Jakarta, CNN Indonesia --
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta berencana memisahkan tempat duduk penumpang perempuan dan laki-laki di angkutan kota (angkot) demi mencegah pelecehan seksual. Rencana ketentuan ini menimbulkan dilema di tengah masyarakat.
Sebagian penumpang menyambut baik aturan ini karena dirasa memberikan rasa aman. Namun, para sopir angkot, khususnya yang reguler (non-JakLingko) merasa terbebani dengan aturan tersebut.
Seperti Tuani (32), seorang sopir angkot reguler nomor 27 trayek Pulo Gadung-Kampung Melayu. Ia mengaku belum mengetahui kabar kebijakan itu. Namun menurutnya, kebijakan tersebut memberatkan dan akan berpengaruh kepada setorannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memberatkan. Soalnya kalau penumpang [perempuan] naik di sini [bangku kanan] ibaratnya kosong, di sana [bangku kiri] udah penuh. Sementara di sini [bangku kanan] cuma dua cowok, kalau enggak dinaikin [penumpang perempuannya] ya rugi kita," ujar Tuani kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/7).
Tuani mengatakan pemerintah sebaiknya menjaring aspirasi warga sebelum membuat kebijakan. Sebab, kebijakan pemerintah akan berdampak terhadap kehidupan warga.
"Tanya dulu, kalau mau pemerintahnya mau bayar setoran enggak apa-apa. Ya jangan bikin peraturan doang, mau gak pemerintahnya itu bayar setoran? Jangan lihat ke atas, lihat dulu ke bawah rakyatnya," ujarnya.
Pendapat serupa juga disuarakan oleh sesama sopir angkot reguler nomor 27 lain, yakni Agus (55). Ia mengaku kurang setuju terhadap kebijakan pemisahan tempat duduk penumpang perempuan dan laki-laki di angkot.
Namun, Agus merasa pendapatnya sebagai rakyat kecil tak akan mengubah keputusan yang telah diambil pemerintah.
"Enggak setuju. Walaupun enggak setuju juga percuma, enggak bakal bisa mengubah keputusan. Orang susah mah tinggal ikutin aja. Mau dibikin apa saja terserah yang punya hak saja," kata Agus.
Menurutnya, pemisahan tempat duduk ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap berkuranganya kasus pelecehan seksual. Agus berpendapat, pelecehan seksual terjadi di mana saja.
"Enggak bakal bisa mengubah kejahatan begitu mah. Enggak bakal bisa. Coba saja. Kalau kejahatan di mana saja ada. Jangankan di angkot, di kantor aja banyak kan," tuturnya.
 Sopir angkot JakLingko Muhammad Rizki (31) menyambut baik kebijakan pemisahan tempat duduk penumpang perempuan dan laki-laki, Selasa (12/7). (CNN Indonesia/Poppy Fadhilah). |
Lain halnya dengan Muhammad Rizki (31), sopir JakLingko Jak.24 trayek Senen-Pulo Gadung (Via Kelapa Gading) yang menyambut baik rencana tersebut. Ia bahkan menyarankan bangku depan penumpang diprioritaskan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan penumpang membawa anak.
"Kalau mau laki-laki di sebelah kiri, perempuan di sebelah kanan. Karena penumpang perempuan itu lebih banyak daripada laki-laki. Penumpang laki-laki palingan sedikit, bangku tiga juga cukup. Mendingan perempuan di bangku lima. Di depan kan prioritas, ibu hamil, membawa anak, ibu menyusui," kata Rizki.
Dia menjelaskan sepi atau tidaknya penumpang JakLingko tak akan berpengaruh dengan pendapatannya. Hal ini berbeda dengan sopir angkot reguler.
Aspirasi Para Penumpang
Selain sopir angkot, kebijakan ini juga mendapat respons dari masyarakat menggunakan jasa angkot dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Yunita, kebijakan itu memberikan rasa aman kepada penumpang.
"Lebih baik karena itu lebih aman. Karena laki-laki sama perempuan itu dipisahkan. Baik untuk mencegah pelecehan seksual," ujar Yunita.
Dia mengaku tak pernah mengalami pelecehan seksual selama menggunakan angkot JakLingko. Ia pun mengaku lebih was-was ketika menggunakan angkot reguler dibandingkan JakLingko.
Rasa takut juga dirasakan Rica (28) ketika menggunakan angkot. Rica mengaku takut dengan penumpang yang memang sejak awal memiliki niat jahat seperti melakukan pelecehan seksual ataupun tindak kejahatan lainnya.
Rica mengatakan jika sudah merasa tidak nyaman, ia memilih turun dari angkot dan menunggu angkot lain.
"Setuju saja dengan kebijakan ini, jadi lebih baik. Aku enggak suka kalau misalkan terlalu banyak laki-laki. Aku lebih baik turun atau enggak nunggu angkot yang lain. Udah biasa juga dari lama," ucap dia.
Di sisi lain, ada juga penumpang yang kurang setuju dengan kebijakan ini, seperti Ninda (42). Dibanding pemisahan tempat duduk, ia menilai lebih baik ada angkot khusus untuk perempuan.
"Kayaknya sih kurang, mendingan khusus satu armada itu perempuan saja di satu kendaraan itu. Soalnya kalau dipisah juga ribet juga. Kayaknya kita lebih nyaman kalau perempuan semua. Walaupun sopirnya cowok, kan di depan. Tapi kalau khusus satu mobil untuk perempuan saja sih kayaknya lebih enak juga," jelas Ninda.
Meskipun nantinya angkot khusus perempuan hanya ada sedikit, Ninda tak masalah untuk menunggu asalkan jadwal operasional angkot jelas.
Layaknya penumpang perempuan lain, Ninda juga memiliki rasa takut ketika menggunakan angkot. Ia menilai kebanyakan pelaku kejahatan seksual adalah penumpang laki-laki atau sopir angkot tembak atau cadangan.
Ide armada khusus perempuan juga diutarakan Jamalius (65). Ia menilai pemisahan tempat duduk di sebelah kanan dan kiri bagi penumpang di angkot tetap memungkinkan terjadinya pelecehan seksual.
"Ya kalau kanan kiri itu sama juga, angkotnya itu kan ruangnya terbatas, kecil. Kalau dicampur-campur ya sama saja. Baiknya khusus perempuan saja kalo bisa," terang Jamalius.
Jamalius mengaku tak keberatan untuk bersabar dan menunggu sedikit lebih lama ketika nantinya sebagian angkot dibuat khusus perempuan.
Adapun Dishub DKI Jakarta tengah menyiapkan petunjuk teknis untuk pelaksanaan aturan pemisahan tempat duduk laki-laki dan perempuan di angkot ini.
Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, Senin (11/7), mengatakan kebijakan ini diambil karena ada pelecehan seksual di dalam angkot. Ia berharap kejadian serupa bisa diminimalisasi. Menurut rencana, petunjuk teknis diterbitkan pada pekan ini.