Jakarta, CNN Indonesia -- Mungkin banyak yang mengenal Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni, peraih medali dari angkat besi untuk Indonesia di Asian Games 2014. Tetapi, kenalkah Anda dengan Stephanie Handojo?
Ia adalah atlet putri yang turut mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Ia meraih medali emas dari cabang renang, di usia 20 tahun.
Stephanie bukanlah atlet biasa. Gadis kelahiran 5 November 1991 ini adalah atlet Olimpiade Bagi yang Berkebutuhan Khusus dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyandang downsyndrome tak lantas menghentikan roda kehidupannya. Stephanie mampu membuktikan kepada masyarakat bahwa setiap manusia memilki kelebihan di balik keterbatasannya masing-masing.
Tak Banyak yang Tahu
Memang banyak yang belum mengetahui adanya olimpiade bagi para atlet berkebutuhan khusus. Adalah Olimpade Spesial.
Di Indonesia, ajang olah raga tersebut di bawah naungan Special Olympics Indonesia (SOIna). SOIna merupakan satu-satunya lembaga olimpiade spesial yang mendapat lisensi resmi dari Komite Olimpiade Internasional untuk mengelola atlet dan mengirimkan kontingen tunagrahita ke ajang OS tingkat dunia.
Olimpiade Spesial sendiri merupakan gerakan global yang bertujuan memberikan kesempatan bagi tunagrahita untuk berprestasi dan bersosialisasi antar sesamanya, ataupun dengan masyarakat luas.
Hingga saat ini, sudah terdaftar 180 negara anggota olimpiade spesial, dan Indonesia adalah anggota ke-79 sejak 9 Agustus 1989. Stephanie hanyalah satu dari 65 ribu atlet tunagrahita di Indonesia.
Berawal dari Sebuah KepedulianDi tingkat dunia, olimpiade spesial ini berawal dari acara kemah sehari untuk penyandang disabilitas. Acara yang berlokasi berlokasi di rumah sang penggagas di Portomac, Maryland ini diadakan kerabat John F Kennedy, Eunice Kennedy Shriver, pada Juni 1962.
Kepedulain Shriver bermula dari saudaranya yang juga berkebutuhan khusus, Rosemary Kennedy. Rosemary sendiri baru berani ditunjukkan ke khalayak umum pada 1961.
Dalam sebuah wawancara dengan New York Times pada 1995, Shriver menyangkal jika acara ini digelar demi kakak Presiden Kennedy itu. "Pertandingan olahraga seharusnya tidak hanya menitikberatkan pada satu individu," ujar Shriver.
Wanita yang juga aktif berkampanye menentang aborsi ini menilai, cara terbaik menangani anak tunagrahita adalah memberi mereka kesempatan untuk belajar. Menganggap para tunagrahita sebagai musibah tidak lantas menyelesaikan permasalahan.
Semenjak acara perdana tersebut, kemah serupa dilakukan setiap tahunnya. Selain diadakan oleh Shriver sendiri melalui Kennedy Foundation, beragam universitas dan lembaga sosial lain juga menggelar acara serupa.
Menyebar ke Penjuru DuniaAcara kemah tersebut kemudian beralih menjadi kegiatan serupa olimpiade pada 1968, dan mengambil lokasi di Soldier Field, Chicago. Setidaknya 1.500 atlet Amerika Serikat dan Kanada ambil bagian dalam acara ini.
Anne McGlone Burke, seorang pengajar pendidikan jasmani, yang atas bantuan Kennedy Foundation, memasukkan gaya olimpiade ke dalam ajang tahunan tersebut.
Kepedulian keluarga Kennedy terhadap anak tunagrahita memang tak tanggung-tanggung. Mereka rela menyumbang setidaknya US$ 25 ribu untuk pelaksanaan Olimpiade Spesial perdana tersebut.
Ajang ini kemudian menjadi acara dua tahunan sejak Juli 1968. Legitimasi penggunaan kata "olimpiade" pun ditandatangani oleh Komite Olimpiade Amerika Serikat pada 1971.
Enam tahun berselang, kompetisi multi-event tersebut diakui oleh Komite Olimpiade Internasional. Tepatnya pada 1997, olimpiade itu pun dibuka untuk peserta dari seluruh dunia.
Kota Dublin di Irlandia menjadi tuan rumah pertama di luar Amerika Serikat. Di kota ini, tercatat 7.000 atlet dari 150 negara ikut bertanding di 18 cabang olahraga.
Kini, Olimpiade Spesial terdiri dari 21 cabang olah raga dengan ribuan atlet pendukung dan tanpa penarikan biaya dari peserta.