Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan pebasket Tiongkok, Yao Ming, 34, adalah legenda olahraga dunia.
Status pria kelahiran 1980 itu sebagai pemain kunci Houston Rockets selama delapan musim di Liga Asosiasi Basket Nasional Amerika (NBA) adalah alasan dibalik melegendanya nama Yao.
Jurnalis senior Tiongkok, Hong Nanli memberikan komentar bahwa Yao adalah sosok yang layak dihargai. Ia menilai Yao sebagai seorang idola olahraga, idola nasional, dan juga duta besar kebudayaan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ia merupakan sosok yang tidak ternilai (bagi Tiongkok),” ujar Nanli saat pengumuman pensiun Yao di Shanghai, Tiongkok, 20 Juli 2011.
Prestasi Yao yang bisa menembus draf NBA 2002, menjadi pemain kunci Houston Rockets, berkali-kali ambil bagian dalam laga bintang NBA telah membuat anak-anak muda Tiongkok membuka mata atas dunia basket.
Industri olahraga basket pun akhirnya meningkat di Tiongkok.
''Yao adalah penghubung antara penggemar basket di Tiongkok dan Amerika. Dia (Yao) merupakan campuran dari bakat yang indah, dedikasi,” pernyataan Komisioner NBA David Stern menanggapi kabar pensiun Yao kala itu.
Warisan KeluargaYao mewarisi bakat olahraga dari keluarganya. Ayah dan ibunya. Yao Zhiyuan dan Fang Fengdi adalah mantan pemain basket profesional di Tiongkok.
Di satu sisi, Yao muda dan orang tuanya adalah bagian dari hasil pengembangan atlet-atlet Tiongkok.
Sejak akhir dasawarsa 1940, rezim komunis Tiongkok menggunakan atlet juara sebagai upaya mendorong nasionalisme. Otoritas olahraga Tiongkok akan menyapu seluruh wilayah Negara Tirai Bambu mencari anak-anak berbakat.
Pemerintah Tiongkok sejak dini memilah-milah bocah ingusan yang memiliki bakat fisik alami di bidang olahraga. Mereka lalu dimasukkan ke dalam sistem sekolah yang akan mengasah bakat tersebut.
Saat berusia sembilan tahun, Yao muda mulai mengikuti trah keluarganya untuk bermain basket.
Setahun kemudian, dokter olahraga Tiongkok memeriksa fisik Yao. Berdasarkan struktur tulang, dokter memprediksi bahwa Yao bisa tumbuh pesat bahkan lebih dari 2 meter.
Tubuh yang jangkung dinilai sebagai hal yang ideal bagi seorang pemain basket.
Pada usia 10 tahun, seperti dilansir CNN, tinggi badan Yao adalah 165 cm atau dua kali lipat dibanding teman-teman sebayanya. Kemudian di usia 13 tahun Yao lalu masuk ke dalam klub basket di kota kelahirannya, Shanghai, Shanghai Sharks.
Selama empat tahun bergabung dengan tim junior Shanghai Sharks, Yao menghabiskan waktu untuk berlatih selama 10 jam setiap harinya. Ia kemudian berhasil menembus tim senior dan membantu klub tersebut memenangkan gelar juara Liga Basket Tiongkok pada tahun kelima.
Setelah itu, Yao masuk ke dalam draf NBA tahun 2002. Houston Rockets lah yang pertama memilih Yao berdasarkan sistem perekrutan pemain basket NBA tersebut.
Namun, upaya merekrut Rockets itu didahului perjanjian dengan pemerintah Tiongkok bahwa Yao harus membela negaranya dalam ajang kompetisi internasional.
Selama berkarir di NBA, Yao mengukir prestasi-prestasi termasuk delapan kali bermain untuk laga Perang Bintang NBA (NBA All-Star). Ia juga turut andil dalam membawa Rockets mencapai babak play-off NBA sebanyak empat kali.
Yao memutuskan pensiun pada Juli 2011 akibat cedera serius pada engkel kakinya. Rekor Yao dalam kompetisi NBA adalah mencetak rata-rata 19 skor dalam setiap pertandingan. 9247 total skor, dan 4494 total rebound.
''Saya datang ke Houston sebagai seorang pemain remaja, tinggi, dan kurus. Seluruh kota ini telah merubah saya menjadi pria dewasa,'' tukas Yao mengenang permainannya bersama Rockets.
Yao sendiri memperkuat timnas basket Tiongkok sebanyak tiga olimpiade sepanjang karirnya. Ia juga mendapat kehormatan membawa obor olimpiade saat digelar di ibu kota Tiongkok, Beijing, pada 2008 lalu.
“Saya yakin setelah para atlet muda menyelesaikan kompetisi ini, mereka dapat menjadi seperti kami (atlet-atlet elit) dan satu hari orang-orang akan mengikuti mereka dan memperlakukan mereka sebagai idola juga,” kata Yao di Nanjing Agustus lalu.
Pemain basket amatir yang tinggal di Beijing, Li Nan, mengakui kekagumanya atas Yao sejak awal dasawarsa lalu.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa anak-anak muda Tiongkok bingung karena terkurung mitos bahwa pemain basket ideal itu memiliki tinggi badan hingga 2 meter atau lebih.
''Kehadiran Yao (yang tingginya lebih dari 2 meter) seperti sebuah bayangan besar,” ujar Li.
Kritik dari YaoDi balik kesuksesan sistem pengembangan atlet Tiongkok lewat porsi latihan yang panjang, Yao menginginkan para atlet Tiongkok dibekali tingkat pendidikan yang lebih luas.
Pasalnya, lanjut Yao, hal tersebut akan berkesinambungan.
Di sisi lain, Yao tidak ingin para anak-anak muda yang ingin menjadi atlet dibebani pekerjaan rumah sekolah yang sangat berat. Ini karena mereka juga harus berlatih untuk mengasah kemampuan.
''Olah raga adalah sebuah jalan untuk pendidikan karakter. Saya percaya bahwa tim olah raga akan mengajari anak-anak muda berkomunikasi, bekerja dalam tim, menghormati peraturan, dan juga untuk menghadapi rasa frustasi ketika kalah,'' ujar Yao.
Ketika itu terpenuhi, lanjut Yao, Tiongkok bisa sukses dalam olahraga—terutama yang melibatkan bola besar seperti sepak bola, basket, dan voli.
Setelah Yao pensiun, tim basket pria Tiongkok gagal menembus Olimpiade di London.
Itulah kegagalan pertama sejak Olimpiade Sydney tahun 2000. Selain itu, mereka juga hanya mencapai peringkat lima Kejuaraan Basket Asia tahun lalu.
''Gong Luming adalah seorang pelatih yang bagus dan saya yakin dengan kepemimpinan Gong. Tetapi, saya khawatir tim Tiongkok akan menghadapi masalah baru setelah Gong pensiun, karena pelatih-pelatih generasi muda kurang berkualifikasi,'' ujar Yao.
Pasca Yao, Tiongkok memiliki Jeremy Lin yang merupakan keturunan Taiwan kelahiran Amerika Serikat sebagai pemain basket di NBA.