Jakarta, CNN Indonesia -- Senin, 13 Februari, Sirkuit Sentul tak dijumpai matahari pagi. Gerimis yang turun secara perlahan berganti jadi guyuran hujan yang lebih lebat.
Di bawah atap sirkuit Sentul, terlihat tiga orang siap dalam balutan kostum sepeda. Setelah mengisi waktu dengan bersenda gurau, langit mulai terlihat bersahabat.
Tiga sosok tersebut kemudian tersenyum. Mereka lalu berganti alas kaki dari sepatu olahraga dengan sepatu khusus balap sepeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu di antara tiga orang tersebut, mengganti sepatunya di bagian belakang mobil. Ia bisa memakai sepatu sebelah kanannya dengan mudah dan cepat. Sedangkan untuk sepatu kiri, ia sedikit berusaha lebih keras. Otot paha kirinya terlihat menjadi kencang saat ia mengenakan sepatu kiri itu. Hanya otot pahanya, karena hanya itu yang ia punya.
Sosok itu adalah Muhammad Fadli Immamudin. Di dunia balap sepeda, nama Fadli bukan siapa-siapa. Tetapi bila bertanya tentang Fadli di dunia balap motor Indonesia, maka banyak yang tahu dan bisa menjelaskan kehebatan-kehebatannya.
Tetapi Fadli saat ini tak lagi meniti jalan di dunia balap motor. Fadli ingin menekuni dunia baru, dengan tantangan baru, dan juga kaki baru.
Kaki baru. Kaki kiri milik Fadli adalah kaki palsu. Kenang-kenangan dari sebuah kecelakaan, juga sebuah bukti keberanian.
"Saya kecelakaan di sana," kata Fadli sambil tertawa, menunjuk sebuah titik di Sirkuit Sentul.
Tanpa beban. Tanpa trauma berlebihan.
 M. Fadli ditemani dua temannya berlatih sepeda di Sirkuit Sentul. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Perpisahan dengan Kaki Kiri7 Juni 2015. Bahagia Fadli berubah jadi tragedi dalam sekejap mata.
Fadli sudah melewati garis finis dan dipastikan keluar sebagai pemenang di ajang Asia Road Race Championship. Fadli melihat sejumlah penggemar melambaikan tangan beberapa ratus meter dari garis finis.
Fadli pun menepi dan memberikan lambaian tangan balasan kepada mereka. Tanpa disangka, beberapa detik kemudian momen bahagia tersebut berubah jadi duka.
Pebalap Thailand, Jakkrit Sawangswat, tiba-tiba melaju kencang dan menghantam kaki kiri Fadli. Fadli terpental dari motor dan kemudian terduduk memegangi lututnya.
“Kecelakaan itu sangat aneh. Saat saya melambatkan motor, saya sudah ada di beberapa ratus meter setelah garis finis. Lalu tiba-tiba ada motor yang masih melaju kencang dan menghantam saya.”
“Setelah terjatuh saya sadar saya mengalami cedera yang serius karena banyaknya darah yang mengalir. Saya berusaha untuk tetap terjaga dan tidak pingsan,” tutur Fadli mengenang.
Hari-hari setelah 7 Juni itu kemudian ternyata jadi hari-hari perjuangan yang panjang bagi Fadli. Cedera itu sangat serius dan mengancam kondisi kaki kirinya.
Banyak patahan-patahan di kaki kiri Fadli dan ia terus menjalani serangkaian pengobatan dan terapi untuk membuat kaki kiri miliknya berfungsi seperti semula.
“Saya bahkan sempat menjalani pencangkokan dari kaki kanan untuk kaki kiri saya. Dalam proses tersebut, kaki kanan dan kiri saya harus menempel selama beberapa minggu.”
“Setelah beberapa bulan, tulang saya sudah mulai tersambung, namun saraf-saraf saya tak bisa kembali seperti semula. Saya tak mau terus dalam kondisi tak pasti. Saya putuskan untuk melakukan amputasi,” kata Fadli.
Tanpa amputasi, Fadli akan tetap memiliki kaki kiri, namun tak akan lagi berfungsi. Fadli memilih berpisah dengan kaki kirinya dan memulai lembaran baru dalam hidupnya.
 M. Fadly mengenakan sepatu kiri di bagian belakang mobil sebelum berlatih di Sirkuit Sentul. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Hari-hari Penuh PerjuanganSejak kecelakaan itu, Fadli menghabiskan waktu di tempat tidur selama enam bulan. Setelah kaki kirinya diamputasi di RS Medistra pada 4 Januari 2016, Fadli tak lantas langsung pulih seperti semula.
“Saya berbaring di tempat tidur selama enam bulan, dengan kondisi begitu, saat saya duduk saja sudah langsung pusing, apalagi mencoba bangun dan bangkit dari tempat tidur,” ucap Fadli.
Tetapi Fadli tak mau bermanja dengan keadaan. Tekad kuat yang ada dalam dirinya untuk kembali pulih ia jaga dengan konsisten. Fadli ingin bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
“Beberapa minggu setelah kecelakaan, anak saya lahir. Dia adalah penyemangat. Saya bertekad harus bisa kembali berjalan sebelum anak saya bisa berjalan,” tutur Fadli tersenyum.
Fadli boleh saja kehilangan kaki kiri, tetapi tidak mental juara. Fadli, dengan kaki kiri palsu, berhasil kembali berjalan seperti sedia kala. Tak hanya berjalan, Fadli juga sudah piawai menyetir mobil dan mengendarai sepeda motor.
“Saya tak butuh waktu lama untuk bisa kembali naik mobil karena mobil saya memiliki transmisi otomatis. Untuk motor, saya pindahkan transmisi gir dari kiri ke kanan. Jadi saya juga bisa kembali mengendarai sepeda motor.”
“Semua proses adaptasi untuk kembali bisa normal tentunya menimbulkan rasa sakit, terutama karena otot-otot saya habis dan tak tersisa selama masa bed rest saya. Namun saya yakin saya punya mental seorang atlet dan bisa berjuang,” ucap Fadli.
Beberapa minggu setelah kecelakaan, anak saya lahir. Saya bertekad harus bisa kembali berjalan sebelum anak saya bisa berjalanM. Fadly |
Berbulan-bulan kemudian, Fadli mulai kembali mendapatkan otot-otot yang sempat menghilang di tubuhnya. Fadli lalu tak puas untuk sekadar bisa berjalan normal, mengendarai mobil, dan juga motor.
Fadli lalu coba mengayuh sepeda miliknya. Ia ingin dirinya benar-benar bugar seperti sedia kala. Bulan Desember 2016, Fadli pun makin rutin bersepeda.
“Sebagai pebalap motor, sejak lama saya terbiasa dengan olahraga sepeda untuk menjaga stamina. Dengan kaki palsu, tenaga di kaki kiri tentu bertumpu pada otot paha.”
“Saya bisa bertarung seimbang lawan teman-teman saya yang memiliki kondisi tubuh normal. Namun saat itu saya belum berpikir untuk berkompetisi,” ujar Fadli.
Kembali Dalam Pelukan KompetisiMental juara dalam diri Fadli mengantarkannya bangkit dari dekapan cedera parah yang membelenggu. Dan mental juara ini pula yang kemudian membawa Fadli kembali ke dalam pelukan sebuah kompetisi resmi.
“Ketua PB ISSI, Pak Raja Sapta Oktohari menawari saya untuk ikut Kejuaraan Asia Para Cycling. Jadi sejak awal tahun ini saya berlatih lebih intensif untuk menghadapi kejuaraan itu,” kata pria berusia 32 tahun ini.
 Tak ada trauma dalam diri Fadli ketika menghadapi lokasi tempat ia kecelakaan di Sentul. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Fadli benar-benar sudah berdamai dengan keadaan. Kecelakaan dua tahun lalu tak lagi menghantui dan menyeretnya dalam keputusasaan. Bukti nyata adalah keberanian Fadli terus berlatih di sirkuit Sentul tempat ia kehilangan kaki kirinya.
“Saya biasa saja saat ini karena saya anggap apapun cobaan yang diberikan, maka itu berarti saya dianggap mampu melewatinya. Saya juga tak ada dendam pada Sawangswat. Pernah saya berjumpa dengan dia, namun dia merasa kikuk dan canggung, padahal saya tidak ada perasaan apa-apa,” tutur pria kelahiran 25 Juli ini.
 M. Fadli bertekad untuk tidak kalah dengan keadaan. Ia pun kini menjalani kehidupan keduanya sebagai seorang pebalap sepeda. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Ambisi dan mimpi. Inilah hal-hal yang menjaga kewarasan dalam diri Fadli. Di tengah kejatuhannya sebagai seorang manusia, Fadli tak pernah melepaskan mimpi-mimpi dalam otaknya.
“Setelah musibah itu, saya tetap terus memotivasi diri saya sendiri. Mulai dari ingin kembali berjalan, kemudian ingin bersepeda, dan setelah ini saya harap saya pun bisa kembali berlari.”
“Bila ada motivasi dan impian yang dituju, maka hal itu akan menimbulkan semangat untuk terus berjuang. Saat ini, saya pun makin bersemangat untuk berlatih sepeda karena ada banyak kompetisi yang bakal saya ikuti setelah ini,” kata Fadli.
Fadli mengajarkan bahwa keterpurukan bukanlah sebuah vonis keabadian. Tiap manusia bisa keluar dari balik bayangan dan kembali bersinar di bawah cahaya.
Juara sejati bukan hanya mereka yang berkalung medali, tetapi juga mereka-mereka yang bisa memberi inspirasi.
Fadli adalah salah satu contoh terbaik untuk itu semua.