OPINI

Kegagalan Implementasi Undang-Undang Olahraga

CNN Indonesia
Selasa, 09 Sep 2014 16:11 WIB
Menurut Tommy Apriyantono, dosen Ilmu Keolahragaan ITB sekaligus juga salah satu tim penggagas Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional, isi undang-undang sudah tepat.
Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sedang dipermasalahkan karena membidani lahirnya KON dan KOI
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional No. 3 tahun 2005 sebenarnya sudah dirancang dengan tepat. Ada pembagian yang jelas antara Komite Olahraga Nasional (KON) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI).

KON akan mengurusi pembinaan pemain muda dan pemassalan olahraga, sementara KOI akan mengurusi pembinaan atlet berprestasi, khusus untuk cabang olahraga yang akan bertanding di olimpiade atau ASIAN Games.

KOI juga yang akan mengurus pendaftaran dan pemberangkatan atlet ke kompetisi-kompetisi tersebut, serta menentukan nama-nama atlet yang akan diberangkatkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini juga yang diterapkan di negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Misalnya aja USOC, atau United States Olympic Comitee. Mereka yang akan mengurusi semua atlet yang akan mewakili Amerika ke ajang internasional.

Pembagian inilah yang menjadi dasar pemikiran diadakannya UU Sistem Keolahragaan Nasional, dan yang ketika itu disosialisasikan ke seluruh KONI di daerah-daerah.

Sementara itu, Kementerian Pemuda dan Olah Raga sebagai badan resmi yang memiliki anggaran, akan melimpahkan dana tersebut kepada badan khusus yang juga mengurusi atlet di tingkat pusat. Misalnya saja untuk pengadaan alat untuk latihan.

Anggaran olahraga akan dibagikan ke tiga lembaga tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing: KON untuk pembibitan, KOI untuk pemberangkatan, sementara Satlak Prima (badan bentukan Kemenpora) sebagai pengatur latihan atlet.  

Konflik KON

HIngga tahun 2012, hal ini telah berjalan dengan baik. Salah satunya karena ketua KON dan KOI masih dijabat oleh orang yang sama, sehingga tidak ada tumpang tindih kewenangan.

Namun, sejak KON memiliki ketua yang baru, terlihat bahwa KON mulai ingin memasuki ranah yang sudah diurusi oleh KOI.

Ini terlihat dengan adanya konflik pemasangan logo olimpiade di bendera KON, padahal hanya KOI yang berhak memasang logo tersebut. Selain itu, KON juga menggugat pasal-pasal yang ada di UU SKN karena dianggap batasan kewenangannya rancu.

Padahal, yang tertuang di UU SKN sudah tepat, dan kini tinggal masalah ketegasan penerapannya saja.

Jika terlihat kekuasaan KON (dulu KONI) semakin berkurang, maka hal tersebut sesungguhnya dirancang ketika UU SKN dibuat dahulu. KON memang seharusnya fokus pada pembibitan dan pembinaan atlet, karena saat ini tidak ada yang mengambil peran tersebut.

Struktur Pembinaan

Selain itu, satu hal lain yang dibidik oleh UU SKN adalah tentang pembinaan olahraga unggulan sesuai dengan daerah bersangkutan.

Misalnya saja daerah Nusa Tenggara yang menghasilkan banyak atlet atletik, atau Jawa Barat dan Jawa Tengah penghasil pebulutangkis. Seharusya daerah-daerah tersebut memprioritaskan penggunaan anggaran seusai dengan potensinya masing-masing. Namun, yang terjadi saat ini adalah masing-masing daerah lebih sibuk membina olahraga yang populer, yaitu sepakbola.

Tentu saja hal ini bukan berarti daerah-daerah dilarang membina semua olahraga. Hanya saja, perlu memberikan prioritas lebih pada olahraga yang diunggulkan.

Di sinilah ketegasan Menpora diperlukan, yaitu untuk menegakkan aturan yang telah dicantumkan di UU SKN ini.

Termasuk juga untuk mempertegas tidak boleh adanya "perpindahan" atlet ketika Pekan Olahraga Nasional dari satu provinsi ke provinsi lainnya. Atau, untuk menegakkan aturan bahwa atlet yang telah bermain di olimpiade tidak boleh bermain lagi di PON.

Pasalnya, PON sendiri adalah bagian dari struktur pembinaan, sehingga jika daerah-daerah mempertandingkan atlet yang tidak dibina sendiri, atau malah mempertandingkan atlet yang sudah jelas berprestasi, maka fungsi PON akan hilang.

Karena itu, seperti juga implementasi UU SKN, diperlukan ketegasan dari kemenpora untuk mengawasi semua ini.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER