Tragedi Kanjuruhan Malang di Indonesia pada awal Oktober 2022, dan Tragedi Halloween Itaewon di Korea Selatan di akhir Oktober 2022 menjadi sorotan publik.
Tragedi yang bermula dari saling berdesak-desakan kerumunan itu memiliki kesamaan, yakni memakan korban hingga ratusan orang--meninggal lebih dari seratus, dan menyeret kiprah aparat keamanan.
Namun, bagaimanakah pimpinan aparat kedua negara dalam bersikap dan bertindak mengatur institusi masing-masing setelah tragedi berdesak-desakan mengerikan berujung maut itu?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tragedi Kanjuruhan Malang yang menjadi salah satu kematian di laga sepak bola terbesar dalam sejarah dunia itu berawal dari penggunaan gas air mata yang ditembak aparat di dalam stadion pada Sabtu (1/10) malam.
Setidaknya 135 orang tewas dan ratusan lain terluka dalam setelah para suporter berdesak-desakan ingin keluar usai gas air mata ditembak ke tribun.
Sejauh ini ada enam tersangka telah ditetapkan Polda Jawa Timur yakni tiga sipil dari pihak penyelenggara laga sepak bola, dan tiga polisi yang terlibat dalam pengamanan di dalam stadion.
Sebelumnya, pimpinan kepolisian daerah setempat mengklaim penembakan gas air mata dalam stadion itu sesuai prosedur, yang ternyata tindakan itu dinyatakan salah bila merujuk pada aturan badan sepak bola dunia (FIFA).
Sebelumnya pula, penembakan gas air mata itu diklaim polisi untuk mengatasi suporter yang rusuh. Namun, temuan faktual menunjukkan penembakan gas air mata itu pun dilakukan ke arah tribun yang penontonnya tak ricuh.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Keppres merekomendasikan sejumlah langkah hukum yang harus dilakukan berdasarkan temuan fakta hasil penyelidikan mereka.
Salah satunya adalah memeriksa pejabat Polri yang meneken surat rekomendasi izin laga dengan risiko tinggi dimainkan malam hari.
"Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi," demikian dikutip dari kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan TGIPF yang telah diserahkan ke Jokowi pada 14 Oktober lalu.
"Namun, tindakan itu juga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian Nomor Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang dilakukan oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur," kelanjutan rekomendasi yang diperuntukkan bagi Polri di dalam laporan TGIPF itu. bunyi rekomendasi TGIPF.
![]() |
Kala itu Kapolda Jatim adalah Inspektur Jenderal Nico Afinta. Beberapa hari usai Tragedi Kanjuruhan, Nicodi tarik ke Mabes Polri untuk menjadi Staf Ahli Sosbud Kapolri. Sedangkan posisi Kapolda Jatim kini dijabat Irjen Toni Harmanto yang sebelumnya merupakan Kapolda Sumatera Selatan.
Saat masih menjabat Kapolda Jatim itu, Nico menyebut penembakan gas air mata di dalam stadion itu prosedural karena terjadi kerusuhan massa. Namun, rekaman-rekaman video dari ponsel pintar para suporter dalam stadion justru berkata lain tentang gas air mata yang ditembak ke tribun.
Rekaman dan kesaksian itu pula yang kemudian membuat laporan TGIPF maupun Komnas HAM secara terpisah menyatakan gas air mata lah yang menjadi faktor utama terjadinya tragedi menewaskan setidaknya 135 orang itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun seakan tak ingin meremehkan apa yang terjadi di Malang pada awal Oktober itu. Dia mengerahkan pejabat utama di lingkungan Mabes Polri untuk memantau dan menginformasikan perkembangan penyelidikan Tragedi Kanjuruhan. Setidaknya satu pekan, sejumlah perwira tinggi dari Mabes Polri bermarkas sementara di Malang kala itu, termasuk pula Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo.
Listyo pula yang memimpin langsung konferensi pers penetapan enam tersangka Tragedi Kanjuruhan di Malang pada 6 Oktober 2022 lalu.
"Telah dilaksanakan gelar perkara meningkatkan status terkait dengan dugaan pasal 359 dan 360 KUHP tentang menyebabkan orang mati atau luka-luka berat karena kealpaan dan pasal 103 ayat 1 juncto pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini 6 tersangka," ujar eks Kepala Bareskrim tersebut kala itu.
![]() |
Tapi, lagi-lagi Polri sempat mengklaim gas air mata bukanlah penyebab kematian massal di Kanjuruhan. Klaim itu pun diakui didasari pernyataan sejumlah ahli dan dokter spesialis yang menangani korban. Mereka terdiri dari para dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan spesialis penyakit mata.
"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10).
Berdasarkan pendalaman para ahli, Dedi justru menyatakan, bahwa para korban tewas dalam insiden Kanjuruhan akibat kekurangan oksigen karena berdesakan di pintu keluar stadion.
"Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," katanya.
Ia menjelaskan gas air mata pada prinsipnya hanya menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan sistem pernapasan dan tidak akan menimbulkan efek fatal. Menurut sejumlah ahli, kata Dedi, tak ada gas air mata yang menyebabkan kematian.
"Di dalam gas air mata tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan matinya seseorang," ucapnya.
Pernyataan Polri itu bertolak belakang dengan temuan TGIPF bentukan Jokowi (14 Oktober 2022) dan kekinian temuan Komnas HAM (2 November 2022). Di dalam laporan keduanya sama-sama menyatakan gas air mata adalah faktor utama pemicu terjadinya tragedi berujung kematian massal itu.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan peninjauan langsung ke Malang dan Stadion Kanjuruhan pada 5 Oktober 2022 silam. Dalam peninjauan yang di antaranya didampingi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menpora Zainudin Amali, Ketua Umum PSSI M Iriawan (Iwan Bule), dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Pada saat konferensi pers--yang rekamannya juga diunggah di saluran Youtube Sekretariat Presiden--itu Jokowi mendapatkan pertanyaan dari wartawan mengenai kesimpulannya atas Tragedi Kanjuruhan setelah peninjauan langsung stadion itu.
"Itu nanti tim gabungan independen pencari fakta yang harus melihat secara detail. Tetapi sebagai gambaran saya melihat bahwa problem-nya ada di pintu yang terkunci, dan juga tangga yang terlalu tajam. Ditambah kepanikan yang ada, tapi itu saya hanya melihat lapangannya. Itu semua akan disimpulkan tim independen pencari fakta," kata Jokowi kala itu di Malang.
"Sekali lagi yang paling penting seluruh bangunan stadion akan diaudit oleh kementerian PU," imbuhnya.
Jelang akhir konferensi pers, Jokowi mendapat pertanyaan mengenai pihak yang bertanggung jawab dan harus meminta maaf atas Tragedi Kanjuruhan. Jokowi ditanya, selain investigasi pihak terkait apakah ada yang harus meminta maaf terutama kepada para korban.
Menpora yang berada di kanan Jokowi dengan tangan terlipat terlihat menggaruk kepala lalu menyeka keningnya. Ketum PSSI Iriawan dan Kapolri Listyo yang ada di samping kiri Jokowi sama-sama menoleh ke arah presiden. Jokowi memicingkan mata terlihat ingin memaknai maksud pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Penanya mencoba mengulang kembali pertanyaannya, namun belum selesai kalimat, Jokowi memotong sekaligus menutup sesi tanya jawab itu, "Semuanya dilihat terlebih dahulu secara menyeluruh lewat tim gabungan independen pencari fakta, terima kasih."
Baca halaman selanjutnya, melihat situasi pascatragedi Itaewon di Korea Selatan.