada tiga tahun ke depan bagi dokter yang dipecat untuk masih berpraktik di fasilitas kesehatan .

"Nah, itu masalahnya. Menurut UU, itu dibutuhkan, dan kalau tidak menjadi anggota yang akan memberikan rekomendasi siapa. Untuk itu, kekuasaan IDI sebagai organisasi sangat besar," jelas Putu beberapa waktu lalu.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Rencana Revisi UU

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER