Jakarta, CNN Indonesia --
Jaksa dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana mencecar ahli hukum pidana Said Karim soal makna kata 'hajar' yang dilontarkan Ferdy Sambo kepada Bharada E sebelum menembak Brigadir J.
Said dihadirkan sebagai ahli dari kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1).
Mulanya, jaksa menyinggung keterangan Said saat menjawab pertanyaan tim penasehat hukum soal perintah 'hajar' di Duren Tiga sebelum terjadi tembakan yang bisa saja misinterpretasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, jaksa memberikan ilustrasi terkait hal itu. Kata jaksa, sebelum ada kata 'hajar', ada permintaan pelaku utama untuk menembak korban.
"Setelah itu ada juga permintaan dari si pelaku utama untuk mengisi amunisi senjata api, kemudian perintahnya 'hajar'," jelas jaksa.
Tim penasehat hukum lalu menyanggah. Menurutnya, keterangan jaksa telah menyimpulkan dengan bahasa pelaku utama. Kendati demikian, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mempersilahkan jaksa untuk melanjutkan tanya jawabnya.
Setelahnya, Jaksa bertanya pendapat Said soal makna kata 'hajar' tersebut.
"Nah, kalau ada rangkaian peristiwa itu sebelum kata 'hajar' apa makna 'hajar' itu? Apakah mukul atau ada perbuatan lain? Silahkan saudara ahli," tanya jaksa.
Said kemudian bercerita bahwa dirinya kerap menonton proses persidangan perkara ini di televisi. Ia pun membenarkan adanya keterangan mengenai kata 'hajar'
Mengaku tertarik, Said pun mencari tahu definisi kata 'hajar' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun, dia tidak menemukan 'hajar' yang diartikan sama dengan tembak. Menurut Said, definisi 'hajar' termasuk relatif melalui pemaknaan.
"Saya lalu tertarik makna kata 'hajar' ini saya kemudian membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, apakah ada kata makna kata hajar ini sinonim dengan boom atau tembak. Tampaknya dalam kampus Besar Bahasa Indonesia, kita tidak menemukan pengertian itu. Jadi pengertian hajar ini relatif dimaknai," jelas Said.
Lebih lanjut, Said memberi contoh penggunaan kata 'hajar' saat kumpul kawan SMA yang diartikan sebagai ajakan untuk menyerbu makanan.
"Apakah makna pengertian kata hajar ini sinonim atau sama dengan tembak tidak ada," kata Said.
Jaksa pun kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak menggunakan kata sinonim, melainkan kontekstual. Karenanya, jaksa kembali melontarkan pertanyaannya.
"Dari konteksnya yang tadi dibilang tadi ada permintaan mengisi amunisi, ada perintah berani enggak tembak korban? Kontekstual dihubungkan dengan 'hajar', apa? Bukan semantiknya, bukan sinonimnya, tapi kontekstualitasnya. Bagaimana?" tanya jaksa.
"Tadi saya sudah jelaskan bahwa pengertian hajar tidak berarti sama dengan tembak. Bapak sepakat ya?" kata Said bertanya balik.
Jaksa pun setuju dengan kembali menekankan bahwa pertanyaan yang diberikan pihaknya kepada Said bukanlah perihal sinonim.
"Selanjutnya saya ingin sampaikan ke bapak, Apa yang bapak kemukakan itu yg bersumberkan dari satu keterangan saksi yang menyatakan itu, bapak hati-hati dengan keterangan itu. Karena tadi saya sudah kemukakan, bahwa apabila ada satu keterangan saksi..." ujar Said yang langsung dipotong jaksa.
"Izin Yang Mulia, saya tidak bertanya berapa banyak saksi. Saya hanya bertanya peristiwa seperti itu. Saya tidak bilang dua saksi, satu saksi," kata jaksa kepada majelis hakim.
"Ahli, tadi pertanyaan Saudara jaksa penuntut umum hanya mengenai konteksnya. Dalam konteks tadi disampaikan oleh penuntut umum, sebelum kalimat 'hajar' itu keluar, ada bahwa orang yang disuruh dibekali senjata dan segalanya. Dalam konteks itu, kalimat hajar yang diminta ahli menjelaskan oleh jaksa penuntut umum maknanya apa?" jelas Wahyu kepada Said.
"Izin Yang Mulia. Saya menjawab, saya sudah menyampaikan tadi bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata 'hajar' itu tidak berarti menembak," kata ahli.
"Terima kasih saudara ahli. Pertahanannya Kuat ya," terang jaksa.
Pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah bertanya soal kemungkinan hakim memutuskan perkara di luar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) apabila kliennya tidak terbukti terhadap pasal yang didakwakan.
"Dalam perkara ini, pasal yang didakwakan adalah 340 subsider 338 yang sama sama di-juncto-kan dengan 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tetapi, ini misalnya Saudara Ahli, dalam proses persidangan ternyata yang terbukti justru bukan pasal tersebut tapi pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP misalnya atau pasal pidana lain seperti penganiayaan yang mengakibatkan pembunuhan. Apakah majelis hukum dapat memutuskan berbeda dari dakwaan Jaksa Penuntut Hukum?" tanya Febri.
Selain itu, Febri juga menyinggung perihal Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 tahun 2012 yang menyebut hakim mesti berpegangan pada surat dakwaan dalam memutus perkara.
"Mengingat ada juga surat edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2012 di bagian tindak pidana umum yang mengebutkan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tetap berpedoman pada surat dakwaan. Bagaimana pendapat saudara ahli?" sambung Febri.
Said kemudian menjabarkan berbagai fungsi surat dakwaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981.
"Sebelum saya menjawab apakah Majelis Hakim Yang Mulia dapat menjatuhkan putusan yang tidak didakwakan di dalam surat dakwaan, saya ingin mengemukakan dulu sebagaimana yang diatur di dalam hukum acara pidana Undang-undang Nomor 8 tahun 1981," jelas Said.
"Surat dakwaan itu memiliki beberapa fungsi. Surat dakwaan yang dibuat penuntut umum itu adalah menjadi dasar pemeriksaan dalam perkara pidana," kata Said.
Apabila penuntut umum mendakwa tentang pencurian, kata Said, maka pasal yang didakwa harus menyangkut hal tersebut. Said mengatakan karena surat dakwaan akan menjadi dasar dalam pemeriksaan perkara.
"Karena memang surat dakwaan itu adalah dasar dalam pemeriksaan suatu perkara pidana. Kemudian, surat dakwaan ini nantinya akan menjadi dasar bagi penuntut hukum dalam membuat surat tuntutan setelah mempertimbangkan fakta-fakta yang terbukti di depan persidangan pengadilan," jelas Said.
Selain itu, Said memaparkan fungsi lain dari surat dakwaan adalah dasar pembelaan terdakwa bersama Penasehat Hukum untuk mengajukan pembelaan.
Fungsi surat dakwaan yang terakhir, jelas Said, adalah dasar bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan.
"Jadi kalau pertanyaan saudara penasehat hukum, bisakah hakim menjatuhkan putusan menyatakan terdakwa bersalah melakukan suatu perbuatan pidana tetapi perbuatan pidana itu tidak didakwakan, jawabannya tidak bisa," ungkap Said.
Said menjelaskan alasannya mengatakan hakim tidak bisa menjatuhkan putusan terhadap pidana di luar dakwaan itu berkaitan dengan fungsi surat dakwaan.
"Kenapa tidak bisa? Tadi saya katakan bahwa surat dakwaan adalah dasar bagi hakim untuk menjatuhkan pemidanaan. Dasar untuk menjatuhkan putusan," kata Said.
Sidang Sambo-Putri dijadwalkan kembali pekan depan
Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso menjadwalkan pemeriksaan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi digelar minggu depan.
Mulanya, Wahyu akan menutup persidangan Sambo dan Putri. Sesaat sebelum mengetuk palu, Wahyu kembali bertanya kepada pihak Penasehat Hukum apakah masih ada ahli yang akan dihadirkan.
Wahyu kemudian menjadwalkan pemeriksaan terdakwa Sambo pada Selasa (10/1) dan Putri pada (11/1).
"Kita jadwlakan hari Senin yang akan datang adalah pemeriksaan..hari Selasa jadwalkan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan hari Rabu kita jadwalkan untuk terdakwa Putri Candrawathi untuk memberikan keterangan. Begitu ya," terang Wahyu.
Wahyu kemudian menjelaskan jadwal pemeriksaan tersebut kepada Sambo dan Putri yang duduk di hadapannya.
"Oke. Jadi Saudara terdakwa diperintahkan untuk kembali, nanti hari Selasa dan Rabu masing-masing akan datang ke sini untuk diperiksa keterangannya sebagai terdakwa masing-masing," ujar Wahyu.
Momen tawa terjadi saat tanya jawab jaksa penuntut umum dan ahli hukum pidana dari kubu Sambo dan Putri, Said Karim. Mulanya, jaksa bertanya terkait asal muasal catatan yang dibaca oleh Said ketika ditanya oleh tim penasehat hukum.
"Saudara ahli, sebelum saya bertanya tadi saya lihat waktu ditanya penasehat hukum ada catatan yang saudara ahli baca ya. Maksudnya itu catatan yang ahli bikin sendiri kesimpulan atau mungkin dari catatan yang lain?" tanya jaksa.
"Itu catatan-catatan dari prediksi saya, kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang ditanyakan kepada saya," jawab jaksa.
Jaksa pun menegaskan bertanya untuk memastikan saja. Said mengaku melakukan hal itu agar tidak lupa.
"Saya ya manusia biasa sih. Untuk memastikan jangan sampai saya lupa maka kadang-kadang saya menengok catatan saya sendiri. Apa yang salah dengan membaca catatan saya?" ujar Said lalu tertawa.
"Enggak ada yang salah. Saya cuma pengen tahu aja," timpal jaksa.
Lalu, jaksa dan hadirin ikut tertawa.
Momen tertawa itu kembali terjadi saat jaksa bertanya soal pentingnya pembuktian motif.
Said kemudian menjelaskan bahwa para ahli hukum pidana juga memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait itu. Kata dia, ada ahli yang menganggap motif perlu dibuktikan dan ada pula yang berpendapat tidak perlu dibuktikan.
Kendati demikian, menurut Said pembuktian motif perlu dibuktikan agar unsur 'sengaja' juga dapat dibuktikan.
Jaksa kembali bertanya pendapat ahli soal asal pembuatan Pasal 340 KUHP Belanda yang menjauhkan motif di luar rumusan delik. Jaksa pun bertanya apakah motif masuk bagian dari inti delik.
"Cuma satu lagi mengenai motif itu menurut ahli masuk bagian dari inti delik enggak?"
"Sudah jawab saja pak, maksudnya masuk bagian, ya atau tidak itu saja jawabannya. Mungkin ahli tidak capek juga menjelaskan terlalu panjang kan nanti," kata jaksa.
"Eh, tidak pak menyampaikan sesuatu..." ucap Said yang dipotong jaksa.
"Enggak, maksud saya gini ahli saya potong, mohon maaf ya, maksudnya motif itu merupakan bagian inti delik enggak? yang harus dibuktikan oleh penuntut umum gitu," jelas jaksa.
Ahli pun terkekeh. Setelahnya, jaksa, penasehat hukum, maupun hadirin sidang ikut tertawa.
"Bapak saya terasa tiba-tiba Bapak ganteng sih, bicaranya bagus jadi saya agak senang, rasa lucu saya Pak. Boleh saya yang bicara sekarang?" kata Said.
"Silahkan ahli," kata jaksa.
"Oke Pak, terima kasih atas pertanyaannya, jangan diulang-ulang lagi pak ya, tadi saya sudah katakan menyangkut motif itu apakah perlu dibuktikan atau tidak perlu dibuktikan memang itu perdebatan di kalangan para ahli hukum ya," kata Said.
"Cuma ada juga yang menganggap bahwa pada delik materiil utamanya pada detik-delik materiil misalnya tindak pidana pembunuhan itu sangat perlu dibuktikan motif. Karena kalau diketahui motif, justru itu unsur sengajanya langsung terbukti, dapat dibuktikan ya Pak," kata Said.
"Tetapi pertanyaan lagi yang lebih spesifik dari bapak, apakah itu merupakan unsur-unsur tindak pidana atau elemen-elemen dari unsur pasal yang harus dibuktikan, ya harus kita kembalikan, Pak. Pasal itu apa elemen unsurnya. Nah, elemen unsurnya itu silahkan dibuktikan," sambung Said.
"Maksudnya dikembalikan ke siapa, ahli?" tanya jaksa.
"Kembalikan kepada penuntut umum membuktikan dakwaannya sebagaimana dakwaan yang dibuat, baik pada dakwaan primer maupun dakwaan subsider," jelas Said.
Sambo, Putri, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan, Bharada E dan Sambo disebut menembak Yosua.
Latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022. Dugaan ini telah dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J.