Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menyebut manipulasi pemilu yang diduga dilakukan KPU sebagai sebuah kejahatan.
Kejahatan yang dimaksud adalah para komisioner KPU di daerah ditekan untuk mengubah hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"Harus ada tanggal yang sama [dengan hari penetapan berita acara pertama], padahal itu (berita acara) dibuat hari kemudian, tanggal diganti. Ini menurut saya, maaf, kejahatan," kata Hadar pada Political Show CNN Indonesia Tv, Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadar mengatakan tekanan untuk memanipulasi itu membuat sikap komisioner di daerah terpecah. Ada komisioner yang manut, ada pula yang menolak melakukan kecurangan.
Menurutnya, manipulasi itu juga berdampak buruk terhadap berbagai aspek. Salah satunya demokrasi yang akan tercoreng akibat kecurangan tersebut.
"Bisa kita bayangkan melalui pemilu kita dapatkan pimpinan nasional, wakil rakyat, pemerintahan, tetapi kemudian kita tidak percaya pada pemilunya. Itu akan menjadikan pemerintahan yang akan sering digoyang, diprotes," ujarnya.
Komisioner KPU Idham Holik membantah dugaan manipulasi pemilu. Menurutnya, KPU selama ini membuka semua proses pelaksanaan tahapan pemilu.
"Proses rekapitulasi dilakukan secara terbuka, dihadiri oleh banyak pihak, dihadiri oleh Bawaslu, dihadiri oleh jurnalis. Jadi, kami menerima berita acara yang sudah selesai. Kemarin saat rapat rekapitulasi nasional berjalan lancar, tidak ada masalah," ujar Idham.
Anggota Bawaslu Totok Hariyono mengatakan pihaknya tak menemukan pelanggaran terkait intimidasi ataupun manipulasi pemilu. Dia mengklaim Bawaslu sudah melakukan investigasi kepada seluruh jajaran di daerah.
"Kalau yang dikatakan tidak ada penekanan kepada KPU, kami memang belum menemukan kalau itu. Kalau untuk penekanan, apakah kami tahu penekanan? Belum, sampai saat ini organ kita di bawah belum tahu ada penekanan KPU secara berjenjang," ujar Totok pada wawancara di CNN Indonesia Tv.
Totok mendorong siapa pun yang menemukan pelanggaran tersebut untuk melapor ke Bawaslu. Dia berkata Bawaslu akan sangat berterima kasih bila ada pihak yang membantu.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mempertanyakan respons pasif Bawaslu. Dia mengaku heran Bawaslu masih terus menunggu meskipun sejumlah laporan dari media massa dan LSM sudah disampaikan beberapa waktu terakhir.
"Sejak Ketua Bawaslu, Pak Rahmat Bagja, mengatakan belum atau tidak menemukan ada kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik, atau lebih spesifik isu yang dalam dua minggu ini hangat diberitakan banyak media nasional, detik itu juga kami tidak lagi berharap pada Bawaslu," ujar Kurnia.
(dhf/bmw)