Sejarah Istana Jakarta dan Bogor yang Disebut Jokowi Bau Kolonial
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor berbau kolonial karena merupakan bekas warisan zaman Belanda.
Ia menyebut Istana Negara Jakarta sempat dihuni pemerintah kolonial pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten.
Kemudian di Istana Merdeka Jakarta dihuni oleh Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge. Sementara Istana Kepresidenan di Bogor dihuni oleh Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff.
"Jadi bau-baunya kolonial, selalu saya rasakan, setiap hari dibayang-bayangi," kata Jokowi dalam video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (13/8).
Istana Kepresidenan Jakarta
Mengutip laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, awalnya Istana Negara merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda bernama J.A. van Braam.
Bangunan itu didirikan pada 1796 tepat di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten hingga 1804 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg.
Namun, pemerintah Hindia-Belanda mengambil alih bangunan itu pada 1816. Bangunan tersebut lantas digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu, istana ini disebut Hotel Gubernur Jenderal.
Beberapa peristiwa krusial terjadi di Istana Negara kala itu seperti saat Jenderal de Kock memaparkan rencananya untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.
Lalu, Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel.
Lihat Juga : |
Aslinya, bangunan Istana Negara bertingkat dua. Namun, tingkat dua diruntuhkan pada 1848. Kemudian bagian depan Istana Negara dibuat lebih lebar untuk menampilkan wajah yang lebih resmi sesuai dengan martabat pembesar yang menghuninya.
Pada bagian kiri kanan gedung utama dibangun tempat penginapan untuk para kusir dan ajudan Gubernur Jenderal.
Selain sebagai tempat untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung bekas rumah Van Braam juga difungsikan sebagai sekretariat umum pemerintahan.
Kantor-kantor sekretariat itu terletak di bagian bangunan yang menghadap ke sebuah gang yang diberi nama Gang Secretarie. Seiring berjalannya waktu, gedung itu tidak mampu menampung semua kegiatan yang semakin meningkat.
Pada 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun sebuah hotel baru di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.
Seorang Arsitek bernama Drossares diberi mandat untuk merancang gedung baru yang menghadap ke Koningsplein, yang saat ini dikenal sebagai Istana Merdeka.
Gagasan itu baru tuntas diwujudkan sepuluh tahun kemudian. Sementara itu, bangunan lama yang menghadap ke Rijswijk akhirnya diperluas.
Pasca kemerdekaan, Istana Negara menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947. Sutan Sjahrir mewakili Indonesia dan Dr. van Mook mewakili Belanda.
Berlanjut ke halaman berikutnya...