Jakarta, CNN Indonesia -- Tengah pekan ini, beredar di kalangan wartawan tentang keberadaan surat dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang meminta Kementerian Sekretaris Negara mencabut fasilitas kantor bagi pengurus PSSI di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Surat dengan nomor 01964/SET/V/2015 tersebut ditandatangani Sesmenpora Alfitra Salamm dan bertanggal 20 Mei 2015. Dalam surat itu Kemenpora meminta agar sanksi administratif terhadap PSSI diperhatikan. Sehingga institusi pemerintah baik pusat, daerah, maupun kepolisian tak memberi fasilitas kepada PSSI.
Terkait hal tersebut Mensesneg Pratikno mengaku belum melihat tentang surat permohonan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya saya juga belum tahu mekanisme penyegelan nantinya seperti apa. Saya belum baca suratnya," kata Pratikno di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (22/5).
Di sisi lain, Pratikno menerangkan tentang pengelolaan kawasan GBK sendiri dilaksanakan badan layanan umum yang bersifat semi-terpisah.
Surat Terbuka Ketum PSSISementara itu, sebelumnya, Ketua Umum PSSI La Nyalla Matalitti menerbitkan sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Menpora Imam Nahrawi. Surat itu diterbitkan La Nyalla lewat
situs resmi PSSI pada Jumat (22/5) pukul 00.00 WIB.
Dalam surat tersebut La Nyalla memperkenalkan nama lengkap serta jabatannya sebagai Presiden PSSI masa bakti 2015-2019. La Nyalla terpilih sebagai Ketum PSSI dalam Kongres Luar Biasa yang berlangsung di Surabaya pada 18 April 2015.
Dalam surat sepanjang 1128 kata tersebut, La Nyalla menolak tudingan PSSI sebagai sarang mafia sepak bola atau kejahatan seperti yang dituding tim sembilan bentukan Menpora. Ia pun justru meminta pihak-pihak untuk membantu PSSI memberantas mafia serta kejahatan terkait sepak bola yang dituduhkan itu.
Ia juga mempertanyakan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang memaksa PSSI tak menyertakan Persebaya Surabaya dan Arema Cronus tak ikut serta dalam kompetisi. BOPI telah meminta PSSI mengecualikan dua klub asal Jawa Timur itu dalam kompetisi 2015 karena tak dapat memenuhi syarat aspek legalitas hingga tenggat waktu habis.
'Anda (Menpora) melalui BOPI justru memaksa PSSI untuk “menelantarkan anak” (anggota) kami. Persebaya dan Arema untuk tidak boleh berkompetisi dengan alasan yang tidak subtansif.' demikian tulis La Nyalla.
La Nyalla pun mempertanyakan tentant tim transisi yang dinilainya memiliki konteks untuk mengambil alih peran dan fungsi serta membentuk kepengurusan PSSI yang baru.
'Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya lakukan sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini? Sekali lagi. Tolong dijawab. Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya lakukan sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?' keluh La Nyalla dalam surat itu.
Ia pun menantang Menpora untuk mengganti kepengurusan PSSI sesuai jalur lewat Kongres yang berlangsung setiap empat tahun sekali.
La Nyalla menutup surat terbukanya dengan menyatakan bahwa ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari sepak bola nasional.
(kid/kid)