Jakarta, CNN Indonesia -- Minggu sore pada 12 Juli 1998, Mario Zagallo sedang harap-harap cemas di hotel tempat timnas Brasil menginap. Beberapa jam sebelum final Piala Dunia 1998 di Stade de France, bintang andalan Brasil, Ronaldo, mengalami kejang-kejang.
Semuanya bermula ketika skuat timnas Brasil makan siang di Chateau de Grande Romaine, Lesigny. Setelah itu skuat Brasil kembali ke kamar masing-masing, termasuk Ronaldo yang berbagi kamar dengan Roberto Carlos.
Tidak lama berselang, dikutip dari
The Guardian, Ronaldo mengalami kejang-kejang dan busa keluar dari bagian mulutnya. Roberto Carlos pun teriak ketakutan. Edmundo dan Cesar Sampaio menjadi dua pemain Brasil yang tiba di lokasi kejadian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Ronaldo tidak berkutik menghadapi Frank Leboeuf di final Piala Dunia 1998. (AFP PHOTO / RABIH MOGHRABI) |
“Ketika saya melihatnya, saya putus asa. Kejadiannya sangat kuat dan pemandangannya mengejutkan. Ronaldo kejang-kejang, dia memukul dirinya sendiri, dan mulutnya berbusa,” ujar Edmundo yang langsung mengetuk seluruh kamar hotel untuk meminta bantuan.
Setelah Sampaio memberikan pertolongan pertama medis, dokter timnas Brasil Lidio Toledo kemudian masuk ke kamar Ronaldo. Di momen itu mantan bintang Barcelona dan Real Madrid tersebut sudah tertidur. Toledo dikabarkan meninggalkan kamar Ronaldo dengan meneteskan air mata.
 Perancis menang 3-0 atas Brasil lewat dua gol sundulan Zinedine Zidane dan satu gol Emmanuel Petit. (AFP PHOTO / PATRICK HERTZOG) |
Ketika Ronaldo terbangun dari tidurnya, seluruh ofisial dan pemain timnas Brasil memutuskan untuk tidak memberitahu Ronaldo apa yang terjadi. Ronaldo bangun dan minum teh. Adalah tim dokter yang memberitahu Ronaldo dan memutuskan untuk melakukan tes.
Ketika skuat timnas Brasil pergi ke Stade de France untuk menjalani laga final, Ronaldo justru dibawa ke Klinik Lilas di Paris. Ketika itu rumor Ronaldo tidak akan bermain di final sudah beredar. Bahkan Edmundo sudah diplot Zagallo untuk menjadi starter.
 Ronaldo terlihat tidak bertenaga ketika tampil di final Piala Dunia 1998. (AFP PHOTO / PATRICK HERTZOG) |
Namun, 40 menit sebelum pertandingan final digelar, Ronaldo muncul di Stade de France. Setelah menjalani sejumlah tes, pemain yang merebut dua gelar Piala Dunia bersama Brasil itu dinyatakan fit untuk main.
Alhasil, Ronaldo tidak maksimal sepanjang 90 menit pertandingan. Pergerakannya selalu mampu diantisipasi Frank Leboeuf. Ronaldo pun terlihat tidak bertenaga untuk bermain. Brasil kemudian menelan kekalahan terbesar di Piala Dunia 0-3 (sebelum rekor dipatahkan di Piala Dunia 2014).
Lalu apa yang terjadi dengan Ronaldo? Banyak teori konspirasi yang muncul. Pertama adalah Ronaldo diracuni oleh pihak Perancis melalui makanan. Sebuah teori konspirasi yang hingga kini tidak bisa dibuktikan.
Teori konspirasi selanjutnya adalah Ronaldo memiliki masalah kesehatan yang dirahasiakan sepanjang hidupnya, yakni epilepsi. Setelah itu ada rumor dokter tim salah memberikan obat satu hari sebelum pertandingan, yang membuatnya mengantuk dan lemas saat laga final berlangsung.
 Ronaldo yang jadi pemain terbaik dunia di tahun 1997 harus puas sebagai runner up Piala Dunia 1998. (AFP PHOTO / AFP POOL / GABRIEL BOUYS) |
Untuk teori konspirasi yang lebih serius, Nike dan Asosiasi Sepak Bola Brasil (CBF) memaksa Ronaldo bermain meski tidak fit. Edmundo dalam investigasi yang dilakukan pihak Brasil pada 2000, meyakini adanya tekanan yang dilakukan Nike selaku sponsor timnas Brasil.
“Perwakilan Nike selalu ada di sana setiap harinya, layaknya mereka adalah ofisial tim. Ada kekuatan besar di sana. Hanya itu yang bisa saya katakan,” ujar Edmundo.
Rumor yang paling buruk adalah, timnas Brasil menjual final Piala Dunia 1998 kepada FIFA dengan suap US$23 juta. Dengan mengalah dari Perancis, Brasil akan mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006 dan mendapat lawan mudah di Piala Dunia 2002. Namun, rumor tersebut dibantah Edmundo.
 Ronaldo saat menghadiri sidang investigasi terkait kontroversi final Piala Dunia 1998. (Foto: REUTERS) |
Dari sisi pelatih, Zagallo mengklaim alasan Brasil kalah di final adalah trauma kolektif setelah melihat kondisi Ronaldo. Zagallo juga mengaku terpaksa memainkan Ronaldo, jika tidak maka masyarakat Brasil akan marah.
“Ronaldo pesepakbola terbaik di dunia. Jika saya dihadapkan pada situasi yang sama, saya akan kembali melakukannya. Bayangkan jika saya tidak memainkan Ronaldo dan Brasil kalah, saya mungkin harus tinggal di Kutub Utara,” ucap Zagallo.
Kini, 19 tahun berlalu, apa yang terjadi dengan Ronaldo pada final Piala Dunia 1998 masih menjadi misteri. Hingga kini peristiwa tersebut masih menjadi salah satu kontroversi terbesar dalam sejarah sepak bola.