Jakarta, CNN Indonesia -- Terhentinya kompetisi sepak bola Indonesia karena kisruh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan PSSI membuat banyak pesepakbola nasional mengganti profesi. Namun, hal itu tidak membuat Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) terkejut.
Turnamen sepak bola Indonesia saat ini sedang terhenti karena pembekuan PSSI hingga sanksi yang diberikan FIFA. Kondisi itu membuat para pemain terlunta-lunta karena kehilangan mata pencaharian.
Beberapa pemain bahkan harus banting setir untuk mencari nafkah, mulai dari berjualan toko kelontong, menjual es kelapa, hingga menjadi operator kereta odong-odong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miris memang, ketika para pemain biasa mengolah kulit bundar di atas lapangan, tiba-tiba harus mencari mata pencaharian lain untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Namun, di mata CEO APPI, Valentino Simanjuntak, maraknya pemain yang banting setir sudah merupakan pemandangan biasa di sepak bola tanah air.
"Saya sudah pernah mengurus pemain yang sampai meninggal, jadi saya sudah kebal dengan cerita-cerita pemain yang banting setir," ujar Valentino saat dihubungi
CNN Indonesia, Kamis (30/7).
"Kami tak hanya memperjuangkan nasib pemain yang sampai harus banting setir alih profesi, tetapi hingga pemain yang sampai meninggal."
Potret Sepak Bola NasionalPernyataan Valentino cukup beralasan. Pasalnya, jika berkaca pada masa lalu, sepak bola Indonesia memang memiliki banyak permasalahan serius, khususnya terkait pemenuhan hak-hak para pemain.
Mulai dari gaji yang tak kunjung dibayar, hingga kesejahteraan pemain yang kurang, merupakan potret sepak bola tanah air, yang terkadang luput dari perhatian.
Bahkan di beberapa kasus, terdapat sejumlah pemain yang sampai harus merenggang nyawa, karena tak mendapatkan perhatian dari pihak klub.
Misalnya kematian pemain Persiraja Banda Aceh, Akli Fairuz, tahun lalu. Mendapatkan cedera ketika bertanding di atas lapangan, Akli tak langsung dibawa ke rumah sakit dan dibiarkan meringis kesakitan di bangku cadangan.
Meski akhirnya dilarikan ke sebuah rumah sakit di Aceh, Akli akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit beberapa hari setelah mendapatkan perawatan.
Tak berhenti di situ saja, Akli juga ternyata belum menerima gaji sejak kompetisi Divisi Utama bergulir pada 2014 lalu.
Jaminan KlubKasus-kasus di masa lalu itulah yang membuat APPI berharap nasib para pemain merupakan fokus utama menjelang bergulirnya dua turnamen: Piala Kemerdekaan dan Piala Indonesia Satu, yang rencananya akan digelar Agustus mendatang.
"Yang penting mereka (pemain) punya penghasilan," Valentino melanjutkan.
"Jika kompetisi segera digulirkan tentu itu sangat bagus, selama syarat yang kami ajukan, seperti perlindungan pemain dan jaminan mereka akan mendapatkan hak mereka, dipastikan terlebih dahulu."
Setelah Piala Kemerdekaan yang digagas Tim Transisi rencananya akan kick-off 15 Agustus mendatang, Piala Indonesia Satu yang diinisiasi operator independen, Mahaka Sports and Entertainment, juga direncanakan bergulir pada 30 Agustus mendatang.
(har/har)