Jakarta, CNN Indonesia -- Rudy Hartono sudah diakui sebagai pebulutangkis terbaik di dunia usai memenangkan All England dari tahun ke tahun. Namun akhirnya, Sang Maestro ini benar-benar merasakan manisnya gelar juara di pengujung kariernya.
Sebelum IBF/BWF menggelar Kejuaraan Dunia, All England memang sering disebut sebagai 'Kejuaraan Dunia Tak Resmi' oleh banyak orang. Karena itu, pemenang All England pun layak menyandang status sebagai pemain terbaik dunia.
Dan Rudy Hartono, yang memenangi All England selama tujuh tahun beruntun dari 1968-74 jelas sangat lebih dari layak untuk disebut sebagai pebulutangkis terbaik di dunia. Rudy bahkan pantas menyandang status sebagai pebulutangkis terbaik di dekade itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dan ironisnya, ketika IBF memutuskan untuk menggelar Kejuaraan Dunia untuk kali pertama pada 1977, Rudy si pemain terbaik di dekade itu justru memutuskan untuk tidak ikut serta.
"Saya merasa saat itu tidak siap untuk ikut Kejuaraan Dunia. Lebih baik saya tidak ikut daripada hasilnya mengecewakan," tutur Rudy mengenang.
Setahun sebelumnya, Rudy sukses menjadi juara All England untuk kedelapan kalinya usai mengalahkan Liem Swie King di babak final. Catatan itu membuat Rudy menjadi pebulutangkis tunggal putra dengan gelar All England terbanyak.
Usai benar-benar berdiri di puncak dunia, Rudy memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya dengan menikah pada Agustus 1976.
"Saat itu saya juga tengah jenuh terhadap bulu tangkis setelah terus menerus bertanding sejak muda. Usai menikah, saya pun sempat tidak latihan bulu tangkis secara intensif," ujar Rudy.
Lantaran bersifat perfeksionis, Rudy pun memutuskan untuk tidak mengikuti All England pada 1977, padahal ia merupakan juara bertahan.
"Begitupun Kejuaraan Dunia di mana saya juga tidak ikut serta. Sama sekali tidak ada perasaan menyesal di diri saya karena andai ikut pun berat bagi saya untuk menjadi juara saat itu," ujar Rudy berterus terang.
Dengan usia yang sudah 28 tahun, saat itu Rudy jelas disebut-sebut menyia-nyiakan peluang terbaik untuk bisa menjadi juara dunia. Pasalnya Kejuaraan Dunia saat itu masihlah berlangsung selama tiga tahun sekali, bukan setiap tahun seperti sekarang ini.
Namun ternyata pada akhirnya Rudy sukses menggenggam manisnya status juara dunia. Hal itu diraih Rudy pada saat pelaksanaan Kejuaraan Dunia tahun 1980 yang berlangsung di Jakarta.
"Saat itu usia saya sudah 31 tahun. Sudah melewati fase usia emas," tutur Rudy mengakui.
"Namun saya akhirnya mengikuti Kejuaraan Dunia itu karena turnamen itu pun berlangsung di Jakarta."
Walaupun tak lagi menjadi favorit, namun ternyata Rudy sukses menggenggam trofi di pengujung turnamen. Di babak final, Rudy berhasil menaklukkkan Liem Swie King dengan skor 15-9, 15-9.
Kemenangan dua game langsung atas King bukan hanya membuat Rudy menjadi juara dunia melainkan juga memastikan Rudy memenangi turnamen ini tanpa kehilangan satu game pun.
Sebuah pembuktian manis dari Sang Maestro di pengujung kariernya.
(ptr/ptr)