Surabaya, CNN Indonesia -- Wajah berseri-seri memenuhi DBL Arena, Surabaya, pada Minggu (26/2) sore itu, seusai laga final beregu putra Djarum Superliga Badminton 2017 selesai digelar.
Laga puncak yang mempertemukan tim putra Musica Champions dan PB Djarum memang tak mengecewakan. Kedua tim bertanding sengit dengan skor ketat hingga Musica Champions keluar sebagai juara.
Musica mengalahkan PB Djarum dengan poin 3-2 berkat kemenangan Anthony Ginting di partai kelima. Padahal, Musica sendiri pesimistis bisa keluar menjadi juara setelah kehilangan Lee Chong Wei karena cedera sebelum kompetisi dimulai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada akhirnya mereka menang dan menerima hadiah US$60 ribu atau hampir Rp800 juta, sementara PB Djarum mendapat US$30 ribu.
Turnamen beregu edisi keenam ini sukses menjual sekitar lebih dari 13 ribu tiket selama delapan hari penyelenggaraan. Di hari terakhir, tiket seharga Rp150 ribu terjual paling banyak, yakni 1.597 lembar ketimbang pada babak penyisihan atau semifinal saat harga tiket Rp50 ribu dan Rp100 ribu.
Kendati begitu, jumlah tersebut masih belum jauh dari kata ramai. DBL Arena yang berkapasitas total lima ribu orang tak pernah benar-benar padat dihuni penonton. Sinar Lee Yong Dae, M. Ahsan, atau Ma Jin belum cukup kuat untuk menarik warga Surabaya dan sekitarnya untuk mengisi penuh stadion.
Hal ini sangat kentara di final putri yang sepi dukungan. Mutiara Cardinal yang merebut gelar perdana di ajang itu pun menerima medali tanpa sorak-sorai seperti final beregu putra.
 Gregoria M. Tunjung membawa Mutiara Cardinal juara Superliga untuk kali pertama. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru) |
Kalah Pamor dari Sepak BolaBulutangkis memang olahraga yang paling banyak menyumbangkan prestasi gemilang di kancah internasional, khususnya ajang olahraga paling bergengsi di dunia yaitu Olimpiade.
Akan tetapi, di Indonesia, cabang olahraga raket tersebut masih kalah pamor dari sepak bola -- misalnya -- yang menjadi cabang olahraga paling populer walau jarang sekali menyumbang prestasi.
Sepak bola di Indonesia sudah menjadi sebuah hiburan nasional. Sebuah contoh yang pas ketika berbicara soal perpaduan antara olahraga dan hiburan (
sportainment), apalagi ketika tim nasional bertanding. Harga tiket yang cukup mahal pun tak menghalangi para penonton untuk memadati stadion untuk mendukung Skuat Garuda.
Lain hal dengan bulutangkis yang sedang berjuang untuk mewujudkannya. Memang bulutangkis tak kalah pamor ketika tampil layar kaca, tapi untuk menghadirkan ribuan penonton secara fisik butuh perjuangan ekstra.
Apalagi budaya liga, atau pertarungan antar-klub sendiri merupakan hal yang baru dikenal dalam beberapa tahun ke belakang. Biasanya, ajang-ajang bulutangkis memiliki bungkus pertarungan antar-negara yang menyajikan rasa nasionalisme.
"Sportainment belum sepenuhnya ada di Superliga, tapi kami mulai merambat ke sana. Orang masih kadang-kadang pikir-pikir, berhitung-hitung untuk menonton pertandingan bulutangkis. Mungkin kalau di sepak bola, fanatisme membuat mereka tidak menghitung lagi," kata Direktur Djarum Superliga Badminton 2016, Achmad Budiharto, kepada
CNNIndonesia.com.
"Kami masih butuh membuat orang itu fanatik, bahwa bulutangkis ini merupakan sebuah tontonan yang berkualitas. Kalau sudah sampai sana, berapapun harganya mereka pasti (beli). Tapi itu memang butuh waktu dan proses," katanya menambahkan.
 Ihsan Maulana adalah salah satu pemain pelatnas PBSI yang tampil di Superliga 2017. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru) |
Sudah sembilan tahun Superliga bergulir di Indonesia sejak 2017. Setiap tahun total biaya penyelenggaran yang dikeluarkan pun semakin meningkat.
Tahun ini, lebih dari Rp 20 miliar rupiah dihabiskan. Subsidi sebesar US$6.000 atau sekitar hampir Rp 80 juta pun digelontorkan kepada 20 klub peserta untuk mengundang pemain asing papan atas tampil. Subsidi tersebut lebih besar dari Superliga 2015 yang hanya US$1.500.
Awalnya Budi berharap dengan mendatangkan pemain asing seperti Lee Yong Dae dari Korea Selatan, Vladimir Ivanov dari Rusia, dan pemain-pemain papan atas lainnya, Superliga 2017 dapat melahirkan sebuah tontonan yang menarik dan mengundang rasa penasaran para penggemarnya setelah vakum setahun pada 2016.
Kenyataannya, Superliga 2017 masih perlu banyak mendapat evaluasi. Menurut Budi, Superliga 2017 harus banyak meniru gelaran Indonesia Terbuka yang sudah merupakan sebuah ajang sportainment yang baik.
Ajang yang digelar di Jakarta itu memang sering kali menyedot perhatian banyak orang sehingga kapasitas maksimal Istora Senayan sering kali terisi penuh meski dengan harga tiket yang jauh lebih mahal.
"Kalau di sini (Superliga) mungkin kami tidak punya banyak ruang gerak, tapi Indonesia Open sudah merupakan sportainment. Di sini (Superliga) masih olahraga saja. Nanti menuju ke sana, mungkin Superliga berikutnya akan seperti itu," ucap Budi.
"Itulah salah satu alasan membuat harga tiket terkesannya agak mahal. Kami juga sudah mulai merintis, mengedukasi para penggemar dengan menghargai acara olahraga ini," ucapnya melanjutkan.
(vws)