ANALISIS

Dilema BLT ala Jokowi di Tengah Lonjakan Harga

CNN Indonesia
Kamis, 07 Apr 2022 07:50 WIB
Sejumlah pakar menilai kebijakan BLT ala Jokowi menujukkan wajah inkonsistensi di tengah isu jabatan Presiden 3 periode yang menguat. Foto: ANTARA FOTO/BPMI-Muchlis Jr
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 20,5 juta keluarga miskin penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Bantuan juga diberikan ke 2,5 juta pedagang gorengan. BLT itu akan diberikan sekaligus sebesar Rp300 ribu.

Kebijakan BLT ala Jokowi ini membuat politikus PDIP itu seperti menjilat ludah sendiri. Saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengkritik kebijakan BLT era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kompensasi kenaikan BBM subsidi pada Juni 2013.

Dengan yakin, Jokowi kala itu menyebut BLT lebih baik disalurkan kepada pengusaha dan rumah tangga produktif.

Kritik Jokowi yang menyindir SBY itu kini viral di media sosial. Sejumlah netizen menyentil sikap Jokowi yang kini malah memilih menyalurkan BLT dan dianggap tak konsisten.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati melihat langkah Jokowi menggelontorkan BLT sebagai bentuk kegamangan dan perubahan arah kebijakan Jokowi seiring waktu.

"Artinya perubahan ini menunjukkan bahwa Pak Jokowi dihadapkan pada dilema sebenarnya. Dilema tetap memenuhi kebutuhan pasar dan juga berupaya mempertahankan legitimasinya," sahutnya.

Sementara peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, tak kaget dengan inkonsistensi Jokowi. Menurutnya, bukan kali pertama Jokowi menunjukkan wajah beda pendiriannya.

Bawono kembali mengungkit soal janji Jokowi pada 2014 yang mengatakan tidak ingin menteri di kabinetnya menjabat sebagai ketua umum partai. Selang waktu lima tahun, Jokowi menjilat ludahnya sendiri dengan memasukkan beberapa ketum parpol ke dalam kabinetnya.

"Jadi inkonsistensi itu selalu ada dan menurut saya sih memang jelas ditunjukkan wajah inkonsistensi Presiden Jokowi itu semakin jelas makin ke sini. Baik inkonsistensi kebijakan di bidang politik maupun bidang ekonomi," ucap Bawono pada CNNIndonesia.com, Rabu (6/4).

Meskipun, Bawono menyadari bahwa inkonsistensi Jokowi adalah perilaku umum elite politik saat ini. Artinya, nyaris tak ada elite politik yang konsisten sebab medan politik selalu membutuhkan negosiasi dan tawar menawar kepentingan.

"Politik itu sebenarnya bukan hal yang menuntut konsistensi, bukan hal yang memungkinkan kita untuk bersikap konsisten, pasti ada tawar menawar, ada adjustment-adjustment, ada negosiasi, kita enggak mungkin konsisten kalau di dalam politik itu ya, termasuk Pak Jokowi," sambungnya.

BLT di Tengah Isu Jokowi Tiga Periode

Lebih jauh, Bawono menganggap kebijakan BLT Jokowi sebagai upaya untuk menghindari letupan konflik yang lebih luas. Pasalnya, pada saat bersamaan dengan kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng, isu perpanjangan masa jabatan Jokowi 3 periode pun ikut meroket, meski belakangan Jokowi meminta anak buah setop bicara soal perpanjangan masa jabatan.

Bawono melihat sulitnya akses bahan pangan akan menjadi salah satu penyulut gejolak sosial yang lebih besar terjadi.

"BLT ini dikeluarkan oleh presiden agar jangan sampai di satu sisi ada isu yang kontroversial dalam bidang politik, isu yang potensi dapat resistensi publik luas yaitu perpanjangan masa jabatan presiden, dan di sisi lain ada persoalan pangan," ujar Bawono.

Menurutnya, Jokowi harus berkaca pada krisis ekonomi dan politik era Soeharto tahun 1997-1998 yang melengserkan posisinya sebagai presiden. Kala itu, kejenuhan pada pemerintahan Soeharto dibarengi dengan kesulitan bahan pangan dan meroketnya harga di pasaran.

Saat ini, Bawono menilai kebutuhan minyak goreng didominasi oleh kalangan menengah ke bawah yang tidak memiliki banyak alternatif. Termasuk, pedagang-pedagang rumahan seperti warung kaki lima.

Sehingga ketika akses terhadap bahan pokok atau minyak goreng semakin sulit dan masyarakat merasakan kesulitan mencari penghasilan, rentan muncul keresahan serta ketidakpuasan pada pemerintah.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Delegitimasi Rakyat Terhadap Jokowi Bisa Meningkat


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :