Jakarta, CNN Indonesia -- Semasa hidupnya, Maulwi Saelan telah melakukan banyak hal yang menginspirasi banyak orang. Namun, masih ada keinginan yang belum terwujud hingga kini.
Kiper legendaris timnas Indonesia tersebut belum sempat mendirikan sekolah sepak bola. Meski punya banyak kesempatan, namun Maulwi lebih fokus mencurahkan waktunya di dunia pendidikan.
Pria kelahiran Makassar, 8 Agustus 1926, itu mendirikan Sekolah Al Azhar untuk melanjutkan perjuangan ayahnya, Amin Saelan, yang sukses mendirikan Taman Siswa di Makassar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ibu saya pernah bilang bapak sangat ingin punya sekolah sepak bola untuk membagi ilmunya. Tapi, makin ke sini keinginannya berkurang. Dia lebih fokus ke pendidikan ke Al Azhar," ungkap Asha Wadia Saelan, putra bungsu Maulwi Saelan, saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com, belum lama ini.
Asha mengaku sudah sempat menyusun program untuk membangun SSB, mulai dari mencari lokasi tempat latihan, tim pelatih, dan modul kepelatihan. Namun, langkahnya urung dilanjutkan karena respons minim dari sang ayah.
"Saya juga ingin melihat bapak menikmati masa pensiun dengan menonton anak-anak berlatih bola. Dia juga pernah bilang ingin bagi pengalamannya kepada pemain muda, tapi akhirnya belum kesampaian," ujarnya.
Asha menceritakan, salah satu penjaga gawang senior yang tak pernah lupa dengan Maulwi adalah Hermansyah. Mantan kiper timnas Indonesia era 80-an itu pernah dibina langsung oleh Maulwi Saelan.
"Hermansyah tidak pernah lupa kata-kata bapak soal ukuran badan dan tangan bisa ikut mempengaruhi kecekatan seorang kiper. Tubuh harus tegap dan bertangan lebar," kata Asha menirukan cerita Hermansyah.
Asha melanjutkan, Maulwi juga menjadi anutan para penjaga gawang di bawahnya. Prestasi Maulwi bersama timnas Indonesia saat menahan imbang Uni Soviet 0-0 di perempat final Olimpiade Melbourne 1956 menjadi kisah tak terlupakan.
Namun tak sedikit pula para pemain pesepak bola yang tak mengenal sosok atau bahkan cerita soal Maulwi.
"Makin ke sini jarang pemain muda yang mengetahui cerita tentang bapak, padahal dia masuk dalam sejarah anak bangsa yang pertama kali tampil di Olimpiade. Sangat sayang pemain muda minim literasi sejarah timnas," ujar Asha.
"Maka itu, saya juga ingin mewujudkan SSB bapak supaya cerita dan semangatnya selalu menular ke orang lain," tambah pria yang bekerja di bidang informasi dan teknologi tersebut.