Berjauhan dari Orang Tua Demi Jadi Atlet Kelas Dunia

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Minggu, 06 Sep 2015 18:27 WIB
Demi merajut mimpinya menjadi atlet bulutangkis kelas dunia, meski masih begitu belia, anak-anak pun rela berjauhan dari orang tua untuk tinggal di asrama.
Demi merajut mimpinya menjadi atlet bulutangkis kelas dunia, meski masih begitu belia, anak-anak pun rela berjauhan dari orang tua untuk tinggal di asrama. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman)
Kudus, CNN Indonesia -- Ungkapan tak ada keberhasilan tanpa pengorbanan nampaknya juga berlaku bagi anak-anak yang berambisi jadi pebulutangkis dunia ini.

Salah satu pengorbanan yang akan mereka lakukan adalah tinggal berjauhan dari orang tua. Mereka akan memulai kehidupan sebagai penghuni asrama.

Di balik harapan bisa lolos audisi, teriring keikhlasan melepas buah hati mereka hidup berjauhan. Anak-anak yang masih berusia belasan itu dituntut mandiri dan tak lagi mengandalkan uluran tangan orang tua dalam keseharian mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erfando Masela, peserta termuda di antara yang lolos ke babak grand final. Genap berusia 10 tahun pada 7 September mendatang, Erfando sadar akan tinggal berjauhan dari orang tuanya yang berdomisili di Surabaya.

"Dia sudah tahu konsekuensi atas cita-citanya menjadi pemain bulutangkis, dan dia sudah siap," tutur Erik Masela, ayah Erfando kepada CNN Indonesia.

Tinggal di asrama tentu tak semudah bayangan. Mereka harus bisa lebih mandiri dan dewasa ketimbang rekan-rekan seusianya yang tak berkarier sebagai atlet.

"Rasanya memang sedih jauh dari orang tua. Tapi itu sudah jadi pilihan saya untuk membahagiakan orang tua saya dengan jalan yang saya tempuh ini," tutur Tri Yuliana, atlet kategori remaja PB Djarum.

Sementara itu Bobby sSetiabudi merasakan adanya tahapan rasa selama tinggal di asrama. "Ada rasa takut dan senang waktu pertama kali jadi penghuni asrama, namun lama-lama akhirnya betah," Bobby Setiabudi yang masih masuk dalam kelompok umur pemula.

Setelah menjadi penghuni asrama, proses adaptasi para atlet muda tersebut beragam. Ada yang hanya butuh hitungan hari untuk "melupakan" kehidupan lamanya, namun ada pula yang butuh hingga satu bulan.

Meski demikian, tak dipungkiri perasaan rindu pada orang tua dan anggota keluarga lainnya kadang muncul. "Kalau rasa rindu itu muncul biasanya saat shalat bisa nangis. Selain itu mungkin saya menelepon orang tua untuk mengobati rindu," tutur Mega Ciputra yang juga merupakan anggota atlet kategori remaja PB Djarum.

"Saya biasanya menelepon atau bahkan meminta orang tua datang ke sini bila memang sudah kangen," kata Bobby menimpali.

Menurut pelatih PB Djarum, Maria Kristin Yulianti, perasaan homesick yang mungkin dialami atlet-atlet muda di asrama seringkali timbul bila sedang sendiri. "Namun bila sedang ramai-ramai dengan teman-teman lainnya, rasa rindu pada orang tua itu tak terlalu dirasakan anak-anak," ujar peraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 yang sudah satu tahun jadi pelatih di PB Djarum ini.

Sebagai anggota asrama, para atlet muda memang tak bisa lagi bebas begitu saja. Mereka harus patuh pada aturan yang ada, termasuk untuk pulang bertemu orang tua.

"Izin pulang bisa saja diberikan, namun harus benar-benar dilihat dulu keperluannya. Libur panjang di sini ada pada saat Lebaran dan Natal," katanya menerangkan. "Para atlet tak bisa pulang ke rumah begitu saja, walaupun misalnya kami sedang bertanding di kota tempat dia tinggal." (ptr/vri)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER