Jakarta, CNN Indonesia -- Di saat negara-negara Asia Tenggara tengah berlari kencang meningkatkan level sepak bolanya, Indonesia masih saja jalan di tempat bahkan mundur.
Konflik di tubuh federasi (PSSI) yang tak kunjung usai dalam lima tahun terakhir (sejak peralihan kepemimpinan Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, hingga La Nyalla Mattalitti) dianggap turut bertanggungjawab.
Demikian diungkapkan Danurwindo, tokoh sepak bola nasional yang sudah makan asam garam. Pernah menicicpi karier sebagai pemain, pelatih top, hingga direktur teknik tim nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria kelahiran Kutoarjo, Jawa Tengah, itu mengungkapkan kegelisahannya terkait kemunduran sepak bola nasional. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan
CNNIndonesia.com, Jun Mahares:
T: Apa dampak konflik PSSI dalam kurun lima tahun terakhir terhadap sepak bola Indonesia?
J: Konflik di kalangan elite turut bertanggungjawab atas kemunduran level sepak bola Indonesia. Penghentian kompetisi di level senior maupun yunior otomatis menurunkan level pemain dan pelatih Tanah Air.
T: Sejauh mana penurunan level sepak bola di Indonesia di kawasan Asia pada umumnya dan khususnya Asia Tenggara?J: Jangankan di level Asia, kita sudah mulai tertinggal jauh dari negara-negara Asia Tenggara. Thailand, Vietnam, atau bahkan Myanmar terus berevolusi dengan program jangka panjangnya. Sementara Indonesia, masih berkutat di tataran konflik federasi.
T: Selain konflik federasi, apa yang membuat level sepak bola nasional berjalan lambat?J: Penyebabnya sangat kompleks. PSSI pun sejauh ini baru hanya fokus menggelar kompetisi di level senior. Kalau mau maju, kompetisi reguler wajib diterapkan di seluruh kasta termasuk di level U-17 bahkan U-14.
T: Apa dampak konflik federasi dan penghentian kompetisi terhadap tim nasional Indonesia?J: Sama saja dampaknya, yaitu penurunan kualitas. Federasi sepak bola di negara luar sudah berbicara program timnas jangka panjang hingga 20 tahun ke depan yang melibatkan sports science. Sementara Indonesia selalu memulai dari nol lagi karena terus berkonflik.
Tidak hanya pemain, intelektual pelatih juga harus di-
upgrade terus. Sekarang bagaimana mau kursus di luar negeri kalau federasi masih disanksi. Ini juga menghambat pengetahuan pelatih nasional.
T: Contoh ketertinggalan Indonesia dalam hal program timnas jangka panjang?J: Misalnya soal filosofi melatih pemain. Di Eropa saat ini program pelatihan usia dini bukan dimulai dari materi teknik, tapi pola pikir dulu yang dibenahi. Karena itu akan membentuk mental dan kecerdasan pemain dalam menerapkan skema si pelatih.
PSSI harus punya tim, katakanlah Badan Tim Nasional (BTN) yang bertugas melakukan riset (kekuatan dan kekurangan pemain Indonesia) untuk kemudian dibentuk program yang terukur dan sesuai filosofi bermain tim nasional kita mulai dari level yunior sampai senior.
T: Jadi sejauh ini program pembinaan usia dini yang digaungkan PSSI belum berjalan maksimal?J: Masih jauh.
Wong mereka hanya fokus di level senior. Itupun standarisasi yang diterapkan tidak tegas sehingga sering terjadi penunggakan gaji dan sebagainya.
T: Konflik PSSI-Kemenpora masih belum tuntas hingga kini. Apa solusinya?J: Sulit dijawab. Pertanyaan ini hanya bisa dijawab mereka bapak-bapak yang terlibat. Tapi, sebagai pelaku sepak bola saya berharap kompetisi reguler bergulir kembali.
Sepak bola adalah milik rakyat, bukan orang-orang yang punya kepentingan golongan. Dan yang terpenting, pengurus federasi harus dihuni orang-orang yang punya hati dan jiwa sportif memajukan sepak bola. Jangan ada intrik dan mengedepankan konflik ketika ditegur pihak luar (Kemenpora). Ayo maju bersama-sama karena kita sudah jauh tertinggal.
(jun/jun)