Jakarta, CNN Indonesia -- Selain dikenal sebagai kiper legendaris timnas Indonesia, Maulwi Saelan juga pernah menjadi ajudan paling setia Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.
Maulwi bahkan disebut sebagai 'Penjaga Terakhir Soekarno'. Itu karena pria kelahiran Makassar tersebut menjadi orang terakhir yang mendampingi Sukarno melewati masa-masa kritis hingga wafat.
Rasa kagum kepada Sukarno tak pernah lekang sampai Maulwi pun bertemu ajal pada Senin (10/10). Sebagian besar jalan hidupnya berbanding lurus dengan amanah sang presiden. Tak terkecuali di sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maulwi adalah saksi betapa Sukarno menjadikan sepak bola dan olahraga sebagai salah satu alat diplomasi politik Indonesia di dunia internasional. Di era kepemimpinan Sukarno, tim nasional Indonesia kerap dikirimkan untuk menjalani tur di Eropa, atau laga persahabatan melawan tim kelas dunia.
Sukarno juga alasan utama Indonesia bisa menjadi tuan rumah Asian Games 1962.
"Bung Karno adalah inspirasi bapak (Maulwi Saelan) mulai dari sikap tegas dan pola pikir yang visioner," kata Asha Wadia Saelan (40), putra bungsu Maulwi Saelan, saat berbincang dengan
CNNIndonesia, belum lama ini.
"Misalnya soal pembuatan Stadion Gelora Bung Karno di Senayan. Sebagian orang menganggap pemborosan, padahal maksudnya agar tim Indonesia bisa sejajar dengan bangsa maju lainnya."
Sukarno, lanjut Asha, juga mendukung karier militer dan sepak bola Maulwi secara bersamaan.
Maulwi tergabung dalam timnas Indonesia era 1954-1958 serta berkontribusi besar dalam keberhasilan Indonesia menembus empat besar Asian Games 1954 dan meraih medali perungggu di Asian Games 1958.
Ia memutuskan pensiun di sepak bola, empat tahun seusai membela timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956. Namun, Maulwi ditunjuk sebagai Kepala Staf Resimen Tjakrabirawa yang dibentuk tahun 1962.
Presiden Sukarno menunjuk Maulwi sebagai Ketua Umum PSSI pada periode 1964-1967 menggantikan Abdul Wahab Djojohadikoesoemo. Jabatannya kemudian diteruskan Kosasih Purwanegara.
Menurut Asha, ayahnya selalu menekankan proyeksi uji coba internasional secara berkesinambungan.
"Menurut beliau, uji coba bukan sebuah pemborosan kalau memang terencana. Sangat penting untuk mengasah mental pemain dan bahan evaluasi tim pelatih," ujar Asha.
Setelah tidak lagi menjabat, Maulwi melanjutkan pengabdian hidupnya dengan mendirikan Sekolah Al Azhar yang terletak di Jakarta Selatan.
"Beliau terinspirasi dari kakek saya, Amin Saelan, yang merupakan pendiri Taman Siswa di Makassar. Dia banyak menghabiskan masa tuanya di sekolah karena mungkin sudah menjadi panggilan hidupnya," ungkap Asha.
Beberapa tahun menjelang tutup usia, Maulwi giat mengerjakan proyeksi buku trilogi bersama sejumlah sejarawan. Buku terbitan pertama berjudul "Penjaga Terakhir Sukarno", sebagai kesaksian hidupnya selama menjadi ajudan orang nomor satu Indonesia kala itu.
"Itu didedikasikan untuk Sukarno dan sejarah Indonesia yang mesti diluruskan. Dua buku lainnya, rencananya tentang penjaga gawang terakhir dan soal dunia pendidikan," ujar Asha yang ikut terlibat mengawasi proyeksi buku terakhir ayahnya itu.
(jun)