Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam percaturan politik jelang pemilihan presiden FIFA, nama presiden Konfederasi Sepak-bola Asia (AFC), Sheikh Salman bin Ibrahim Al-Khalifa, muncul belakangan. Tapi kini ia menjadi kandidat terkuat untuk menggantikan rezim Sepp Blatter.
Seperti dikabarkan
The Guardian, Sheikh Salman memang merupakan rencana cadangan dari Asia.
Semula AFC siap memberikan dukungan suara untuk mantan pemimpin UEFA, Michel Platini, dalam Kongres pemilihan presiden. Akan tetapi AFC mengalihkan dukungan mereka kepada Sheikh Salman, ketika Platini dihukum Komite Etik FIFA tidak boleh berkegiatan di dunia sepak bola selama delapan tahun -- pada 23 Februari hukuman ini dipersingkat menjadi enam tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salman, 50, merupakan anggota senior dari keluarga kerajaan Bahrain yang telah terlibat dalam dunia sepak bola selama bertahun-tahun.
Sarjana literatur Inggris dan Sejarah dari University of Bahrain tersebut sempat bermain di tim muda Divisi I Bahrain bersama Riffa Club.
Pada 1996, ia ditunjuk sebagai Ketua dari Tim Nasional, kemudian dua tahun kemudian terpilih sebagai wakil presiden, dan akhirnya menjadi presiden dari Asosiasi Sepak-bola Bahrain (BFA).
Selama menjabat sebagai presiden, peringkat timnas Bahrain berhasil mencapai posisi ke-44, tertinggi dalam sejarah sepak bola negara itu.
"Rekam jejak saya menunjukkan bahwa saya bisa diandalkan untuk melayani asosiasi dan komunitas sepak bola global, serta memimpin FIFA melalui fase transisi," kata Salman seperti yang dikutip dari situs pribadinya, Selasa (23/2).
Jelang pemilihan presiden FIFA, Sheikh Salman sendiri diterpa kasus lama soal hak asasi manusia. Mereka yang menentang dirinya meminta FIFA menyelidiki apakah Salman memiliki peran dalam pemenjaraan dan penyiksaan atlet-atlet Bahrain yang terlibat dalam demonstrasi besar-besaran menentang kekuasaan keluarga kerajaan.
Tuduhan senada juga disuarakan organisasi hak asasi manusia internasional, yang sebelumnya pernah mengkritik FIFA atas perlakukan terhadap para buruh yang membangun stadion untuk Piala Dunia Qatar 2022.
Sheikh Salman telah membantah tuduhan itu dan ia menyatakan tidak punya keterkaitan apapun dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Memisahkan FIFA Jadi Dua BagianSheikh Salman mengatakan bahwa ia ingin membangun kembali FIFA dan membersihkan tubuh organisasi tersebut dari para koruptor.
"Badan sepak bola dunia sekarang sayangnya telah berasosiasi dengan segelintir individual yang menghancurkan peraturan dan hukum. Karena itu mereka harus disingkirkan dari sepak bola dan FIFA."
Selain ingin 'bersih-bersih' FIFA, Salman juga memiliki keinginan untuk membagi FIFA menjadi dua bagian.
Satu bagian bertanggung jawab atas manajemen komepetisi dan turnamen, sementara bagian lain bertanggung jawab mengatur aspek keuangan dan bisnis FIFA. Ia meyakini pemisahaan kekuasaan itu bisa mengatasi bobrok yang membuat FIFA terbelit skandal keuangan para pejabat teras seperti saat ini.
"Hanya dengan pemisahan secara ketat masalah keuangan dan pengawasan semua aliran pengeluaran kami bisa menjamin kelahiran kembali FIFA yang baru," demikian pernyataan resmi Salman yang dikutip dari Reuters (1/1).
Sebanyak 209 asosiasi sepak bola negara anggota FIFA akan memilih presiden baru dalam Kongres yang akan kembali digelar di Zurich, Swiss, pada 26 Februari 2016.
Jerome Champagne, Gianni Infantino, Pangeran Ali bin AL-Hussein dan Tokyo Sexwale yang juga maju sebagai kandidat lainnya.
(vws)