Wamenkumham Beber Poin Alot Pembahasan RUU Perampasan Aset

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Mar 2023 10:55 WIB
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. (CNNIndonesia/ Khaira Ummah Junaedi Putri)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej membeberkan poin alot di internal pemerintah dalam mematangkan substansi Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset.

Eddie, sapaan Edward, menuturkan draf RUU Perampasan Aset masih dalam tahap harmonisasi sebelum di internal pemerintahan sebelum difinalisasi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk dibahas bersama DPR sebelum disahkan jadi undang-undang.

"Kita berusaha, kan nanti ada pembukaan masa sidang [DPR] minggu depan. Selasa, tanggal 14 (Maret). Kalau bisa sudah mulai dibahas pada masa sidang berikutnya," kata Eddie di UGM, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (10/3).

Eddie mengatakan pematangan substansi RUU Perampasan Aset ini tak lepas dari adu argumen di internal pemerintahan.

Salah satunya mengenai konvensi PBB antikorupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dan jadi rujukan pembentukan bakal RUU Perampasan Aset.

Usulan mekanisme perampasan aset

Sementara dalam upaya perampasan aset tindak pidana terdapat dua mekanisme yang dapat digunakan.

Dua mekanisme itu adalah perampasan aset yang didasarkan pada dakwaan pidana (conviction based asset forfeiture) dan perampasan aset tanpa didasarkan pada dakwaan pidana (non-conviction based asset forfeiture).

Mekanisme pertama itu merupakan cara yang lazim digunakan dalam kerangka hukum pidana yang ada saat ini.

"Artinya kita baru bisa merampas aset setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya kan kita pakai dalam jalur pidana," kata Eddie.

Adapun mekanisme kedua yakni non-conviction based dilaksanakan berdasarkan asas pembuktian formil dan dilakukan dalam kerangka hukum perdata.

"Meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya conviction based asset forfeiture, tapi bisa juga non-conviction based. Artinya bisa dilakukan gugatan perdata. Itu yang mungkin akan kita bahas di dalam RUU Perampasan Aset," papar Eddie yang pula dikenal sebagai Guru Besar Hukum Pidana UGM itu.

Dalam pematangan substansi RUU ini, menurutnya, juga dibahas soal kewajiban korporasi kepemilikan asetnya kepada pemerintah sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Itu akan diatur, itu diatur dalam RUU Perampasan Aset. Jadi semacam suatu pencegahan, jadi korporasi itu kan dia memberitahukan bahwa dia punya aset berapa segala macam supaya dia tidak dijadikan sebagai tempat pencucian uang," kata Eddie.

(kum/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK