Bowie Haryanto
Bowie Haryanto

Seremoni (Hampa) Itu Bernama Haornas

Bowie Haryanto | CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2015 19:59 WIB
Mengapa Indonesia masih perlu merayakan Haornas sementara di dunia olahraga tingkat Asia Tenggara saja kita tidak bisa menunjukkan taring?
Ilustrasi (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- "Peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) ini harus menjadi tonggak kebangkitan olahraga Indonesia."

Pernyataan di atas sering muncul ketika Indonesia sedang memperingati Haornas yang jatuh setiap 9 September. Mulai dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) hingga para pemangku kepentingan olahraga lain, biasanya mengucapkan pernyataan itu hampir setiap tahun.

Pernyataan itu memang cukup catchy untuk diutarakan seorang pejabat. Setidaknya untuk membakar semangat pelaku olahraga di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perjalanannya, olahraga memang memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan Indonesia. Tanpa olahraga, maka Indonesia mungkin tidak akan memiliki kompleks olahraga Gelora Bung Karno.

Adalah Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, yang menunjukkan betapa pentingnya olahraga bagi Merah Putih. Bung Karno yakin olahraga sangat penting untuk pembangunan bangsa, dan lewat olahraga pula Indonesia bisa dipandang sebagai negara besar.

Itu sebabnya ketika Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games 1962, Bung Karno dengan penuh ambisi membangun berbagai infrastruktur penting di Jakarta. Padahal kondisi ekonomi Indonesia ketika itu belum stabil pasca-kemerdekaan.

Dalam waktu sekitar dua tahun, Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno berhasil membangun Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jembatan Semanggi, dan Hotel Indonesia (sekarang Hotel Kempinski), dan Monumen Selamat Datang (Bundaran HI).

Semua itu dilakukan Bung Karno untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara besar. Hasilnya: Dunia pun kagum! Di Asian Games 1962 pula Indonesia meraih prestasi terbaiknya sepanjang sejarah, menempati peringkat kedua.

Semangat yang Luntur

Sejak kali pertama dirayakan pada era Presiden Soeharto, 9 September 1983, perayaan Haornas telah jauh bergeser. Semangat perayaan Haornas semakin tergerus, bahkan hampir terlupakan.

Peringatan Haornas 2015 contohnya, yang nyaris tidak terdengar gaungnya, tertutup masalah melonjaknya harga dolar, kabut asap, dan yang paling 'pelik' adalah pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Entah apa yang harus kita rayakan dari Haornas sekarang ini dengan kondisi prestasi olahraga Indonesia semakin melorot dalam beberapa tahun terakhir, dan mungkin hampir berada di titik terendah.

Untuk level Asia Tenggara saja Indonesia sudah tidak mampu berbicara. Dalam dua gelaran SEA Games terakhir, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat keempat (2013) dan kelima (2015).

Dua sukses terakhir Indonesia menjadi juara umum di SEA Games terjadi saat menjadi tuan rumah: 2011 dan 1997. Di ajang Olimpiade, Indonesia untuk kali pertama sejak 1988 gagal meraih medali emas di Olimpiade 2012 London.

Cetak biru olahraga Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Munculnya UU SKN menunjukkan adanya niat pemerintah untuk memajukan prestasi olahraga Indonesia.

Namun, keberadaan UU SKN sering dianggap sebagai masalah, salah satunya konflik antara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpade Indonesia (KOI).

Terpuruknya olahraga Indonesia juga dikarenakan minimnya kompetisi di dalam negeri. Selain itu hampir tidak ada rencana atau cetak biru yang dimiliki pengurus cabang olahraga. Kalaupun ada, tidak berjalan sebagaimana semestinya.

Masalah Klasik

Di era modern saat ini, pola pembinaan olahraga tidaklah murah. Selain dana untuk menggelar latihan, uji coba baik di dalam dan luar negeri, dunia olahraga sekarang juga harus melibatkan sport science serta menyediakan nutrisi yang cukup.

Dana jelas menjadi salah satu faktor utama di dunia olahraga nasional. Itu merupakan masalah klasik. Dengan kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil, sulit bagi pelaku olahraga tanah air untuk hanya mengandalkan dana dari pemerintah.

Olahraga Indonesia belumlah menjadi sebuah industri. Itu sebabnya, selain mengandalkan dana pemerintah yang minim, kita masih berharap kepada segelintir orang kaya yang 'gila olahraga'.

Ironis memang melihat kondisi olahraga Indonesia saat ini. Terpuruknya prestasi olahraga kita diperburuk dengan sejumlah tindakan korupsi. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas olahraga justru dikorupsi.

Jadi bisa dibayangkan, sudah fasilitas olahraga berkualitas kita minim, dananya pun 'disunat' oleh para pejabat. Mulai dari kasus wisma atlet di Palembang, korupsi PON Riau, hingga proyek Hambalang. Bagaimana olahraga Indonesia bisa maju?

Jika dulu Bung Karno berambisi membangun fasilitas olahraga dengan dana pas-pasan agar nama Indonesia terangkat, kini proyek pembangunan fasilitas olahraga justru digunakan untuk melakukan korupsi.

Kita berharap saja sejumlah proyek pembangunan fasilitas untuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 tidak berujung pada kasus korupsi.

Masih banyak permasalahan dunia olahraga Indonesia. Selain masalah dana, fasilitas, polemik pengurus, hingga ke kesejahteraan atlet.

Suka tidak suka, itulah potret olahraga kita saat ini. Dan Haornas pun hanya menjadi seremoni angin lalu saja.

(vws)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER