Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPP Granat) Henry Yosodiningrat membeberkan alasan dirinya mau membela eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran gelap narkoba.
Henry yang juga advokat itu menjadi pengacara Teddy yang telah menjadi tersangka Polda Metro Jaya dalam dugaan peredaran narkoba. Henry mengaku sudah cukup lama dengan Teddy, yakni sejak jenderal bintang dua itu masih di tingkat perwira pertama. Itulah yang diklaimnya menjadi salah satu alasan menerima pinangan menjadi pengacaranya.
"Saya kenal Teddy Minahasa sejak dia pangkat AKP [Ajun Komisaris Polisi]. Saya tahu dia seorang yang taat beribadah, tidak alasan untuk saya untuk tidak percaya dengan sumpahnya. Sehingga kesimpulan saya, saya terima," kata Henry kepada wartawan di Pengadilan Jakarta Selatan, Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Henry mengaku bersedia jadi kuasa hukum dalam kasus dugaan peredaran narkoba itu setelah mendengar keterangan dari istri Teddy Minahasa. Oleh karena itu, lanjutnya, dia membantah jumlah honor yang membuatnya bersedia menjadi pengacara Teddy.
"Dan bukan karena honorarium. Sampai detik ini kami tidak bicara honor. Saya bukan dibayar, tidak ada saya dibayar, enggak," klaimnya.
Henry juga tak menampik kabar soal kritik yang dialamatkan padanya--selaku aktivis antinarkoba--ketika mau menjadi kuasa hukum Teddy. Bahkan, sambungnya, protes juga datang dari organisasi antinarkoba yang ia dirikan, Granat.
Dia pun mengklaim ada beberapa anggota Granat di daerah keluar dari lembaga swadaya itu karena keputusannya membela Teddy.
Henry kemudian membeberkan pengakuan dari pihak Teddy Minahasa. Pertama, Teddy mengaku bukan seorang pengguna narkoba. Jejak narkoba yang terdeteksi dalam urine Teddy menurutnya merupakan efek dari bius.
Teddy menjelaskan pada 12 Oktober harus menjalani tindakan suntik lutut, spinal, dan engkel kaki di Vinski Tower, Jakarta Selatan. Dia mengaku dibius total selama dua jam.
Keesokan harinya, Teddy mengaku harus menjalani tindakan perawatan akar gigi di RS. Medistra, Jakarta Selatan. Saat itu, disebutkan Teddy juga dibius total selama 3 jam.
Kemudian pada Kamis (13/10/2022) sepulang dari RS Medistra, Teddy mengaku langsung ke Divisi Propam Mabes Polri untuk mengklarifikasi tuduhan membantu mengedarkan narkoba. Namun, kala itu, Teddy juga diambil sampel darah dan urine terlebih dulu. Itulah, klaimnya, karena perawatan kesehatan yang dilakukan sebelumnya yang membuat dia jadi terdeteksi positif kandungan narkoba.
Kedua, Henry menjelaskan kliennya juga menampik soal aksi sebagai pengedar narkoba. Menurutnya, Teddy awalnya hanya berencana untuk melakukan operasi penyamaran atau undercover buy guna menangkap Anita alias Linda.
Linda--menurut keterangan Teddy--merupakan seseorang yang disebut pernah menipu dia soal informasi penyelundupan narkoba seberat 2 ton melalui jalur laut pada 23 Juni 2022.
Informasi Linda tersebut ternyata berujung membuat Teddy rugi hampir Rp20 miliar untuk biaya operasi penangkapan di Laut China Selatan dan sepanjang Selat Malaka. Uang kerugian Rp20 miliar itu diklaim berasal dari kantong pribadi Teddy.
Lihat Juga : |
Beberapa waktu kemudian, Linda menghubungi Teddy terkait penjualan pusaka kepada Sultan Brunei Darussalam. Linda pun meminta biaya operasional kepada Teddy untuk berangkat ke Brunei Darussalam.
Teddy tak mengamininya, justru meminta Linda berkenalan dengan Kapolres Kota Bukittinggi AKBP D karena memiliki barang sitaan narkoba.
Teddy, kata Henry, mengklaim implementasi dari teknik operasi terselubung oleh AKBP D tidak dilakukan secara prosedural.
"Terkait dengan keterlibatan dia [Teddy] sebagai pengedar, saya tanyakan sama dia bagaimana jalan ceritanya ini. Kalau dilihat secara formal, dia memang terlibat dalam 'tanda kutip', dia mengetahui, tapi tidak 100 persen benar seperti apa yang diceritakan yang beredar di publik," jelas Henry.
Sebelumnya, Teddy Minahasa telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran gelap narkoba berdasarkan hasil gelar perkara pada Jumat (14/10).
Teddy diduga menjadi pengendali penjualan narkoba seberat lima kilogram. Keterlibatan Teddy terendus setelah tim dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya menangkap sejumlah petugas polisi terkait peredaran narkoba.
Atas perbuatannya Teddy Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.
(khr/kid)