Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan 11 orang tersangka yang terjerat kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Salah satu tersangka ialah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan yang diduga menerima Rp3 miliar dan satu unit motor Ducati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Status hukum tersebut diperoleh KPK setelah melakukan gelar perkara pada Kamis (21/8) malam, sebagai tindak lanjut dari kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan Indonesia saat ini sedang berada pada periode produktif dengan bonus demografi yang menunjukkan tingginya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berada pada usia kerja.
Hal tersebut relevan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan rata-rata jumlah pekerja atau buruh dalam 5 tahun terakhir (2021-2025) sejumlah 137,39 juta orang/tahun. Khusus untuk tahun 2025 yakni sejumlah 145,77 juta orang atau 54 persen dari total seluruh penduduk Indonesia.
Dari populasi tersebut, terang Setyo, tenaga kerja atau buruh pada bidang dan spesifikasi pekerjaan tertentu diwajibkan memiliki sertifikasi K3 dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman sehingga meningkatkan produktivitas pekerja.
Adapun pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja harus dilakukan oleh personel K3 bidang lingkungan kerja yang memiliki sertifikasi kompetensi dan lisensi K3.
Setyo mengatakan menjadi ironi ketika operasi senyap KPK mengungkap para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya atas tarif sertifikasi K3 hingga Rp6.000.000. Padahal, biaya atas itu hanya sebesar Rp275.000.
"Biaya sebesar Rp6.000.000 tersebut bahkan dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau upah (UMR) yang diterima para pekerja dan buruh kita," tutur Setyo.
Dia menambahkan penanganan kasus ini sekaligus sebagai pemantik untuk upaya pencegahan korupsi pada sektor ketenagakerjaan yang lebih serius ke depannya.
Setyo menuturkan penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 dengan biaya yang seharusnya (sesuai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP), kemudian mengalir ke beberapa pihak sejumlah Rp81 miliar.
Pada tahun 2019-2024, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tahun 2022-2025 Irvian Bobby Mahendro diduga menerima aliran uang sejumlah Rp69 miliar melalui perantara.
Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, uang muka (downpayment/DP) rumah, setoran tunai kepada Gerry Aditya, Hery Sutanto dan pihak lainnya, serta digunakan untuk pembelian sejumlah aset seperti beberapa unit kendaraan roda empat hingga penyertaan modal pada 3 perusahaan yang terafiliasi PJK3.
Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022-sekarang Gerry Aditya Herwanto disebut menerima aliran uang sejumlah Rp3 miliar dalam kurun tahun 2020-2025 yang berasal dari sejumlah transaksi.
Beberapa di antaranya setoran tunai mencapai Rp2,73 miliar; transfer dari Irvian Bobby sebesar Rp317juta; dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp31,6 juta.
Uang-uang itu digunakan Gerry Aditya untuk keperluan pribadi, dibelikan aset dalam bentuk 1 unit kendaraan roda empat sekitar Rp500 juta dan transfer kepada pihak lainnya senilai Rp2,53 miliar.
Sementara Sub Koordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 tahun 2020-2025 Subhan diduga menerima aliran dana sejumlah Rp3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025, yang diterimanya dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3.
Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi di antaranya transfer ke pihak lainnya, belanja, hingga melakukan penarikan tunai sebesar Rp291 juta.
Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020-sekarang Anitasari Kusumawati diduga menerima aliran dana sejumlah Rp5,5 miliar pada kurun waktu 2021-2024 dari pihak perantara.
Atas penerimaan tersebut, aliran dana juga diduga mengalir ke pihak-pihak lainnya.
Baca halaman selanjutnya.