Jakarta, CNN Indonesia -- Petenis legendaris Indonesia, Yayuk Basuki, mengaku sedih menyaksikan pengurangan lapangan tenis di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
Dari total 18 lapangan yang ada sebelumnya, kini hanya tersisa dua, yakni lapangan utama dan lapangan indoor (Stadion Tenis Indoor) untuk digunakan di Asian Games 2018.
Sebagai mantan petenis nasional, Yayuk sangat menyayangkan penggusuran total yang hanya menyisakan cagar budaya tanpa menyisakan lapangan tenis lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, jika ditilik dari sisi historis, tenis merupakan salah satu cabang olahraga pendulang medali emas baik di SEA Games maupun level Asian Games.
Di SEA Games, sejauh ini Indonesia menjadi negara kedua yang mengumpulkan medali terbanyak, yakni 11 medali emas, 11 perak dan 13 perunggu. Sejak dimainkan pada 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia, Indonesia sukses meraih medali emas di nomor tunggal putra melalui Atet Wijono dan Justedjo Tarik meraih perak.
Sementara di bagian putri, nama legenda tenis mulai dari Yolanda Sumarno, Lita Liem Sugiarto, Yayuk, Romana Tedjakusuma, Wynne Prakusya, Sandy Gumulya, Lavinia Tananta sampai Ayu-Fani Damayanti juga menjadi penyumbang medali emas buat Merah Putih.
Sedangkan di kancah Asian Games, Indonesia menjadi negara ketiga yang mengoleksi medali terbanyak, 15 emas, 6 perak, dan 21 perunggu sejak kali pertama diraih pada 1978 di Bangkok, Thailand.
Tenis Indonesia pun sempat menjadi ancaman bagi atlet lainnya di kawasan Asia sampai era Yayuk di 1998. Saat ini, prestasi tenis Indonesia tengah meredup dan belum lagi mencetak medali di Asian Games.
"Mohon maaf, bukan mengesampingkan peran bisbol sendiri, prestasinya masih di lingkup SEA Games. Ini bukan kesalahan bisbol, tapi ini penataannya saja," kata Yayuk yang ditemui
CNNIndonesia di ruang rapat Komisi X DPR-RI, Kamis (20/10).
"Seharusnya kan tidak harus dibersihkan semua (lapangan
outdoor) di mana permintaan PP Pelti adalah pengurangan, tapi kenapa sekarang digundulin? Pastilah seluruh insan dan legenda tenis kecewa. Dan untuk itu sangat saya sayangakan," ujar Yayuk.
Yayuk berharap ada jalan tengah bagi PP Pelti dan Pemerintah dalam hal ini Kemenpora untuk mencari jalan terbaik bagi dunia tenis nasional.
Contohnya, sebut Yayuk, seperti adanya pengganti lapangan tenis yang bisa memenuhi standar untuk bisa menggelar turnamen level ITF (Internasional Tennis Federation).
Tapi, buat Yayuk, sebaiknya penggantinya nanti harus tetap di Jakarta. Pasalnya, animo peserta cenderung berkurang jika turnamen digelar di luar Jakarta.
"Kami tidak bisa menghalangi persiapan Asian Games yang berjalan sesuai rencananya. Apa yang sudah menjadi rencana awal sulit untuk dihalangi, termasuk kami di Komisi X. Mohon untuk duduk bersama," ujar Yayuk.
"Setelah Asian Games perlu ada pengganti lapangan yang hilang dan itu lokasi prestise tenis Indonesia, ya di Jakarta. Butuh persetujuannya dari sekarang, supaya setelah Asian Games mungkin bisa segera direalisasikan," ujar mantan petenis yang pernah mencapai peringkat enam WTA itu.
(jun)