Bukan jalan yang mudah bagi Polri dalam melangkah di usia ke-77. Layaknya seorang manusia, Polri sebagai sebuah institusi juga menemui berbagai masalah dalam menapaki sebuah usia yang baru.
Sorotan mata publik begitu tajam ke Korps Bhayangkara saat munculnya kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada Juli 2022.
Bagaimana tidak, seorang jenderal bintang dua turut serta dan terlibat dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia adalah Ferdy Sambo yang kala itu berpangkat Irjen dan menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Kasus ini bak noda hitam bagi institusi Polri. Kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara pun merosot.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung mengambil sejumlah tindakan dalam merespons kasus tersebut. Tim khusus (timsus) dan inspektorat khusus (itsus) dibentuk guna mengungkap kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
Sebagai langkah pertama, sebanyak 25 personel kepolisian diperiksa. Dari hasil pemeriksaan itu, Listyo memutuskan untuk memutasi 15 orang. Salah satunya Ferdy Sambo yang dimutasi menjadi perwira tinggi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Mutasi besar-besaran di tubuh Polri tak berhenti sampai di situ. Beberapa waktu setelahnya, giliran 24 anggota Polri yang terkena mutasi imbas kasus pembunuhan berencana tersebut.
Hingga akhir pengungkapan kasus, Kapolri menyebut total terdapat 97 anggota Korps Bhayangkara yang diperiksa lantaran diduga terlibat dalam peristiwa pembunuhan Yosua. Dari total tersebut, 35 di antaranya dinilai terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri.
Listyo merincikan 35 personel yang diduga langgar etik berdasarkan pangkatnya terdiri dari satu Inspektur Jenderal, tiga Brigadir Jenderal, enam Komisaris Besar, tujuh Ajun Komisaris Besar Polisi, empat Komisaris Polisi, lima Ajun Komisaris Polisi, dua Inspektur Satu, satu Inspektur Dua, satu Brigadir Kepala, satu Brigadir, dua Brigadir Satu, dan dua Bhayangkara Dua.
Berdasarkan sanksinya, dari total 35 personel yang melanggar etik, Polri memutuskan memecat lima personel yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto. Sementara sejumlah anggota lainnya ada yang hanya mendapat sanksi demosi.
Dalam kasus pembunuhan tersebut, total lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Yakni Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan asisten rumah tangga Kuwat Maruf, serta istri Sambo, Putri Candrawathi.
Selain itu, enam anggota Polri juga ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice atau menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
Mereka yakni, AKP Irfan Widyanto, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, serta Kompol Chuck Putranto.
Deretan langkah ini diambil Polri bukan tanpa sebab. Memulihkan citra Polri di mata masyarakat menjadi tujuan Korps Bhayangkara.
Di sisi lain, pengungkapan kasus Yosua melalui penetapan sejumlah tersangka juga tidak serta-merta membuat kepercayaan publik terhadap Polri menjadi meningkat.
Hasil sejumlah lembaga sigi mencatat tren kepercayaan masyarakat terhadap Korps Bhayangkara pada Oktober 2022 mencapai titik terendahnya hingga di angka 53 persen.
Angka ini berbanding terbalik dengan kondisi selama pandemi Covid-19, di mana saat itu tingkat kepercayaan publik terhadap Polri bahkan tercatat lebih tinggi ketimbang lembaga penegak hukum lainnya.
Buntut kondisi tersebut, Jokowi sampai mengumpulkan seluruh Pejabat Utama Polri, Kapolda, hingga Kapolres dan memberikan pengarahan secara langsung di Istana Negara, pada Jumat 10 Oktober 2022.
Dalam arahannya, Jokowi meminta Polri kembali meningkatkan kepercayaan publik yang tergerus kasus Sambo. Presiden juga meminta anggota Polri tidak lagi terlibat kasus gaya hidup mewah.
Selain itu, Jokowi juga meminta Polri melakukan sejumlah pembenahan internal mulai dari kasus pungutan liar, perilaku represif, hingga tindakan yang sewenang-wenang.