Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyelenggaraan Olimpiade Bagi yang Berkebutuhan Khusus di Belgia pada 9-20 September lalu menjadi salah satu bukti bahwa tak ada keterbatasan yang mampu menghalangi seseorang berprestasi.
Gelaran olahraga yang memfasilitasi orang-orang berkebutuhan khusus ini untuk menstimulasi kemampuan tersembunyinya. Mereka dilatih dan diberi "panggung" untuk menunjukkan keistimewaannya melalui olahraga.
Menurut psikolog anak dan remaja, Sani Hermawan, pada dasarnya orang-orang berkebutuhan khusus memiliki kemampuan lebih yang bisa disalurkan. "Namun jika disandingkan dengan orang "biasa", tentu sangat tidak adil," kata Sani saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para penyandang tunagrahita ini, lanjut Sani, perlu difasilitasi agar kemampuan mereka bisa maksimal. "Agar mereka lebih percaya diri dan merasa layak diperlakukan seperti orang normal pada umumnya," katany wanita berhijab ini menambahkan.
Guna memaksimalkan kemampuan istimewanya, para penyandang kebutuhan khusus ini perlu penanganan yang juga tak biasa. Penanganan agar mereka lebih termotivasi, cepat menangkap instruksi, dan menstimulasi daya pikirnya.
Untuk itu, tentu dibutuhkan orang-orang yang mampu melatih mereka dengan baik. Pelatih yang memiliki empati, kesabaran, dan mampu melakukan pendekatan dengan halus.
"Mereka sama saja dengan orang normal yang memiliki perasaan."
Dengan perlakuan yang diberikan, melalui acara ini, para penyandang kebutuhan khusus akan memiliki kepercayaan diri dan lebih baik berinteraksi. "Secara tidak langsung, dampak positifnya sangat besar," ujarnya.
Indonesia dan Penyandang Kebutuhan KhususTerkait gelaran serupa, Indonesia belum memilikinya. Sani berharap hal semacam ini bisa diberi perhatian khusus dari pemerintah.
Namun, Sani mengakui hal itu masih sulit. Bahkan penanganan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusi juga masih perlu diperbaiki.
"Sekitar 50 persen masih ada penanganan anak berkebutuhan khusus dengan bentakan," ujarnya bercerita.
Penangan dengan bentakan akan membuat para penyandang tunagrahita itu justru akan membuat mental mereka jatuh.
Jika nantinya akan ada gelaran sejenis olimpiade khusus itu, Sani menganjurkan adanya pelatihan bagi para pelatih. "Harus juga disiarkan secara nasional di televisi agar masyarakat mengetahui," ucapnya menegaskan.
Selain itu, Sani juga menekankan perlunya penghargaan bagi para tunagrahita peserta kegiatan. Tak hanya untuk mereka yang menang, pun yang kalah.