Rexy: Desentralisasi Pelatnas Bulutangkis Sulit Dilakukan

Titi Fajriyah | CNN Indonesia
Selasa, 01 Nov 2016 18:03 WIB
Rexy Mainaky mengatakan sulit meyakinkan pelatih bulutangkis dari Pulau Jawa agar mau dipindahtugaskan ke luar Jawa dalam jangka waktu panjang.
PBSI harus mengeluarkan biaya yang besar jika ingin mengirim pelatih ke luar Jawa. (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masalah desentralisasi menjadi tuntutan dari sebagian besar Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Namun, mantan pebulutangkis Indonesia Rexy Mainaky mengakui itu bukan hal mudah untuk dilaksanakan.

Selain butuh biaya besar, Rexy juga menyebut Indonesia juga masih kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni untuk bisa menggelar desentralisasi.

Dari rangkaian pujian yang diberikan kepada mantan Ketua umum PBSI Gita Wirjawan atas laporan pertanggung jawabannya dalam Munas PBSI di Surabaya, Senin (31/10), desentralisasi menjadi hal yang menjadi sorotan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peserta Munas meminta agar dibuatkan tiga kantong pelatnas yang tersebar di tiga wilayah di Indonesia. Masalah desentralisasi tak hanya menjadi program di kepengurusan Gita yang belum tercapai. Tak hanya di kepengurusan Gita, tapi juga di pekerjaan rumah (PR) di kepengurusan sebelumnya.

"Itu kan tuntutan dari mereka, tapi tidak segampang itu. Berbicara desentralisasi, kami butuh juga kepelatihan-kepelatihan. Kami harus memanfaatkan pelatih-pelatih daerah terlebih dahulu," ujar Rexy yang merupakan demisioner Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI, Selasa (1/11).

"Percuma, kalau sudah buat desentralisasi pelatnas tapi tidak ada pelatih yang mumpuni, kami hanya buang-buang waktu," sambungnya.

Pada kenyataannya, berdasarkan pengalaman Rexy, sulit meyakinkan pelatih dari Pulau Jawa agar mau dipindah tugaskan ke luar Jawa dalam jangka waktu yang cukup panjang. Jika pelatnas berada di luar Pualau Jawa, PBSI harus menyiapkan rata-rata Rp10-15 juta per bulan untuk seorang pelatih.

"Apa mau PBSI membayar segitu? Apa mau pelatih dikasih bayaran segitu untuk hidup di luar kota? Belum lagi kalau dia sudah berumah tangga," sebutnya.

Belum lagi soal kualitas pelatih daerah. Dikhawatirkan, pemain akan hilang rasa hormat terhadap pelatih yang tidak memiliki latar belakang juara di event nasional dan internasional. Tapi jika yang melatih adalah mantan atlet berprestasi, itu justru bisa memancing para atlet untuk mengikuti jejaknya.

"Saat ini harusnya fondasinya dikencangkan ddulu untuk mendapatkan atlet daerah. Kalau sudah ada desentralisasi kami harus berangkatkan atlet (ke turnamen), itu juga butuh biaya," ucap Rexy.

Dahulu tidak ada desentralisasi, melainkan memaksimalkan PPLP (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar). Tapi, itu juga tidak akan berjalan jika programnya disamakan dengan sekolah umum.

"Untuk menjadi atlet yang berprestasi, latihannya tidak cukup sekali sehari. Saya bisa begini karena latihan empat kali sehari. Untuk itu, kami harus bekerja sama dengan Dinas Pendidikan agar para atlet yang sekolah bisa mendapat dispensasi waktu," ujar Rexy.

Dalam empat tahun kepemimpinan Gita, fokus utamanya tidak menyentuh soal desentralisasi. Tapi, lebih kepada bagaimana mendongkrak prestasi atlet elite setelah gagal meneruskan tradisi emas Olimpiade dan untuk kali pertama Tim Thomas gagal lolos semifinal pada masa kepemimpinan Djoko Santoso.

Gita sendiri memutuskan mundur dalam pemilihan Ketua Umum PBSI periode 2016-2020 dalam Munas di Surabaya. Keputusan mundur yang diambil Gita membuat Menko Polhukam Wiranto terpilih secara aklamasi. (har)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER