Dakwaan Suap Rp118 Miliar Mardani Maming Seret Istri, Adik dan Paman

CNN Indonesia
Kamis, 10 Nov 2022 14:58 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap izin usaha pertambangan Mardani H Maming (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus dugaan suap Rp118 miliar terkait pelimpahan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) batu bara eks Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming menyeret keluarga.

Setidaknya nama istri, adik dan paman Maming muncul dalam surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin hari ini, Kamis (10/11).

Tim jaksa KPK membongkar cara-cara yang dilakukan Maming dalam menerima suap dari Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio (Alm).

Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor: 131.63-688 Tahun 2010 tanggal 15 September 2010 dan periode 2016-2020 berdasarkan Kepmendagri Nomor: 131.63-548 tahun 2016 tanggal 12 Februari 2016. Namun, sekitar bulan Juli 2018, Maming mengundurkan diri dari jabatannya.

Sebelum menjabat bupati, Maming adalah pemilik CV Bina Usaha yang kemudian berubah nama menjadi PT Batulicin Enam Sembilan yang susunan pengurusnya yaitu Erwinda selaku istri Maming menjabat Komisaris dan Rois Sunandar yang merupakan adik kandung Maming menjabat Direktur.

PT Batulicin Enam Sembilan memiliki enam anak perusahaan yaitu PT Trans Surya Perkasa (TSP), PT Permata Abadi Raya (PAR), PT Batulicin Nusantara Maritim, PT Bina Karya Putra Batulicin, PT Reski Batulicin Transport dan PT Batulicin Enam Sembilan Security.

Sementara itu, Henry Soetio adalah pemilik PT Lestari Cipta Persada (LCP) yang memiliki anak perusahaan PT Astri Mining Resources (AMR), PT PCN dan PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang bergerak di bidang pertambangan dan pelabuhan pengangkutan batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada 29 April 2010, Maming menerbitkan IUP OP PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) berdasarkan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor: 545/103/IUP-OP/D.PE/2010.

Di tahun tersebut, Henry berkeinginan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan dengan cara mengambil alih kawasan lahan tambang batu bara milik PT BKPL yang memiliki IUP OP yang berada di daerah Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.

Masih pada tahun 2010, bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta, Henry melalui perantara Suroso Hadi Cahyo dan Idham Chalid melakukan pertemuan dengan Andi Suteja selaku pemilik PT BKPL.

Pada pertemuan itu disepakati Henry akan mengambil alih IUP OP PT BKPL dengan membayar sebesar Rp40 miliar.

"Atas kesepakatan tersebut, Henry Soetio (Alm) telah melakukan pembayaran kepada Suroso Hadi Cahyo sebesar Rp5 miliar dan kepada Andi Suteja sebesar Rp25 miliar sehingga total pembayaran yang telah dilakukan sejumlah Rp30 miliar," ujar Jaksa KPK Muh Asri Irwan.

Setelah kesepakatan tersebut, Henry menemui Maming dan menyampaikan keinginannya untuk investasi tambang di Kabupaten Tanah Bumbu dan meminta bantuan dalam mengurus pengalihan/pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN.

Serta mengurus izin lokasi pembangunan pelabuhan yang nantinya bertujuan untuk memfasilitasi bongkar muat batu bara milik PT PCN ketika sudah berproduksi atau beroperasi.

Maming kemudian menyampaikan kepada Henry bahwa untuk proses pengurusan pengalihan/pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN akan dibantu oleh Raden Dwijono Putrohadi Sutopo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu.

Sedangkan untuk pengurusan perizinan pembangunan pelabuhan milik PT PCN akan dilakukan oleh orang-orang dekat Maming.

"Sebagai imbalannya, Henry Soetio (Alm) diminta untuk menyerahkan fee kepada terdakwa [Mardani Maming] pada saat penambangan PT PCN sudah berproduksi atau beroperasi," tutur jaksa.

Pada 21 Februari 2011, Henry mendirikan PT ATU yang berkedudukan di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan sebagai perusahaan khusus yang bergerak di bidang Jasa Kepelabuhan, mengelola Kepelabuhan, Pengangkutan dan Penjualan Komoditas hasil tambang milik PT PCN.

Adapun susunan pengurus berdasarkan usulan dari Maming yaitu Rois Sunandar (adik kandung Maming) menjabat Komisaris Utama dengan kepemilikan saham sebesar 80 persen, Muhammad Bahruddin (paman Maming) menjabat Komisaris dengan kepemilikan saham 20 persen serta Wawan Surya (pegawai PT Batulicin Enam Sembilan) menjabat Direktur PT ATU berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT ATU Nomor 115 yang ditandatangani Notaris Rasfiendra Ronadinihari.

Pada 8 April 2011, Maming menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor: 03/BKPRD Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi Untuk Pelabuhan Terminal Umum seluas 39,5 hektare di Kecamatan Sungai Loban kepada PT ATU.

Selanjutnya terbit Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 940 Tahun 2011 tanggal 28 November 2011 tentang Persetujuan Pengelolaan Terminal untuk Kepentingan Sendiri di Dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Kotabaru guna menunjang kegiatan usaha pertambangan batu bara PT ATU.

"Pengurusan perizinan pembangunan pelabuhan PT ATU tersebut berada di wilayah kerja bupati dan pengurusannya dilakukan oleh orang dekat terdakwa yang bernama Iskandar yang merupakan Pegawai Legal dari PT Batulicin Enam Sembilan," ungkap jaksa.

Masih pada April 2011, Raden Dwidjono bersama-sama dengan Kasi Bimbingan Pertambangan Bambang Herwandi, Kasi Penyiapan Wilayah dan Tata Lingkungan Buyung Rawando Dani, serta Kasi Pengawasan Pertambangan Mulyadi dan Staf Seksi Bimbingan Pertambangan Eko Handoyo berangkat ke Jakarta untuk melakukan registrasi ulang IUP dan Kuasa Pertambangan di Ditjen Minerba.

Ketika sudah di Jakarta, Maming menelepon Raden Dwidjono agar bertemu di Hotel Kempinski. Maming saat itu sudah bersama dengan Henry. Dia memperkenalkan Henry dengan Raden Dwidjono agar dibantu pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN. Raden Dwidjono lantas menyampaikan hal tersebut kepada Bambang dkk.

"Bahwa masih pada bulan April 2011, terdakwa memanggil Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, kemudian terdakwa menyerahkan Surat Permohonan PT PCN Nomor: 001/ADM-SRT/IV/11 tanggal 19 April 2011 perihal Pengalihan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN dan menyampaikan agar Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo segera memproses surat permohonan dari Henry Soetio (Alm) tersebut," ucap jaksa.

Selanjutnya bertempat di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah
Bumbu, Raden Dwidjono bersama Bambang dkk melakukan rapat membahas permohonan pengalihan IUP OP PT BKPL kepada PT
PCN.

Hasilnya, pengalihan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN tidak boleh dilakukan karena melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) UU 4/2009 tentang Minerba yang menyebutkan: "Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain."

"Selanjutnya Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo mengusulkan dalam rapat tersebut untuk mengonsultasikannya ke Bagian Hukum Ditjen Minerba di Jakarta," kata jaksa.

Raden Dwidjono dkk pun berangkat ke Jakarta melakukan konsultasi ke bagian hukum Ditjen Minerba dan mengurus kembali register ulang IUP dan Kuasa Pertambangan yang terdata di Kabupaten Tanah Bumbu.

Pada saat itu, hanya Raden Dwidjono dan Buyung yang menemui Fadli Ibrahim selaku Kepala Bagian Hukum Ditjen Minerba. Fadli menyampaikan pendapat bahwa pengalihan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN tidak boleh dilakukan karena melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) UU 4/2009 tentang Minerba.

Raden Dwidjono pun melaporkan kepada Maming mengenai pertemuannya dengan Fadli tersebut.

Dakwaan Suap Rp118 Miliar Mardani Maming Seret Istri, Adik dan Paman


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :

TOPIK TERKAIT