Kenapa Orang Papua Menolak Otsus dan Pemekaran Wilayah DOB?

CNN Indonesia
Rabu, 11 Mei 2022 10:13 WIB
Tak sedikit warga Papua menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) alias pemekaran wilayah dan mendesak pencabutan Otonomi Khusus (Otsus) di Bumi Cendrawasih
Pemerintah berdalih pemekaran demi kesejahteraan masyarakat Papua (CNN Indonesia/ Huyogo)

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menilai rencana pemekaran di Papua justru bukan melahirkan solusi, melainkan malah menjadi masalah baru yang menyulut konflik bersenjata tak kunjung reda di Bumi Cendrawasih.

Usman juga menilai pengesahan RUU soal pemekaran tiga provinsi di Papua itu cacat prosedural dan material. Disebut cacat prosedural karena dibuat dan disepakati tanpa partisipasi dan konsultasi orang asli Papua setidaknya MRP. Padahal kebijakan itu berdampak besar bagi mereka.

Kemudian disebut cacat material karena RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah itu menggunakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang materinya sedang diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa makin keras penolakan terhadap daerah otonomi baru (DOB), bahkan terhadap Otsus itu sendiri," kata Usman, Kamis (7/4) malam.

Diketahui, pada September 2021, MRP melayangkan permohonan uji materiil UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua ke MK. Salah satu pasal yang digugat yaitu terkait wewenang pemekaran wilayah di Papua.

Usman juga curiga, ambisi pemerintah melakukan pemekaran di Papua terkait dengan proses perizinan penambangan di Blok Wabu. Selama 2-3 tahun terakhir, kata dia, ada tarik ulur antara Kementerian ESDM dengan Gubernur Papua soal penambangan di tempat tersebut.

Dengan kondisi itu, ia menduga pemerintah mengambil jalan pintas dengan pemekaran wilayah agar izin mudah diberikan. Untuk itu, Usman meminta agar pemerintah dan DPR segera mengundang MRP dan Gubernur Papua. Sementara kesepakatan RUU pemekaran itu dibatalkan, setidaknya menunda rencana itu sampai putusan MK terbit.

Berpotensi Picu 'Api' di Daerah Konflik

Ketua Kajian Papua dari LIPI Adriana Elisabeth menilai rencana pemerintah menyepakati pemekaran di Papua merupakan langkah yang kurang cermat. Ia menyebut, perlu ada kajian secara spesifik terkait rencana pemekaran terutama di tanah Papua yang merupakan daerah konflik.

Rencana pemekaran di Provinsi Papua Tengah dan Papua Pegunungan Tengah kemungkinan akan malah memicu konflik senjata semakin panas, sementara untuk Papua Selatan menurutnya akan 'adem' lantaran minim daerah konflik di sana.

Kesepakatan untuk melakukan pemekaran di Papua menurutnya bukanlah sebuah solusi apik yang ditawarkan pemerintah saat ini. Namun malah ada kekhawatiran lebih serius dibandingkan nilai kemanfaatannya lantaran masih ada sejumlah poin yang tidak dilakoni pemerintah dalam melakukan pemekaran di daerah konflik.

"Karena di daerah konflik akan ada persoalan perspektif korban atau kacamata aktivis yang mengkhawatirkan ini pasti akan ada penambahan markas Kodam dan sebagainya. Padahal masyarakat Papua sebagian masih sangat traumatik," kata Adriana.

Dalih Pemerintah Otsus dan DOB Demi Kesejahteraan Papua

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kala itu mengklaim UU Otsus Papua yang baru disahkan merupakan wujud komitmen pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di provinsi paling timur tersebut.

Tito mengatakan pihaknya berpijak pada semangat untuk melindungi dan menjunjung harkat serta martabat orang asli Papua. Pihaknya juga berpijak pada percepatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua.

Mantan Kapolri itu juga janji bakal menyosialisasi UU Otsus Papua yang baru ini kepada seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. Ia akan menyusun peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut mengungkapkan bahwa keutuhan NKRI adalah alasan utama pemerintah dalam menyusun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 mengenai Otsus Papua.

Mahfud mengklaim pemerintah dan masyarakat Indonesia telah sepakat menjadikan Papua yang saat ini terbagi menjadi dua provinsi akan dimekarkan menjadi beberapa provinsi. Setiap provinsi itu, kata Mahfud, akan menjadi daerah yang menyandang otonomi khusus.

Menurutnya, UU Otsus Papua telah mengatur arah pembangunan Papua secara menyeluruh. Ia juga menyebut pembangunan ini dilakukan menggunakan pendekatan kesejahteraan melalui peneguhan di berbagai sektor seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

"Pemerintah dan rakyat Indonesia telah sepakat menjadikan tanah Papua yang saat ini masih terdiri dari dua Provinsi akan dimekarkan menjadi beberapa provinsi lagi," kata Mahfud.

Perihal pemekaran wilayah Papua, Mahfud juga mengklaim 82 persen rakyat Papua meminta pemekaran atau pembentukan DOB. Menurutnya, hasil itu diperoleh dari survei yang dilakukan oleh lembaga kepresidenan. Namun ia tak merinci kapan survei dilakukan dan berapa banyak responden yang dilibatkan.

Mahfud lalu mengatakan pro dan kontra yang terjadi saat ini dalam merespons wacana pembentukan daerah otonom baru Papua merupakan hal yang biasa. Ia mengatakan, jumlah publik yang setuju dan tidak setuju terhadap wacana pembentukan daerah otonom baru Papua sama.

(khr/isn)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER