F1 GP RUSIA

Ketika Olahraga Jadi Alat Diplomasi

CNN Indonesia
Senin, 13 Okt 2014 14:02 WIB
Vladimir Putin bukan tokoh dunia pertama yang menggunakan olahraga sebagai alat diplomasi. Mandela, Roosevelt, dan Mao Zedong juga pernah menggunakannya.
Nelson Mandela (kanan) bertemu mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, Agustus 2007. Mandela merupakan salah satu pemimpin dunia yang sukses menggunakan olahraga sebagai alat diplomasi. (Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Rusia, Vladimir Putin, bukanlah tokoh dunia pertama yang menggunakan olahraga sebagai alat diplomasi publik. Nelson Mandela, Franklin D. Roosevelt, dan Mao Zedong, adalah sejumlah nama tokoh dunia yang menggunakan olahraga sebagai alat diplomasi.

Tidak bisa dipungkiri, olahraga akan selalu berdampingan dengan politik. Bahkan sudah terjadi sejak perang dunia kedua (1939-1945). Adalah Presiden Amerika Serikat ke-32, Franklin D. Roosevelt, yang menggunakan olahraga tinju sebagai alat diplomasi ketika perang dunia ketiga.

Demi membakar semangat tentara AS menghadapi Nazi, Roosevelt menggunakan figur juara dunia tinju kelas berat, Joe Louis. Ketika itu, Roosevelt mengundang Louis ke Gedung Putih jelang pertarungan melawan petinju Jerman, Max Schmeling, Juni 1938.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Louis, kami butuh otot seperti milikmu untuk mengalahkan Jerman," ujar Roosevelt kepada Louis seperti dikutip dari ESPN.

Louis menang KO atas Schmeling di ronde pertama, dan kemenangan itu membangkitkan jiwa nasionalisme para tentara AS. Momen itu digunakan Roosevelt untuk merekrut Louis sebagai tentara pada Maret 1942.

Kehadiran Louis di pusat komando tentara AS, Long Island, New York, benar-benar memberi suntikan motivasi. Ribuan pamflet bertuliskan 'Kita akan menang, karena Tuhan bersama kita', dengan foto Louis membawa senjata, disebarkan.

Meski tidak pernah turun ke perang sesungguhnya, Louis dianggap sebagai salah satu kunci sukses AS dalam memenangi perang dunia kedua. Louis dibebastugaskan sebagai tentara pada Oktober 1945.

Ide Mandela

Mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, juga pernah menggunakan olahraga untuk diplomasi publik. Usai terpilih sebagai Presiden Afsel pada 1994, Mandela memiliki tugas berat menyatukan masyarakat kulit hitam dengan kulit putih usai era Apartheid.

Mandela kemudian menggunakan Piala Dunia Rugbi 1995 di Afsel untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Hasilnya sangat positif. Banyak masyarakat kulit hitam memberikan dukungan bagi timnas rugbi Afsel (Springboks), yang mayoritas dikuasai pemain kulit putih.

Usai Afsel mengalahkan Selandia Baru di babak final, Mandela kemudian memberi trofi kejuaraan kepada kapten Springboks, Francois Pienaar, yang merupakan pemain kulit putih. Mandela menyerahkan trofi sambil mengenakan kostum nomor punggung 6 milik Pienaar.

Dengan menggunakan kostum Pienaar, Mandela ingin memberi contoh bahwa kaum kulit hitam dan kulit putih bisa bersatu. "Ketika peluit panjang di akhir pertandingan babak final berbunyi, negara ini berubah. Afsel sangat beruntung memiliki pemimpin seperti Mandela," ujar Pienaar seperti dilansir The Guardian.

Diplomasi Ping Pong

Tenis meja juga pernah digunakan untuk menyatukan dua negara. Guna meredakan tensi hubungan dengan AS, mantan pemimpin Tiongkok, Mao Zedong, menggunakan tenis meja. Pada April 1971, Tiongkok mengundang tim tenis meja AS menggelar pertandingan persahabatan di Beijing.

Ini adalah kali pertama sejak 1949 delegasi asal AS menginjakkan kaki di Tiongkok. Sejak saat itu, hubungan AS dan Tiongkok yang memanas karena perang dingin, kembali mencair.

Beberapa bulan setelah kunjungan tim tenis meja AS ke Beijing, giliran Presiden AS, Richard Nixon, yang berkunjung ke Tiongkok pada Februari 1972. Dua bulan usai kunjungan Nixon ke Beijing, Tiongkok melakukan kunjungan balasan.

Dipimpin kapten Zhuang Zedong, tim tenis meja Tiongkok melakukan kunjungan ke AS dan melakukan pertandingan persahabatan di Washington.  

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER