Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Sumatera Selatan, Densyah berharap adanya desentralisasi pembinaan ke depannya.
Menurut Densyah, bulutangkis itu berbeda dengan cabang olahraga (cabor) lain. Bulutangkis disebutnya menjadi tonggak harapan besar Indonesia untuk meraih prestasi gemilang di kancah internasional.
Karena itu, butuh adanya peningkatan kualitas manajemen organisasi, pembinaan dan perhatian yang menyeluruh sampai ke pelosok. Lanjut Densyah, daerah pun berhak untuk dilibatkan dalam tugas pembinaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalah namanya selain desentralisasi. Yang pasti jangan sampai pembinaan itu selalu berada di Pulau Jawa," kata Densyah ketika dihubungi CNNIndonesia, Rabu (26/10).
Selain pembinaan desentralisasi, Densyah juga berharap tiap provinsi tidak kehilangan atletnya saat mengikuti kompetisi seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) ataupun Kejuaraan Nasional.
"Sebagian besar atlet daerah setelah masuk klub itu hampir tidak bisa digunakan lagi oleh daerah. Statusnya lepas dari daerah dan beralih ke daerah asal klubnya. Ini yang perlu diperbaiki," jelasnya.
Dalam hal konteks daerah, diungkapkan Densyah, manajemen organisasi di daerah juga harus diperbaiki. Ini jadi salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dibereskan kepengurusan baru PBSI ke depannya.
"Butuh energi, pemikiran yang besar dengan perubahan grand design untuk tidak melulu menjadikan pusat pembinaan di Pulau Jawa. Ini akan jadi pemicu daerah untuk menelurkan atlet bagus harapan masa depan bangsa. Daerah pun tidak akan kehilangan status atletnya. Tapi dalam konteks lain, ada kepentingan Merah Putih yang lebih penting," beber Densyah yang juga merupakan Wakil Sekretaris KONI Sumsel tersebut.
Terkait sosok yang pas untuk mengisi Ketua Umum PBSI 2016-2020, Densyah menyebut Pengprov Sumsel tidak melihat secara fisik tapi lebih kepada kebutuhan PBSI saat ini.
Harus diakui, siapapun Ketua Umum PBSI nantinya punya beban yang berat, terutama untuk menghimpun kekuatan lain dari luar terkait pembiayaan. Termasuk untuk menggerakkan roda organisasi dan pembinaan di mana agenda nasional maupun internasional sudah jelas setiap tahunnya.
"Siapapun yang jadi ketua akan dihadapkan dengan konsekuensi pembiayaan. Itu harus bertahan selama empat tahun. Boleh saja siapapun, namun harus siap dengan konsekuensinya," ucapnya.
(ptr)