Jakarta, CNN Indonesia --
Apa yang dikhawatirkan banyak pihak termasuk aktivis, akademisi hingga guru besar terhadap kondisi pemberantasan korupsi setelah perubahan kedua Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) disahkan pada 2019 dan terpilihnya pimpinan KPK bermasalah mulai menampakkan wujudnya.
Pengungkapan sejumlah kasus besar seperti perkara suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) hingga kasus Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej tak mampu menambal kebobrokan yang terjadi di tubuh lembaga antirasuah.
Permasalahan di internal semacam kasus suap berupa pungutan liar (pungli) pegawai Rutan, pelecehan seksual, hingga kasus dugaan korupsi Ketua KPK Firli Bahuri membuat publik geleng-geleng kepala tak habis pikir. Tentu hal tersebut tidak sesuai dengan sembilan nilai integritas yang ditetapkan KPK: jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengungkapan kasus korupsi
KPK memulai tahun 2023 dengan menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe. Tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar itu ditangkap saat sedang makan siang di salah satu rumah makan di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Selasa, 10 Januari 2023.
Dalam proses penyidikan berjalan, nilai suap dan gratifikasi yang diterima Lukas melebihi dari temuan awal KPK. Dalam surat tuntutan jaksa KPK, Lukas disebut menerima suap senilai Rp45,8 miliar dan gratifikasi sebesar Rp1,9 miliar.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan terhadap Lukas. Pengadilan tingkat banding ini juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp47,8 miliar subsider lima tahun penjara kepada Lukas.
Vonis tersebut lebih berat dari hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum Lukas dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp19,6 miliar subsider dua tahun penjara. Hak politik Lukas turut dicabut selama lima tahun.
KPK belum bisa mengeksekusi Lukas karena putusan pengadilan belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pada pertengahan 2023, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK memproses hukum Sekretaris MA Hasbi Hasan dan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto.
Kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara dua orang hakim agung, tiga orang panitera pengganti, dan lima orang pegawai MA yang sempat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir tahun 2022.
Pengungkapan kasus tersebut bagai 'gempa bumi' di dunia peradilan. KPK menciptakan sejarah dengan memproses hukum hakim agung dan belasan tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara.
Kasus itu berdampak pada kepercayaan publik terhadap MA yang menurun. Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diinisiasi KPK terhadap MA menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya (2021) dengan skor 82,72 menjadi 74,61 di tahun 2022.
Kasus berikutnya yang menjadi sorotan publik adalah terkait OTT pejabat Basarnas RI. Pada Selasa, 25 Juli 2023, tim penindakan KPK menangkap tangan 11 orang di Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi.
Berdasarkan hasil gelar perkara atau ekspose, KPK memutuskan menetapkan lima orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi suap menyuap pada pengadaan tahun anggaran 2021-2023 di Basarnas.
Mereka ialah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koorsmin Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Henri melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar.
Pengungkapan kasus tersebut menuai keberatan. KPK dituding TNI tidak melakukan koordinasi dalam menetapkan dua prajurit aktif sebagai tersangka.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko menyatakan kewenangan untuk menetapkan tersangka terhadap prajurit TNI aktif dalam dugaan pelanggaran hukum berada di ranah penyidik militer.
Berdasarkan peraturan yang ada, KPK dinilai banyak pihak mempunyai kewenangan untuk melakukannya.
Puncaknya, sejumlah pejabat tinggi dari Puspom TNI menyambangi Kantor KPK untuk melayangkan protes. Seusai pertemuan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, saat berbicara kepada pers, menyampaikan permohonan maaf.
Johanis justru menyalahkan tim penyelidik dan penyidik yang menurutnya telah keliru dan khilaf karena telah menangkap dua prajurit aktif.
Drama pun berlanjut hingga Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, pengunduran diri tersebut ditolak oleh pimpinan KPK.
Saat ini, penyelesaian kasus tersebut masih terus berjalan. Tiga tersangka dari pihak swasta diproses KPK dan sedang berjalan di tahap persidangan. Sementara Henri dan Afri Budi selaku prajurit aktif diproses hukum oleh Puspom TNI.
Tak berhenti di situ, penanganan kasus dugaan korupsi di lembaga antirasuah terus menimbulkan polemik. Tepatnya saat KPK memproses hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berminggu-minggu pemberitaan mengenai SYL menjadi perbincangan publik. Terlebih saat politikus Partai NasDem tersebut melakukan 'perlawanan balik' dengan diduga melaporkan atau menyuruh melaporkan kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke Polda Metro Jaya. Ketua KPK Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi termasuk pemerasan terhadap SYL.
Baik kasus SYL maupun Firli kini masih berjalan di tahap penyidikan. Selain SYL, KPK turut menetapkan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
KPK terus menebarkan tajinya untuk membongkar kasus dugaan korupsi. Menjelang tahun berakhir, KPK mengumumkan telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej beserta dua orang dekatnya yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
Menurut temuan KPK, Eddy Hiariej melalui Yosi dan Yogi telah menerima uang Rp8 miliar terkait dengan konsultasi hukum perihal Administrasi Hukum Umum (AHU) PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dan penghentian permasalahan hukum di Bareskrim Polri. Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan telah ditahan KPK.
Sementara Eddy Hiariej dkk menggantungkan nasibnya kepada proses hukum Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Baca halaman selanjutnya: Konflik internal.
Nila setitik rusak susu sebelanga.
Peringatan Hari Anti-Korupsi se-Dunia (Hakordia) tahun 2023 mengalami periode terburuk sepanjang sejarah. KPK, lembaga anak kandung reformasi yang begitu dicintai anak bangsa, diobrak-abrik dari dalam. Pelbagai capaian KPK di bidang pencegahan dan penindakan korupsi tahun ini dinodai oleh banyaknya kasus nir-integritas yang melibatkan insan komisi.
Ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri bahkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi termasuk pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
CNNIndonesia.com merangkum sejumlah peristiwa atau konflik hebat yang terjadi di internal KPK sepanjang tahun 2023 ini.
Polemik Formula E
Penanganan penyelidikan penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta menuai polemik. Jajaran penindakan dan pimpinan KPK terlibat kisruh berkepanjangan.
Pada Januari 2023, Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro dan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan melawan perintah atasan. Pelapor berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com, laporan itu imbas dari gelar perkara atau ekspose penyelenggaraan Formula E yang tak kunjung ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
Ekspose itu digelar KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Selasa, 10 Januari 2023 dan diikuti oleh tiga pimpinan KPK yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata dan Johanis Tanak. Kegiatan itu melibatkan tim penindakan termasuk Karyoto, Endar Priantoro, Direktur Penyidikan Asep Guntur, Plh Direktur Penuntutan, Satgas Lidik, Satgas Sidik, dan Satgas Penuntutan.
Sumber ini mengatakan tiga pimpinan KPK 'ngotot' agar status penyelidikan Formula E dinaikkan ke tahap penyidikan. Sementara jajaran penindakan tetap menyatakan belum cukup karena belum ditemukan mens rea atau niat jahat.
"Diinformasikan, Firli membuat kesimpulan sendiri yang tidak pernah disepakati oleh tim penindakan. Dan selanjutnya, kesimpulan yang dibuat sendiri oleh Firli itu dijadikan dasar untuk memerintahkan jajaran penindakan yaitu Direktur Lidik Brigjen Endar untuk membuat LKTPK (laporan kejadian tindak pidana korupsi) sebagai landasan dimulainya penyidikan kasus formula E," ujar sumber tersebut.
Endar dikabarkan menolak untuk membuat LKTPK karena bukan hasil rapat ekspose. Sikap itu dikabarkan membuat tiga pimpinan KPK marah.
