Imunisasi dan Upaya Membentengi Anak dari Penyakit
Rita Zulhemi masih ingat betul puluhan anak meninggal dunia usai menderita penyakit difteri medio 2017 lalu. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang dan mengganggu sistem pernapasan bayi.
Kala itu penularan difteri tengah melonjak hingga pertengahan 2018. Indonesia pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri pada sekitar tahun 1990.
Sempat mereda, penyakit itu muncul lagi pada 2013, dan kembali menjadi 'musuh' yang harus diperangi lima tahun lalu.
Rita mencatat sejumlah bayi di wilayah Jakarta Selatan meninggal dunia usai terkonfirmasi mengidap difteri saat itu. Ia menduga anak-anak itu menderita difteri karena tak menerima imunisasi yang seharusnya menjadi hak wajib anak.
Saat ini Rita menjadi penanggung jawab Program Imunisasi Puskesmas Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
Rita mengatakan bayi berusia 0-18 bulan wajib mendapat imunisasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) sebanyak tiga kali. Sebagai imunisasi lanjutan, vaksin DPT bisa didapat sekali lagi saat usia anak mencapai 18 bulan.
"Dengan tidak imunisasi, akibatnya terlihat pada pandemi virus corona (Covid-19) seperti ini anak tidak punya kekebalan, jadi dia mudah tertular," kata Rita saat berbincang kepada CNNIndonesia.com baru-baru ini.
Kendati KLB difteri tidak sebanyak Covid-19, tetap saja kematian tak bisa disepelekan. Anak yang terpapar difteri biasanya menunjukkan gejala aktif yang mirip.
Mereka akan merasa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Namun dalam kasus yang parah, infeksi yang disebabkan bakteri Corynebacterium dapat menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf.
Rita menyebut masih banyak orang tua yang menolak si kecil mendapat vaksin atau biasanya mereka disebut kelompok antivaksin. Mereka yang menolak kerap mempertanyakan kehalalan vaksin seperti pada imunisasi menggunakan vaksin campak dan rubella atau MR.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2016 telah menetapkan fatwa imunisasi yang mensyaratkan dua kondisi. Pertama Al-Dlarurat, yakni kondisi keterpaksaan apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia.
Kemudian kedua, al-Hajat, kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.
Pun dalam kasus vaksin Covid-19, MUI menegaskan vaksin nonhalal boleh digunakan selama tidak ada alternatif lain atau ketersedian vaksin.
"Kemarin ada antivaksin di kelurahan Cipete Selatan. Tapi dia akhirnya mau divaksin termasuk vaksin Covid-19. Nah, mungkin ini juga salah satu keuntungan pandemi jadi semua punya awareness ya," ujar Rita.
Imunisasi untuk Buah Hati
Rita menjelaskan pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, setiap anak harus mendapat imunisasi dasar.
Imunisasi dasar ini untuk mencegah penyakit poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, campak, hingga pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib). Imunisasi itu wajib diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun.
Setelah imunisasi dasar, ada lagi imunisasi lanjutan yang diberikan kepada anak usia di bawah dua tahun (baduta), anak usia sekolah dasar (SD), dan wanita usia subur.
Imunisasi pada baduta diberikan untuk melawan penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak.
Imunisasi anak SD terdiri atas imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri yang akan diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS). Program ini diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah.
Sementara imunisasi pada wanita usia subur diberikan untuk mencegah penyakit tetanus dan difteri.
"Ada pula imunisasi khusus yang dilakukan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu dan pada situasi tertentu," ujarnya.
Menurut Rita, imunisasi khusus diberikan antara lain saat persiapan keberangkatan calon jemaah haji atau umroh. Mereka akan mendapat imunisasi terhadap meningitis meningokokus, yellow fever atau demam kuning, rabies, dan poliomyelitis.
Imunisasi khusus juga diberikan untuk persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemik penyakit tertentu, dan kondisi KLB atau wabah tertentu seperti pandemi virus corona yang menuntut masyarakat wajib vaksin Covid-19 saat ini.
Imunisasi Turun selama Pandemi
Rita mengakui kunjungan orang tua dan bayi yang wajib imunisasi dasar maupun lanjutan mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 melanda RI 2020 lalu. Di Puskesmas Kecamatan Cilandak, layanan imunisasi turun hingga 40 persen selama pandemi.
Menurutnya, sejumlah orang tua merasa khawatir mendatangi fasilitas kesehatan (faskes) seperti puskesmas maupun posyandu. Meskipun, mereka akhirnya melaksanakan imunisasi di klinik bidan mandiri.
"Kalau di Puskesmas begini kan gratis ya, kalau di klinik swasta itu berbayar. Mungkin orang tua merasa lebih aman ya, makanya mereka ke situ," ujarnya.
Merujuk laporan kolaborasi Unicef dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dirilis Agustus 2020 lalu, sekitar 90 persen anak diimunisasi di fasilitas umum sebelum pandemi Covoid-19.
Rinciannya 75 persen di posyandu, 10 persen di puskesmas, 5 persen di polindes dan 10 persen anak-anak lainnya diimunisasi di klinik dan rumah sakit swasta.
Laporan itu berdasarkan wawancara terhadap 12.641 orang tua dan pengasuh yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sementara selama pandemi, orang tua lebih banyak mendatangi klinik dan rumah sakit swasta untuk imunisasi untuk anak mereka, dengan persentase lebih dari 43 persen. Sisanya 29 persen di puskesmas dan 21 persen posyandu.
"Selama pandemi seperti ini, saya telah membawa anak saya untuk diimunisasi di klinik bidan yang lebih sepi dibandingkan di rumah sakit atau puskesmas," ujar salah satu responden project Unicef dan Kemenkes itu.
Sulis (24), seorang ibu yang membawa anaknya ke Puskesmas Kecamatan Cilandak, mengaku tak khawatir membawa buah hatinya pergi ke faskes untuk imunisasi dasar, lantaran saat ini kasus Covid-19 kembali turun signifikan.
Beberapa bulan sebelumnya ia mengaku masih takut membawa anak perempuannya itu ke puskesmas. Namun, Sulis memantapkan tekadnya dengan berbekal masker baik untuknya dan si kecil.
"Karena kan di puskesmas gratis ya, dan dekat dari rumah juga. Awalnya takut ya khawatir begitu, tapi sekarang Insyaallah semoga aman," ujar Sulis.