Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan telah resmi mengganti 22 nama jalan di wilayah ibu kota negara tersebut.
Imbas penggantian nama tersebut, warga pun harus bersiap untuk mengubah dokumen kependudukan mereka.
Bukan hanya dokumen kependudukan saja seperti KTP atau Kartu Keluarga, semua surat-suratan yang memiliki identitas alamat pun harus diubah. Beberapa lainnya seperti STNK, BPKB, akta tanah, hingga akta perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, hal tersebut menjadi 'persoalan' terbaru di mata rakyat Jakarta.
Meskipun demikian, Anies menjamin warga tak akan dipersulit untuk mengubah data alamat pada dokumen kependudukan mereka. Dan, itu semua tak dipungut biaya.
Berangkat dari polemik tersebut, CNNIndonesia.com lantas meminta tanggapan kepada sejumlah warga yang terdampak oleh kebijakan perubahan nama jalan tersebut.
Setiawati (65), yang seumur hidup tinggal di Jalan Cikini VII, Menteng, Jakarta Pusat, mengaku sejak awal dirinya sudah tidak setuju dengan langkah Pemprov DKI Jakarta itu. Jalan tempat tinggalnya itu diubah Anies menjadi Jalan Tino Sidin.
Sebagai informasi, Tino Sidin merupakan seorang pelukis legendaris di Indonesia. Ia dikenal lewat acara edukasi di saluran televisi TVRI berjudul Gemar Menggambar pada dekade 1980an.
Ketidaksetujuan itu, kata Setiawati, semakin mencuat ketika para warga yang terdampak kemudian masih diwajibkan untuk melakukan perubahan pencatatan pada dokumen administrasi.
"Kita yang enggak tahu apa-apa, terus ketika sudah dilakuin kita juga yang diribetin karena disuruh ubah ini-itu," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).
Ia menilai, seharusnya Pemprov DKI Jakarta telah mempertimbangkan lebih dahulu pelbagai dampak yang mungkin terjadi akibat perubahan nama jalan itu. Termasuk soal perubahan data administrasi kependudukan warga.
Oleh sebab itu, menurutnya sudah menjadi kewajiban Pemprov DKI untuk mengakomodasi seluruh proses perubahan dokumen milik warga. Salah satunya yakni dengan langsung memproses perubahan tersebut tanpa menunggu ada permintaan dari warga terkait.
"Seharusnya udah mereka yang bagiin sendiri ke masyarakat setempat. Karena yang berubah cuma nama jalannya saja, sementara data-data kita yang lain enggak," jelasnya.
![]() |
Sementara itu, Suyatno Wibobo (41), pemilik toko kelontong di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan mengaku khawatir akan kesulitan mengurus perubahan pada pelbagai dokumen administrasi kependudukan.
Jalan Warung Buncit Raya diubah namanya menjadi Jalan Hj Tutty Alawiyah. TuttyAlawiyahmerupakan mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota MPR dari tahun 1992 hingga 2004 dari Utusan Golongan.
Suyatno mengaku pesimistis dengan klaim Anies bahwa proses pengurusan dokumen tersebut tidak akan membebani warga. Pasalnya, ia menilai praktik di lapangan belum tentu semudah pernyataan yang dibilang pemerintah.
Belum lagi, kata dia, proses pengurusan dokumen administrasi tersebut juga melibatkan instansi lain di luar Pemprov DKI seperti kepolisian.
"Karena selama ini kan memang ribet! Prosesnya panjang dan yang pasti enggak cukup sehari. Sementara yang berubah kan bukan cuma satu RT atau RW," jelasnya.
Di sisi lain, Suyatno juga menilai sosialisasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta terkait perubahan nama jalan tersebut masih belum menyeluruh di masyarakat.
Sebab, ia yang sudah tinggal selama 20 tahun di Warung Buncit Raya saja baru mengetahui kabar perubahan nama jalan tersebut pada Selasa (28/6). Padahal peresmian itu telah dilakukan Anies pada Senin (20/6).
Belum lagi sebagai yang paling terdampak oleh kebijakan tersebut, ia dan warga lainnya mengaku tidak pernah ikut dilibatkan dalam proses perubahan nama tersebut.
"Saya aja baru tahu kalau ternyata udah benar-benar diubah. Kirain baru sebatas wacana aja. Bisa jadi ada banyak yang seperti saya yang enggak tahu kalau harus diubah juga dokumennya," tuturnya.
![]() |
Berlanjut ke halaman berikutnya...