All England dan Antusiasme yang Hilang

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Selasa, 03 Mar 2015 21:57 WIB
All England digelar pekan ini, namun jika dibandingkan, antusiasme publik Indonesia tidak sedahsyat dekade-dekade sebelumnya.
Antusiasme publik Indonesia terhadap All England di masa sekarang menurun jika dibandingkan dekade sebelumnya. (CNN Indonesia/Dokumentasi PBSI)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dari ratusan juta penduduk Indonesia, berapa persen yang menyadari bahwa pada minggu ini All England berlangsung di National Indoor Arena (Birmingham)?

Pertanyaan ini kemudian mencuatkan kenangan lama tentang betapa eratnya hubungan antara Indonesia dengan All England di masa lampau. Ada cinta rakyat Indonesia di tiap gelaran All England.

Di kampung-kampung dimana televisi masih merupakan barang yang mewah, mereka berkumpul di sebuah tempat, di balai desa atau di rumah orang yang kaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka rela berjejal berdesak-desakan hanya untuk melihat kotak televisi kecil yang juga belumlah berwarna.

Namun semua antusias. Semua senang. Semua ikut bersorak saat Rudy Hartono mengepalkan tangan tanda kemenangan.

Walaupun mungkin dari tempat mereka berdiri di ruangan besar itu, gambar di televisi tidaklah jelas ditangkap oleh mata mereka. Terpenting, volume suara bisa dibesarkan sehingga mereka yang datang belakangan dan berjarak cukup jauh dari televisi bisa ikut menyimak pertandingan.

Rexy Mainaky bisa jadi saksi yang menggambarkan betapa hebatnya euforia All England di Indonesia pada zaman dulu kala. Di kampung halamannya di Ternate, rumah Rexy selalu jadi tujuan setiap All England datang.

"Keluarga saya itu sudah terkenal antusias terhadap bulu tangkis, jadi begitu All England berlangsung semua pasti pergi ke rumah kami," ucap Rexy mengenang.

"Pintu rumah kami sudah dibuka lebar-lebar sebelum pertandingan dimulai. Semua tetangga bisa masuk dan menonton bersama meski televisinya kecil tidak sebesar televisi yang umum di masyarakat sekarang."

Saat Rexy berjaya sebagai pemain pada dekade 1990-an pun, cinta rakyat Indonesia untuk All England masih besar. Meski zaman semakin maju dan acara nonton bareng tidak lagi seperti saat Rexy kecil di dekade 70-an dan 80-an karena sudah banyak keluarga yang memiliki televisi masing-masing, namun antusiasme publik masihlah sangat besar.

"Biasanya setelah menang ada arak-arakan begitu pulang. Zaman saya, budaya arak-arakan seperti itu masih sering dilakukan," ucap Rexy mengenang.

Namun semakin kesini, pamor All England semakin luntur. Kegilaan dan antusiasme masyarakat Indonesia tidak lagi setinggi dekade sebelumnya.

Jika dulu nama-nama pebulu tangkis top Indonesia sudah jaminan dikenal oleh mayoritas rakyat Indonesia, namun sepertinya hal itu masih patut dipertanyakan untuk saat ini.

"Zaman sudah berubah. Kini sudah banyak hiburan di tengah-tengah masyarakat, ini yang jadi perbedaan," ujar Tan Joe Hok.

Membandingkan zaman sekarang dengan zaman dulu, jelas ada perbedaan besar terhadap kemajuan teknologi dan zaman.

Di dekade 1970-an, televisi adalah sebuah hiburan kategori luar biasa dan dipupuk semangat nasionalisme, jadilah All England tontonan yang luar biasa.

Masuk ke dekade 1990-an, All England tetap menjadi perhatian karena saat itu tim bulu tangkis Indonesia masihlah berjaya dengan rentetan gelar di berbagai turnamen internasional, termasuk tentunya All England.

Karena itu meskipun banyak 'distorsi' berupa hiburan dan tontonan lainnya, All England tetap mendapat tempat di hati publik Indonesia. Nama-nama Rexy Mainaky/Ricky Subagdja, Susi Susanti, dan lainnya tetap menjadi nama yang populer di semua golongan, tidak hanya berbatas pada penggemar bulu tangkis saja.

Sementara itu untuk saat ini, di saat akses informasi sudah semakin mudah dan bisa didapatkan dalam hitungan detik lewat jaringan internet, All England sepertinya malah makin terasa asing di telinga publik Indonesia.

Banyak yang menyebut tidak adanya TV Lokal yang menyiarkan All England secara langsung seperti dekade-dekade sebelumnya menjadi salah satu sebab merosotnya pamor All England di Indonesia.

Namun alasan itu juga tak sepenuhnya tepat karena andai ada siaran langsung namun sedikit atau bahkan tak ada pemain Indonesia yang berlaga di dalamnya pada babak-babak akhir, maka antusiasme pun tetap akan padam.

"Prestasi. Jika Indonesia kembali berprestasi gairah dan antusiasme masyarakat bisa kembali," tutur Rexy meyakini.

Memang seperti kata Rexy, tugas para pemain adalah mengembalikan reputasi Indonesia ke tempat tertinggi dalam persaingan bulu tangkis di level dunia.

Standar prestasi Indonesia di ajang bulu tangkis selalu dalam level tertinggi, jadi bulu tangkis selalu dianggap wajar jika menjadi juara dan dianggap bukan apa-apa saat tak berprestasi bahkan sekalipun menjadi nomor dua.

Jadi, kembali ke awal tulisan, dari ratusan juta penduduk Indonesia, berapa persen yang menyadari bahwa pada minggu ini All England berlangsung di National Indoor Arena? (ptr/ptr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER