Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaikkan status penanganan dugaan korupsi kuota haji dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Status tersebut diperoleh setelah KPK menggelar ekspose pada hari ini, Jumat (8/8).
"Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu (9/8) dini hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji.
Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan begitu Sprindik diteken. Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
"KPK menerbitkan Sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana," ujar Asep.
Sejumlah pejabat dan mantan pejabat di internal Kementerian Agama serta agen perjalanan haji dan umrah sudah diminta keterangannya oleh penyelidik KPK.
Di antaranya mantan Menteri Agama era Presiden RI ke-7 Joko Widodo Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief, serta pegawai Kementerian Agama berinisial RFA, MAS, dan AM.
Kemudian Pendakwah Khalid Basalamah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Muhammad Farid Aljawi dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz.
Khusus Yaqut, ia menjalani proses klarifikasi selama sekitar 4 jam 45 menit di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8).
Yaqut mulai menjalani klarifikasi sekitar pukul 09.30 WIB dan selesai pada 14.15 WIB.
"Alhamdulillah, saya berterima kasih akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," ujar Yaqut di Kantor KPK.
Sementara itu, Juru Bicara Yaqut yakni Anna Hasbi menyatakan pembagian tambahan kuota haji reguler dan khusus sudah sesuai aturan.
"Pembagian haji itu sudah dilaksanakan menurut Undang-undang yang berlaku. Jadi, memang prosesnya cukup panjang," ujar Anna.
Dia menjelaskan Yaqut akan menjelaskan hal tersebut termasuk juga segala prosesnya. Termasuk juga keterlibatan agen penyelenggara haji dan umrah dalam mengurus keberangkatan jemaah ke tanah suci.
"Ada permintaan atau tidak, pembagian kuota itu dilakukan menurut Undang-undang yang berlaku," ujarnya.
Asep sebelumnya menjelaskan penyelidik mendalami dugaan perbuatan melawan hukum terkait dengan penggunaan kuota haji reguler dan khusus.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terang Asep, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus.
Sisa 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang.
Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
"Tadi ada proses-proses yang akan didalami. Ada di Undang-undang diatur 92 persen dan 8 persen. Kenapa bisa 50-50 dan (pendalaman) lainnya. Prosesnya juga kan, alur perintah dan kemudian juga aliran dana yang dari pembagian tersebut (akan didalami)," kata Asep, Rabu (6/8) malam.
Indonesia mendapat tambahan kuota 20.000 jemaah untuk pelaksanaan haji tahun 2024.
Tambahan kuota itu diperoleh setelah Presiden RI ke-7 Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023 lalu.
(sfr)