Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal abolisi kepada terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula sekaligus mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan terdakwa kasus suap terkait Harun Masiku, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Pemberian abolisi dan amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto dan persetujuan dari DPR itu diumumkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Gedung DPR, Kamis (31/7) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons hal tersebut, semalam pihak Kejagung menyatakan akan mempelajari dulu abolisi dari Prabowo untuk Tom Lembong.
"Saya belum dengar langsung, nanti kita pelajari dulu," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di Kejagung, Kamis malam.
Anang turut menyebut sampai malam Tom Lembong masih berada di sel tahanan. Proses banding pun dipastikannya masih berjalan.
"Seingat saya, sampai upaya hukum kemarin, ini masih ditahan kan," ucap dia.
Sebelumnya, Kejagung telah resmi mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara dari Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Tom Lembong selaku eks Menteri Perdagangan dalam kasus suap impor gula. Hal itu disampaikan Anang pada Rabu (23/7). Jaksa KPK sebelumnya menuntut agar Tom diberi hukuman tujuh tahun penjara.
Selain itu, secara terpisah, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya pada Selasa (22/7) juga mengajukan banding atas vonis Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim tipikor menyebut Tom Lembong menerbitkan izin impor untuk delapan perusahaan gula rafinasi swasta meski memahami hal itu melanggar aturan. Kasus ini disebut merugikan negara Rp 194 miliar. Uang itu, menurut hakim, seharusnya menjadi keuntungan PT PPI yang merupakan BUMN.
Hakim menyatakan Tom tak menikmati hasil korupsi itu. Hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Hakim tak membebankan uang pengganti kepada Tom.
![]() |
Sementara itu, pada Kamis malam lalu, KPK pun telah memberikan respons sementara terkait amnesti untuk Hasto dari Prabowo.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan lembaganya akan mempelajari lebih lanjut perihal keputusan tersebut, terlebih upaya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama akan ditempuh.
"Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding," kata Budi saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis malam.
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto merespons normatif keputusan politik kekuasaan eksekutif dan legislatif dimaksud.
"Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945," kata Setyo.
Sebelumnya, berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Hasto dan Tom divonis bersalah.
Hakim membebaskan Hasto dari dakwaan merintangi penyidikan perkara mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku. Menurut hakim, unsur-unsur delik secara temporal dan materiil tidak terpenuhi.
Hakim mempertimbangkan perbedaan antara tahap penyelidikan dan penyidikan, serta tidak terbukti ada akibat konkret.
Namun, menurut hakim, Hasto telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana "turut serta melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut" sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Berdasarkan fakta persidangan, Hasto terbukti menyediakan dana Rp400.000.000 dari total Rp1.250.000.000 untuk operasional suap kepada Komisioner KPU RI periode 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk kepentingan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Komunikasi via WhatsApp dan rekaman telepon menunjukkan peran koordinatif Hasto dalam skema suap.
Hasto divonis dengan pidana 3 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Masa penahanannya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
KPK pun telah mengajukan banding atas vonis tersebut, sementara Hasto sejauh ini belum ada kepastian akan banding atau tidak.