"Diduga Firli menggunakan pihak lain untuk membuat laporan pengaduan ke Dewas KPK terhadap sikap Direktur Lidik dan juga Deputi Penindakan sebagai perbuatan yang melawan perintah. Laporan pengaduan tersebut sudah dalam penanganan Dewas KPK," imbuhnya.
Imbasnya, Karyoto dan Endar dikembalikan pimpinan KPK ke Polri. Menurut KPK, latar belakang pengembalian mempertimbangkan pengembangan karier setiap pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK. Adapun Karyoto mendapat promosi sebagai Kapolda Metro Jaya.
Sementara Endar, dengan segala daya upaya menghadapi keputusan pimpinan KPK tersebut, pada akhirnya dapat kembali ke lembaga antirasuah.
"Brigjen Endar tentunya ditempatkan di KPK dengan melalui proses open bidding yang cukup berat yang tentunya bersaing dengan beberapa calon lain dan tentunya terpilih," kata Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan alasannya kukuh tetap menempatkan Endar di KPK, April lalu.
Dokumen penyelidikan bocor
Penanganan kasus dugaan korupsi oleh KPK tidak melulu berjalan lancar. Kebocoran dan sikap tidak kooperatif terduga pelaku kerap kali menjadi kendala utama bagi KPK menuntaskan penanganan kasus. Salah satu contoh yang masih segar di ingatan karena terjadi di tahun ini adalah kebocoran dokumen hasil penyelidikan.
Saat melakukan penggeledahan di Kantor Kementerian ESDM terkait kasus dugaan korupsi manipulasi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) tahun 2020-2022, akhir Maret 2023, tim KPK menemukan dokumen yang menyerupai laporan hasil penyelidikan KPK.
Dokumen itu ditemukan ketika tim penindakan KPK menggeledah kantor Kementerian ESDM, tepatnya di ruangan Kepala Biro Hukum.
Laporan tersebut bersifat rahasia dan hanya diperuntukkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas penyelidikan kepada pimpinan KPK.
Belakangan diketahui dokumen hasil penyelidikan KPK yang bocor tersebut diduga memuat kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kementerian ESDM.
Kebocoran dokumen ini dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan masih dalam tahap penyidikan.
Pungli, pelecehan seksual, penggelapan uang dinas
Bulan Juni 2023 menjadi pekerjaan berat bagi KPK untuk mengembalikan muruah dan kepercayaan publik yang merosot. Pada waktu tersebut, KPK didera banyak permasalahan internal.
Pertama soal kasus dugaan suap berupa pungutan liar (pungli) pegawai Rutan KPK. Kasus itu kali pertama dibongkar oleh Dewas KPK. Dewas melaporkan temuan tersebut kepada pimpinan KPK lantaran hanya bisa menangani kasus etik pegawai lembaga antirasuah saja.
Setidaknya terdapat setoran Rp4 miliar yang terjadi dalam kurun waktu Desember 2021-Maret 2022.
Sementara itu, KPK telah membuka penyelidikan terkait dugaan pungli tersebut. Berdasarkan temuan awal, setidaknya ada puluhan pegawai Rutan yang menerima setoran dari para tahanan kasus korupsi. Pengusutan kasus tersebut masih di tahap penyelidikan. Lebih dari 70 orang telah diklarifikasi penyelidik KPK.
Yang lebih parah, kasus pelecehan seksual juga terjadi di KPK. KPK menjatuhkan hukuman disiplin berat berupa pemberhentian terhadap M selaku pegawai Rutan. Pemberhentian tersebut per Kamis, 7 September 2023.
M dinilai telah terbukti melanggar Pasal 3 huruf f PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS berupa perbuatan yang tidak menunjukkan integritas dan keteladanan sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
Selain itu, M juga telah melanggar Pasal 5 huruf a PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS berupa penyalahgunaan wewenang.
M melakukan tindakan asusila menjurus pelecehan seksual kepada istri tahanan berinisial B. M bahkan sempat menunjukkan alat vitalnya atas inisiatif sendiri ketika melakukan video call dengan istri tahanan dimaksud.
Dalam dokumen salinan putusan Dewas KPK nomor: 01/DEWAS/ETIK/04/2023 yang diterima CNNIndonesia.com, terungkap juga perilaku M yang memaksa istri tahanan KPK untuk menunjukkan bagian tubuhnya yang vulgar, baik saat menelepon maupun video call.
Beberapa kali, M juga mengajak sang istri tahanan untuk menginap di hotel di Jakarta tanpa didampingi keluarga, namun permintaan itu ditolak.
Meski sudah dipecat, KPK mengaku tetap mengusut kasus dugaan suap yang disinyalir melibatkan M. Per September 2023, setidaknya terdapat 187 orang yang sudah diklarifikasi dalam proses penyelidikan tersebut. Mereka terdiri dari unsur internal, eksternal dan tahanan.
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan internal KPK tidak hanya melibatkan M. Pegawai KPK bernama Novel Aslen Rumahorbo (NAR), admin pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, disebut menilap uang perjalanan dinas (perdin) sebesar Rp550 juta. NAR sudah dipecat akibat perbuatannya tersebut.
Kasus ini bermula saat Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK menangani kasus dugaan korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan pada Agustus 2021 silam.
Puput bersama suaminya yang merupakan mantan Bupati Probolinggo dua periode (2003-2008 dan 2008-2013) sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi NasDem, Hasan Aminuddin, terjaring OTT pada Senin, 30 Agustus 2021 dini hari.
"Kejadian ini [penggelapan uang perdin] saat Satgas menangani kasus Bupati Probolinggo akhir 2021-2022," ujar sumber CNNIndonesia.com yang mengetahui peristiwa tersebut melalui pesan tertulis, Selasa, 27 Juni lalu.
Teruntuk penanganan kasus korupsi di Probolinggo, sumber ini mengatakan Satgas Penindakan KPK sekitar 14 kali berkunjung ke daerah tersebut. Setiap kali perjalanan dinas, terang dia, rata-rata uang yang digelembungkan dalam laporan keuangan sekitar Rp20-Rp40 juta.
Sumber ini juga membeberkan pelbagai modus yang digunakan NAR untuk menilap uang perdin. Di antaranya menambahkan jumlah unit mobil yang disewa di daerah saat Satgas Penindakan melakukan penyidikan kasus Bupati Probolinggo dan kawan-kawan.
"Seperti mobil yang disewa Satgas sebanyak empat unit untuk waktu lima hari, lalu oleh yang bersangkutan [NAR] pada laporan pertanggungjawaban keuangan kegiatan dilaporkan unit yang disewa sebanyak enam unit selama tujuh hari," imbuhnya.
Sumber ini berujar NAR juga menambahkan nama-nama pegawai yang melakukan perdin di luar surat tugas yang ada. Selanjutnya NAR juga memanipulasi jumlah tiket pesawat dan pegawai yang berangkat.
"Modus yang sama juga dilakukan terhadap bill hotel saat Satgas melakukan perjalanan dinas," ungkapnya
Sumber ini menjelaskan kasus ini terjadi lantaran sistem pembayaran di KPK berubah dari semula at cost menjadi lump sum.
[Gambas:Infografis CNN]
Kasus korupsi Firli
Kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri menjadi puncak pembusukan KPK. Firli telah ditetapkan Polda Metro Jaya atas kasus dugaan korupsi termasuk pemerasan terhadap SYL.
Firli disebut menerima uang miliaran rupiah terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) RI tahun 2020-2023.
Penetapan tersangka terhadap Firli dilakukan setelah tim penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara pada Rabu, 22 November 2023 malam. Menurut tim penyidik, sudah terdapat kecukupan bukti untuk menjerat jenderal polisi (purn) bintang tiga tersebut.
Tidak terima, Firli mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Jumat, 24 November 2023. Ia menggugat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto. Namun, Praperadilan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima.
Setelah itu, Firli mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai ketua nonaktif KPK pada 20 Desember 2023. Di tengah proses penerbitan Keppres terkait pemberhentian Firli, Dewan Pengawas KPK telah memutus perkara etik.
KPK di masa kepemimpinan jilid V era Firli Bahuri cs benar-benar terpuruk. Sejak pengesahan perubahan kedua UU KPK tahun 2019 lalu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia mendapat skor anjlok.
Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.
IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
Terdapat delapan indikator penyusunan IPK. Tiga indeks mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).
Indeks yang mengalami kenaikan yaitu World Justice Project - Rule of Law Index (dari 23 menjadi 24) dan Varieties of Democracy Project (dari 22 menjadi 24).
Sementara tiga yang stagnan yaitu Global Insight Country Risk Ratings (47); Bertelsmann Foundation Transform Index (33); dan Economist Intelligence Unit Country Ratings (37).
Di tengah merosotnya IPK dan sorotan tajam terhadap kondisi pemberantasan korupsi, jabatan pimpinan KPK justru ditambah satu tahun.
Dalam sidang pengucapan putusan yang digelar Kamis, 25 Mei 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun.
MK juga menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK tentang syarat batas usia calon pimpinan KPK paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
MK dalam hal ini mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mempersoalkan Pasal 34 dan Pasal 29 huruf e UU KPK.
Terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari hakim konstitusi Saldi Isra khusus terhadap pengujian norma Pasal 29 huruf e UU 19/2019 tentang KPK dan terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih terhadap pengujian norma Pasal 34 UU 30/2002 tentang KPK.
[Gambas:Photo CNN]
Solusi selamatkan KPK
Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah 'Castro' menilai KPK sudah kehilangan standar integritas. Hal itu terlihat dari banyaknya kasus yang melibatkan internal lembaga antirasuah.
"Semua itu dimulai satu paket antara revisi UU KPK dan penempatan Firli di KPK," ujar Castro kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Selasa (19/12).
Castro menyatakan apa yang terjadi saat ini sebenarnya sudah diprediksi jauh-jauh hari saat pembuat kebijakan tidak mendengar masukan publik terkait perubahan kedua UU KPK dan pimpinan KPK terpilih.
Ia berpendapat para elite politik dalam hal ini pemerintah dan DPR mempunyai andil dan tanggung jawab besar di balik kebobrokan KPK tersebut.
"Ini yang kerap disebut sebagai taktik kuda troya yang dimainkan oleh elite politik dan kekuasaan yang memang menghendaki KPK hancur," ucap dia.
"Di titik ini, keterangan Agus Rahardjo [Ketua KPK jilid IV] terkonfirmasi kalau penolakannya menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto menebalkan keinginan rezim untuk membunuh KPK," tandasnya.
Castro menawarkan solusi yang kemungkinan besar bisa menyelamatkan KPK dari kehancuran yang lebih parah. Ia meminta empat pimpinan KPK yang tersisa saat ini diberhentikan. Di samping itu, ia meminta substansi UU KPK dikembalikan ke pengaturan semula. Hal itu membutuhkan kemauan politik atau political will.
"Kalau desain jangka panjangnya, KPK harus dijadikan organ konstitusi dan diatur dalam UUD agar tidak mudah diobok-obok oleh para politisi sekutu koruptor," ungkap Castro.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai peristiwa yang terjadi di KPK sepanjang tahun ini dipenuhi dengan permasalahan kinerja penindakan, bobroknya pengelolaan internal kelembagaan, dan rentetan dugaan pelanggaran kode etik pegawai maupun pimpinan KPK.
"Bahkan, tahun ini bisa dikatakan tahun terburuk pemberantasan korupsi karena Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Polda Metro Jaya," ucap Kurnia.
"Di luar itu, masyarakat dipaksa untuk pasrah karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, Pimpinan KPK penuh permasalahan seperti saat ini justru diperpanjang masa jabatannya, dari 4 tahun menjadi 5 tahun," tandasnya.