Suka dan Duka Pelatih Atlet Difabel

Arby Rahmat | CNN Indonesia
Minggu, 23 Okt 2016 15:05 WIB
Kesabaran menjadi faktor terpenting yang harus dimiliki pelatih atlet difabel. Sebab, cara penangannya menitikberatkan kepada motivasi mental.
Pelatih atlet difabel harus memiliki kesabaran lebih dibanding mendidik atlet normal. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Prestasi yang dicapai para atlet difabel di ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016, tak lepas dari peran seorang pelatih.

Suka maupun duka dilalui bersama demi memotivasi agar para atlet berkebutuhan khusus tersebut memiliki karakter pantang menyerah.

Pelatih goalball dari Sumatera Utara, Suliadi, berbagi pengalaman pertamanya melatih atlet tuna netra kepada CNNIndonesia.com di Arcamanik Sport Centre beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suliadi yang juga memiliki keterbatasan fisik di kedua tangannya tersebut melatih lima anak didiknya selama sekitar empat bulan.

"Pengalaman saya seru, unik, penuh tantangan. Kesulitannya mereka tuna netra, mesti kita tuntun, arahkan, perkenalkan dengan lapangan, pendengaran mesti dilatih. Tidak mudah juga memperkenalkan olahraga goalball ini, aturan mainnya banyak," kata Suliadi.

"Metode latihannya pelan-pelan, dilatih pendengarannya agar mereka mengetahui arah bola, melatih akurasi lemparan. Mereka harus berjalan pelan-pelan agar mengetahui panjang lapangan, dan meraba gawang agar tahu ukurannya," katanya menambahkan.

Meski demikian, pelatih berusia 32 tahun itu juga tak segan untuk menerapkan metode disiplin kepada para anak didiknya ketika mulai melakukan aksi di luar instruksi.

"Kita harus tegas, salah ya salah. Harus introspeksi diri karena ini permainan satu tim, jangan sampai tim ini terpecah oleh satu permasalahan saja. Ada sanksi juga kalau mereka gagal menangkap bola harus push-up," ucap Suliadi.

Sementara itu kepala pelatih tenis meja Riau, Syahrial Ariawi (60), pun menerapkan sanksi push-up kepada anak asuhnya sesuai kemampuan masing-masing. Berbeda dengan Suliadi, Syahrial melatih atlet difabel yang memiliki mengalami keterbatasan fisik di bagian kaki atau tangan.

"Ada permainan juga untuk mengolongi meja tenis meja atau berjoget bagi yang kalah bertanding dalam latihan. Mereka diejek teman-temannya tidak apa-apa, untuk melatih mental," ujar Syahrial.

Penuh Kesabaran

Syahrial menuturkan, pelatih harus memiliki kesabaran. Sebab, para difabel tidak boleh dibentak atau diomeli secara berlebihan.

"Saya tegas ke masalah disiplin. Misalnya, jika harus latihan jam 8 pagi. Malam harinya harus istirahat atau sudah berada di kamar jam sembilan malam," ujarnya.

Syahrial berharap agar mendatang pemerintah dapat lebih membantu kehidupan para atlet difabel karena sebagian besar dari mereka berasal dari golongan kurang mampu. "Tolong diperhatikan (kesejahteraan atlet)."

Senada dengan Syahrial, Suliadi juga berharap agar para difabel tidak lagi dipandang sebelah mata oleh mereka yang memiliki fisik yang sempurna. Ia menilai atlet difabel sesungguhnya memiliki kemampuan yang sama dengan atlet normal.

"Jangan yang normal anggap remeh difabel. Yang normal suatu saat bisa jadi difabel karena banyak faktor, makanya hargai kami. Untuk para difabel, jangan pernah putus asa," ujarnya.

Suliadi juga berharap pemerintah untuk meningkatkan penyelenggaraan NPC (Komite Paralimpiade Nasional). Ia juga meminta pemerintah pusat untuk menginstruksikan pemerintah daerah agar lebih memperhatikan pembinaan atlet difabelnya. (jun)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER