Jatuh Bangun Klub-klub ISL Jalani Kompetisi

Bowie Haryanto | CNN Indonesia
Rabu, 25 Feb 2015 12:56 WIB
Mengelola sebuah klub sepak bola tidaklah mudah. Hal itu yang dirasakan klub-klub ISL, yang harus jatuh-bangun hanya untuk melalui satu musim kompetisi.
Kehadiran suporter sangat penting bagi sebuah klub sepak bola dalam hal mendapatkan pemasukan. (ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mengelola sebuah klub sepak bola tidaklah mudah. Hal itu yang dirasakan klub-klub Liga Super Indonesia (ISL), yang harus jatuh-bangun hanya untuk melalui satu musim kompetisi.

Verifikasi ketat harus dilalui klub-klub ISL untuk bisa menjalani sebuah musim baru kompetisi. Salah satu yang diwajibkan PT Liga Indonesia, selaku pengelola ISL, adalah sebuah klub harus memiliki rencana bisnis yang pasti, antara pendapatan dengan pengeluaran.

Dua klub sudah menjadi korban verifikasi PT Liga karena dianggap tidak memiliki rencana bisnis yang rasional. Mereka adalah Persiwa Wamena dan Persik Kediri, yang dicoret dari keikutsertaan di ajang ISL 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengelola klub sepak bola memang tidak murah. Sebuah klub harus mengeluarkan dana hingga puluhan miliar rupiah untuk tampil di sebuah kompetisi selama satu musim.

Sriwijaya FC misalnya. Dodi Reza Alex, selaku presiden klub berjuluk Laskar Wong Kito, mengatakan, klub membutuhkan dana hingga Rp35 miliar untuk tampil di ISL 2015.

Hampir 80 persen dari Rp35 miliar itu digunakan untuk membayar gaji pemain. Sedangkan pengeluaran terbesar selanjutnya adalah untuk membayar tiket pesawat dan akomodasi untuk menjalani pertandingan tandang.

"Hampir 60 persen pendapatkan kami didapat dari sponsor. Tambahan 10 hingga 15 persen lainnya dari penjualan tiket. Pendapatan besar lainnya didapat dari program bapak angkat. Sedangkan merchandise hanya 1 persen," ujar Dodi kepada CNN Indonesia.

Fanatisme Suporter

Pendapatan dari sponsor dan tiket masih menjadi sumber dana terbesar klub-klub ISL. Tim seperti Persija Jakarta bisa mendapatkan pemasukan sekitar Rp400-Rp500 juta untuk setiap satu pertandingan kandang.

Sayangnya, tidak semua klub ISL bisa meraih pendapatan yang signifikan dari penjualan tiket.

Klub seperti Pelita Bandung Raya dan Persebaya Surabaya menjadi contohnya minimnya pendapatan dari penjualan tiket. Pasalnya, rendahnya antusias suporter setiap kedua klub menjalani laga kandang.

Kondisi serupa juga dialami klub-klub yang harus menjalani pertandingan kandang di luar markas musim lalu. Perseru Serui, Persiram Raja Ampat, PSM Makassar, dan Persita Tangerang, adalah empat klub yang harus memindahkan kandang musim lalu.

Alhasil, mereka tak bisa mendapatkan uang dari penjualan tiket.

Sekertaris Persebaya, Rahmad Sumanjaya, mengakui sulit bagi klubnya untuk mengandalkan pendapatan dari sektor tersebut. Pasalnya, musim lalu, rata-rata suporter Persebaya yang hadir di laga kandang hanya sebatas ribuan.

"Kami tidak bisa mengandalkan tiket dan merchandise. Kami sudah berupaya untuk menggoda suporter untuk hadir, tapi belum berhasil. Sponsor dan pendapatan dari PT Liga masih menjadi andalan," ucap Rahmad.

Rahmad mengatakan, Persebaya membutuhkan dana sekitar Rp28 miliar untuk tampil di ISL 2015. Tim Bajul Ijo masih akan mengandalkan pendapatan dari sponsor seperti PT Emtek, Avian, dan Mitre.

Satu andalan pendapatan Persebaya lainnya adalah hak komersial dari PT Liga, yang musim ini mencapai Rp2,5 miliar. Bahkan Persebaya mengandalkan dana komersial musim lalu yang sebesar Rp2 miliar untuk membayar tunggakan gaji pemain.

Tidak bisa dimungkiri, masalah dualisme Persebaya membuat klub yang bermarkas di Stadion Gelora Bung Tomo itu kesulitan mendapatkan pemasukan, baik dari sponsor maupun tiket pertandingan.

Rahmad mengaku hingga saat ini pihaknya masih kesulitan mencari sponsor tambahan untuk musim baru. Terlebih setelah kickoff ISL 2015 diundur hingga 4 April mendatang.

Inovasi Klub

Nasib Pusamania Borneo FC lebih beruntung daripada Persebaya. Klub promosi ISL itu memiliki manajemen yang solid dan suporter yang fanatik. Dua kondisi itu membuat klub yang dulunya bernama Perseba Bangkalan itu siap menghadapi ISL 2015.

Coorporate Secretary PBFC, Dony Farochy, mengatakan, pihaknya memiliki sejumlah sponsor musim ini. Antara lain PT Nahusam Pratama, Lion Air, Kratingdaeng, Bank Kaltim, Suzuki, dan apparel lokal Salvo.

Dony mengklaim manajemen PBFC menargetkan pemasukan empat kali lipat dari sponsor musim ini. Namun, hal ini diakui Dony belum cukup bagi PBFC untuk tampil di ISL 2015 yang dananya mencapai lebih dari Rp20 miliar.

Di titik inilah manajemen PBFC berinovasi. Mereka berusaha memanfaatkan tingginya tingkat fanatisme suporter. Seperti diketahui, PBFC berhasil merebut hati suporter di Samarinda, yang sebelumnya mendukung Putra Samarinda (saat ini bernama Bali United).

Tiket pertandingan misalnya. Menggandeng Bank Kaltim, PBFC membuat tiket eletronik bagi suporter. Dengan demikian suporter akan lebih dimudahkan saat ingin menyaksikan tim kesayangan. Suporter tidak harus mengantre hanya untuk membeli tiket ataupun berurusan dengan calo.

PBFC menargetkan pendapatan hingga Rp7 miliar dari penjualan tiket. Dony mengatakan, penjualan tiket untuk satu pertandingan bisa sampai Rp500 juta.

Inovasi lainnya adalah dalam hal merchandise. PBFC, bekerjasama dengan Salvo, membuat kemasan kostum replika yang bisa menarik suporter, yakni membungkusnya dalam boks layaknya sebuah pizza.

Harganya pun terjangkau, mulai dari Rp135 ribu hingga Rp250 ribu. Dari merchandise PBFC menargetkan pemasukan hingga Rp1 miliar musim ini.

Melihat pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan sepak bola Indonesia masih jauh dari kata industri.

Selama klub-klub masih memiliki tunggakan utang kepada pemain di akhir musim, sulit mendapatkan sponsor, gagal mendapatkan pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise, target memiliki sepak bola industri akan sulit tercapai.

"Memang belum ideal, tapi menurut saya kita sudah di jalur yang benar. Butuh waktu memang," ujar Dodi menganggapi kondisi industri sepak bola Indonesia saat ini. (har/har)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER