Julukan Apa yang Kau Pilih, Ranieri?

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Selasa, 24 Nov 2015 16:26 WIB
Claudio Ranieri punya tiga panggilan: The Tinkerman, Mr. Nice Man, dan Nearlyman. Wajah mana yang akan ia tunjukkan bersama Leicester City?
Claudio Ranieri datang ke Inggris untuk kedua kalinya dan kini melatih Leicester City. (ANGELOS TZORTZINIS/AFP/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika Jose Mourinho mengatakan bahwa upaya membawa Chelsea mempertahankan gelar juara Liga Inggris sebagai Mission Impossible, maka Leicester City menunjukkan bahwa tidak ada kemustahilan dalam sepak bola.

Di antara berbagai kejutan yang dilahirkan Liga Inggris dalam 13 pekan musim ini, kisah tentang Leicester memang bisa jadi yang paling mengagetkan. Memiliki skuat yang dibeli dengan harga murah, serta dilatih oleh manajer yang dianggap gagal, The Foxes kini bertengger di puncak klasemen.

Total 28 angka telah mereka kumpulkan dari delapan kemenangan, empat kali imbang, dan hanya pernah satu kali dikalahkan lawan. Torehan golnya pun bisa dikatakan cukup mengesankan. Mereka menjadi tim paling produktif dengan raihan 28 gol, meski di lini belakang telah kebobolan 20 gol.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan ini memang perlu diberikan tanda kutip, bahwa mereka belum berhadapan dengan duo Manchester, duo asal Liverpool, Chelsea, atau Swansea. Akan tetapi, mereka hanya bisa mengalahkan yang di depan mereka, dan saat ini Leicester telah melakukannya dengan sempurna.

Otak di balik seluruh kesuksesan ini tentu adalah sang manajer, Claudio Ranieri.

The Tinkerman, demikian ia sempat mendapat julukan dari media-media Inggris karena kegemarannya menggonta-ganti formasi. Secara harafiah, tinker sendiri bisa diartikan senang mengubah-ubah sesuatu.

Panggilan berkonotasi negatif ini muncul pertama kali ketika kesebelasan yang dilatihnya kala itu, Chelsea, disingkirkan AS Monaco di semifinal Liga Champions. Ranieri pun dikecam karena keputusannya menempatkan Hernan Crespo --seorang ujung tombak-- di posisi gelandang kanan.

Hingga pekan ke-13, penyerang Leicester City, Jamie Vardy, menjadi striker tersubur di Liga Inggris. (Reuters / Craig Brough)

Akan tetapi jalan panjang Ranieri kembali ke Liga Inggris tidak dilaluinya dengan hanya duduk diam dan berpikir. Pelatih kelahiran Roma ini sempat singgah di Valencia, Parma, Juventus, AS Roma, Inter Milan, AS Monaco, dan tim nasional Yunani.

Sedikit demi sedikit ia mengumpulkan kebijakan yang ia dapatkan di klub sebelumnya. Misalnya saja soal susunan pemain yang tak lagi ia utak-atik, meski bukan berarti ia menafikkan arti rotasi.

Dengan rendah hati ia meneruskan taktik manajer Leicester sebelumnya, Nigel Pearson, yang menerapkan sepak bola menyerang.

Dengan Jamie Vardy dan Riyad Mahrez di tangannya, Ranieri tahu bahwa tidak mengekang keduanya akan menjadi senjata ampuh bagi The Foxes.

Demikian pula dengan staf kepelatihannya. Dikabarkan Daily Mail, Ranieri tak melepas staf kepelatihan Leicester yang sukses membawa mereka bertahan di Liga Inggris musim lalu.

Seharusnya saya menjadi pelatih Arsenal saja.Claudio Ranieri
Satu hal yang tidak ditanggalkan Ranieri dari identitasnya adalah soal julukan Mr. Nice Man. Pelatih asal Italia ini sadar benar bahwa media-media juga memandangnya sebagai orang yang terlalu baik hati dan dianggap tidak memiliki karakter kuat untuk membawa kesuksesan bagi suatu klub.

Tapi ia tak mengubahnya. Ranieri terus menjadi pelatih yang menjabat tangan para pemainnya setiap pagi dan mentraktir mereka makan pizza usai mendapatkan cleansheet pertama di Liga Inggris.

Sebelumnya, karakter Mr. Nice Man itu membuatnya mendapatkan panggilan lainnya: Nearlyman. Ia adalah pelatih yang dipecat ketika membawa timnya menduduki peringkat dua, atau nyaris juara.

Ini yang terjadi ketika ia pertama kali datang ke Inggris untuk melatih Chelsea. Mengantarkan The Blues ke posisi tertinggi mereka di Liga Primer Inggris, Ranieri justru mendapatkan hadiah pemecatan dari Roman Abramovich.

Hal sama juga terjadi ketika ia melatih Juventus, AS Roma, Inter Milan, dan AS Monaco. Dipecat di peringkat dua. "Mungkin seharusnya saya melatih Arsenal saja," kata Ranieri berkelakar tentang nasibnya tersebut.

Bersama Leicester, ia dipastikan tidak akan menerima nasib yang sama. Leicester yang satu musim lalu nyaris terdegradasi di akhir musim, akan senang jika Ranieri mendapatkan peringkat dua bagi mereka.

Ranieri mengatakan bahwa bukan itu target utamanya di musim ini, melainkan empat puluh angka dan membawa Leicester tetap bertahan di Liga Inggris.

Lebih jauh lagi, ia ingin membawa para pendukung Leicester bahagia.

"Sejak bergabung dengan Leicester, saya merasa seperti bayi. Saya merasa muda lagi. Di akhir karier saya bersama Leicester, para penggemar akan bahagia." (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER